Syiar

6 Pilihan Lafal Niat Puasa Ramadhan dan Waktu Membacanya

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:12 WIB

6 Pilihan Lafal Niat Puasa Ramadhan dan Waktu Membacanya

Ilustrasi puasa. (Foto: NU Online)

Puasa di bulan Ramadhan diawali dengan membaca lafal niat, karena itu merupakan salah satu rukun puasa. Niat puasa dibaca di dalam hati pada malam hari, atau dapat dibaca sejak matahari terbenam hingga terbitnya fajar.


Menurut madzhab Syafi’i, puasa yang masuk kategori wajib (termasuk puasa Ramadhan), niat puasa dibaca pada malam hari, sebagaimana dijelaskan antara lain oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Kitab Hasyiyatul Iqna’ berikut ini:


ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر 


Artinya: Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah saw, “Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.” Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits.


Ini redaksi lafal niat puasa yang dapat dibaca sebelum melaksanakan puasa Ramadhan, dilansir dari NU Online.


Pertama:


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā 


Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala. 


Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarr-nya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah


Kedua:


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā 


Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.


Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya. 


Ketiga:


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā 


Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.


Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas badal  kata “hādzihi” yang menjadi mudhaf ilaihi dari “Ramadhani”.  


Keempat:


 نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ 


Nawaitu shauma Ramadhāna 


Artinya: Aku berniat puasa bulan Ramadhan.


Kelima:


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ 


Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhāna 


Artinya: Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan. 


Keenam


نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ 


Nawaitu shaumal ghadi min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna


Artinya: Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.


Perbedaan redaksi pelafalan ini tidak mengubah substansi lafal niat puasa Ramadhan. Redaksi (1) dikutip dari Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu. Redaksi (2) dan (6) bersumber dari Kitab Asnal Mathalib. Redaksi (3) dikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam. Sedangkan redaksi (4) dan (5) diambil dari Kitab I’anatut Thalibin.