Yudi Prayoga
Penulis
Ziarah makam adalah kegiatan mengunjungi makam atau kuburan seseorang yang dianggap penting atau dihormati, baik itu orang tua, guru, tokoh agama, atau orang yang memiliki peran besar dalam masyarakat.
Ziarah makam bisa dilakukan dengan berbagai tujuan, seperti untuk mendoakan arwah yang telah meninggal, menghormati jasa-jasa mereka, atau sebagai bentuk refleksi spiritual bagi yang masih hidup.
Di dalam tradisi Islam, ziarah makam sering dilakukan untuk mendoakan keselamatan bagi yang telah meninggal dan juga sebagai pengingat untuk kehidupan yang lebih baik serta mendekatkan diri kepada Tuhan. Biasanya, ziarah makam dilakukan pada hari-hari tertentu, seperti saat hari raya, atau ketika seseorang merasa membutuhkan ketenangan jiwa.
Lalu bagaimana jika kita menziarahai keluarga yang non-Muslim (kafir), seperti menziarahi makam pahlawan yang semuanya bukan Muslim, leluhur yang juga non-Muslim.
Dilansir dari NU Online, menurut keterangan yang terdapat dalam kitab Fathul Wahhab karya Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, bahwa berziarah ke kuburan orang non-Muslim itu diperbolehkan.
أَمَّا زِيَارَةُ قُبُورِ الْكُفَّارِ فَمُبَاحَةٌ --زكريا الأنصاري، فتح الوهاب، بيروت-دار الكتب العلمية، 1418هـ، ج، 1، ص. 176
Artinya: Bahwa berziarah ke kuburan orang-orang kafir itu mubah (diperbolehkan) (Zakariya al-Anshari, Fathul Wahhab, Bairut-Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418 H, juz, 1, halaman 176).
Namun sepanjang berziarah kubur ke kuburan orang non-Muslim dilakukan untuk mengingatkan kita akan kematian dan alam akhirat atau i’tibar (pelajaran) dan peringatan kepada kita akan kematian. Jika menziarahi kuburan orang yang non-Muslim saja diperbolehkan, maka logikanya adalah menziarahinya ketika masih hidup itu lebih utama (awla). Inilah yang kemudian ditegaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim-nya.
إِذَا جَازَتْ زِيَارَتُهُمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ فَفِي الْحَيَاةِ أَوْلَى (محي الدين شرف النووي، شرح النووي، على صحيح مسلم، بيروت-دار إحياء التراث العربي، الطبعة الثانية، 1392 هـ، ج، 8، ص. 45)
Artinya: Jika boleh menziarahi mereka (non-Muslim) setelah meninggal dunia, maka menziarahi mereka ketika masih hidup itu lebih utama (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Syarhun Nawawi ala Shahihi Muslim, Bairut-Daru Ihya`it Turats al-‘Arabi, cet ke-II, 1392 H, juz, VIII, halaman 45).
Pakar fiqih terkemuka Imam As-Syirwani menegaskan dalam kitabnya Hasyiyah Asy-Syirwani bahwa ziarah ke kuburan non-Muslim hukumnya diperbolehkan atau mubah:
وإنَّما تُسَنُّ الزِّيارَةُ لِلِاعْتِبارِ والتَّرَحُّمِ والدُّعاءِ أخْذًا مِن قَوْلِ الزَّرْكَشِيّ إنّ نَدْبَ الزِّيارَةِ مُقَيَّدٌ بِقَصْدِ الِاعْتِبارِ أوْ التَّرَحُّمِ والِاسْتِغْفارِ أوْ التِّلاوَةِ والدُّعاءِ ونَحْوِهِ ويَكُونُ المَيِّتُ مُسْلِمًا أيْ ولَوْ أجْنَبِيًّا لا يَعْرِفُهُ لَكِنَّها فِيمَن يَعْرِفُهُ آكَدُ فَلا تُسَنُّ زِيارَةُ الكافِرِ بَلْ تُباحُ كَما فِي المَجْمُوعِ
Artinya: Sejatinya ziarah kubur disunahkan karena tujuan mengambil pelajaran atas kematian seseorang, mengasihi dan berdoa. Hal tersebut sebagaimana yang dipahami dari keterangan Imam Az-Zarkasyi. Selain itu, kesunahan ziarah juga disyaratkan kepada mayit yang beragama Islam, meskipun orang tersebut bukan kerabat atau bahkan tidak dikenalinya. Hanya saja ziarah ke orang yang dikenali hukumnya lebih dianjurkan. Maka dari itu tidak sunah berziarah ke kuburan orang non-Muslim. Namun hukumnya mubah (Imam As-Syirwani, Hasiyatus Syirwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj, juz III, halaman 300).
Bahkan Syekh Sulaiman Al-Bujairami menyatakan bahwa ziarah kubur ke non-Muslim hukumnya bisa menjadi sunnah jika tujuannya adalah mengambil pelajaran terhadap orang yang meninggal atau untuk mengingat kematian.
أمّا زِيارَةُ قُبُورِ الكُفّارِ فَمُباحَةٌ، وقِيلَ مُحَرَّمَةٌ، شَرْحُ المَنهَجِ نَعَمْ إنْ كانَتْ الزِّيارَةُ بِقَصْدِ الِاعْتِبارِ وتَذَكُّرِ المَوْتِ كانَتْ مَندُوبَةً مُطْلَقًا إطْفِيحِيٌّ
Artinya: Adapun ziarah ke kuburan orang-orang non-Muslim hukumnya diperbolehkan (mubah). Sedangkan menurut pendapat yang lemah hukumnya haram. Namun, jika ziarah ke kuburan nonmuslim disertai tujuan mengambil pelajaran atas kematian seseorang atau untuk mengingat kematian, maka hukumnya adalah sunah secara mutlak (Sulaiman Al-Bujairami, Hasyiyaul Bujairami ‘alal Khatib, juz II, halaman 301).
Dengan demikian, bahwa menziarahi makam non-Muslim hukumnya diperbolehkan (mubah), mengingat ziarah memiliki banyak kemanfaatan, seperti mengingat kepada kematian dan selalu ingat kepada Allah swt.
Terpopuler
1
Yuk Infak dan Menjadi Bagian Pengadaan Ambulans Ke-7 NU Peduli Pringsewu 2025
2
Khutbah Jumat: Ilmu dan Adab Lebih Tinggi daripada Nasab
3
3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Masjid
4
KBNU Sidomulyo Gelar Donor Darah, Perkuat Kepedulian Sosial di Lampung Selatan
5
Khutbah Jumat: Bijak dalam Bermedia Sosial
6
Hindari Tafsir Liberal dan Radikal pada Pancasila
Terkini
Lihat Semua