Syiar

Bolehkah Menyela Khutbah Jumat?

Senin, 25 Mei 2015 | 12:50 WIB

SALAH satu hal yang pasti ada dalam melaksanakan Sholat Jumat adalah adanya Khutbah Jumat, yakni pidato yang disampaikan oleh seorang khotib kepada kaum muslimin sebagai media peningkatan iman dan peringatan. Namun demikian, terkadang dalam khUtbah tersebut, sang khotib menyampaikan materi yang dapat menyinggung perasaan orang lain, kelompok atau golongan tertentu. Yang justru dihawatirkan hal tersebut dapat memicu perpecahan dan permusuhan. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana upaya kita agar hal yang semacam itu tidak terjadi? Apakah kita boleh menyela khotib ketika sedang menyampaikan khutbahnya? Jawaban Sebagaimana diketahui bahwa rukun khutbah itu ada lima. Pertama, memuji Allah dengan lafazh al-hamd. Kedua membaca shalawat kepada Rasulullah SAW dengan lafazh ash-shalat. Ketiga, wasiat untuk bertakwa kepada Allah SWT. Keempat, mendoakan orang-orang mukmin, dan kelima, membaca ayat Al-Qur`an minimal satu ayat. Namun jika salah satu rukun tersebut tidak terpenuhi maka khutbahnya tidak sah, dan konsekuensinya adalah tidak sahnya Sholat Jumat. Dalam kondisi seperti maka yang dilakukan adalah melakukan i’adah Sholat Dhuhur. Namun berdasar uraian di atas adalah menyangkut isi khutbah itu. Apakah diperbolehkan kita menyela (menginterupsi) khotib yang isi khutbahnya adalah menjelek-jelekkan orang lain. Pada prinsipnya, menurut para fuqaha` berbicara pada saat khutbah itu tidak diperbolehkan. Namun ada sedikit yang berbeda dengan pendapat dari Madzhab Maliki. Dalam pandangan Madzhab Maliki diharamkan berbicara ketika imam sedang berkhutbah atau ketika ia duduk di antara dua khutbah. Larangan berbicara ini ditujukan untuk semua jamaah baik yang mendengarkan khutbah atau tidak, baik yang di serambi masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid. Lebih lanjut menurut mereka (pendapat Maliki) jika isi khutbah imam ternyata tidak tidak jelas atau ngawur, seperti memuji orang yang tak layak untuk dipuji atau mencaci orang yang sebenarnya tidak layak dicaci, maka larang berbicara tersebut menjadi gugur. Demikian sebagaimana dikemukan Abdurrahman al-Juzairi dalam kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba`ah: اَلْمَالِكِيَّةُ قَالُوا يَحْرُمُ الْكَلَامُ حَالَ الْخُطْبَةِ وَحَالَ جُلُوسِ الْإِمَامِ عَلَى الْمِنْبَرِ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ مَنْ يَسْمَعُ الْخُطْبَةَ وَغَيْرِهِ فَالْكُلُّ يَحْرُمُ عَلَيْهِ الْكَلَامُ وَلَوْ كَانَ بِرَحْبَةِ الْمَسْجِدِ أَوِ الطُّرُقِ الْمُتَّصِلَةِ بِهِ وَإِنَّمَا يَحْرُمُ الْكَلَامُ الْمَذْكُورُ مَا لَمْ يَحْصُلْ مِنَ الْإِمَامِ لَغْوٌ فِي الْخُطْبَةِ كَأَنْ يَمْدُحُ مَنْ لَا يَجُوزُ مَدْحُهُ أَوْ يَذُمُّ مَنْ لَا يَجُوزُ ذَمُّهُ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ سَقَطَتْ حُرْمَتُهُ (عبد الرحمن الجزيري، الفقه على مذاهب الأربعة، بيروت-دار الكتب العلمية، الطبعة الثانية، 1424هـ/2003م، ج، 1، ص. 361) “Menurut madzhab Maliki haram berbicara ketika khutbah dan ketika imam duduk di atas mimbar di antara dua khutbah. Dan dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara orang yang mendengarkan khutbah atau tidak. Semua haram berbicara meskipun berada di teras masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid. Hanya saja keharaman berbicara tersebut sepanjang tidak terdapat dalam khutbahnya imam kesia-siaan atau ngawur (laghw), seperti memuji orang yang tak boleh dipuji, atau menghina orang yang tidak boleh dihina. Jika imam melakukan itu maka gugurlah keharamannya (berbicara ketika khutbah berlangsung atau ketika ia duduk di atas mimbar di antara dua khutbah)” (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzhabib al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1424 H/2003 M, juz, 1, h. 361) Dari penjelasan dan uraian pendapat Imam Malik di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa menyela atau menginterupsi khotib yang isinya mencela dan menjelek-jelekkan orang, kelompok atau golongan tertentu maka bisa diperbolehkan, sepanjang hal itu adalah masuk dalam kategori laghw. Dan tentunya harus didukung dengan pengetahuan yang benar. Namun demikian jangan sekali-kali dilakukan tanpa dasar pengetahun yang kuat. Dan jika khatib tidak menanggapi interupsi atau peringatan kita maka jangan mendesak khatib untuk membenarkan khutbahnya. Alangkah baik dan bijaknya bila khatib jika dalam khutbahnya ada hal-hal yang “ngawur” maka diingatkan setelah selesai Sholat Jumat dengan ungkapan yang santun, tetap menghormati khotib dan menjaga kemuliaan masjid. Wallahua`lam. (*)