• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Syiar

5 Prinsip dalam Menjaga Hati agar Selalu Bersih

5 Prinsip dalam Menjaga Hati agar Selalu Bersih
5 Prinsip dalam Menjaga Hati agar Selalu Bersih (Foto: NU Online)
5 Prinsip dalam Menjaga Hati agar Selalu Bersih (Foto: NU Online)

Baik buruknya perilaku seorang manusia sangat bergantung pada hatinya. Jika hatinya baik maka perilakunya akan baik. Sebalikmya, bila hatinya buruk maka akan berakibat pada buruknya perilaku manusia tersebut.


Dalam sebuah hadits bahkan disebutkan, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati.


Hati juga merupakan bagian yang paling mudah terpengaruh, mudah berubah, dan juga sulit diobati. Tak heran bila para ulama tasawuf memiliki perhatian besar terhadap urusan yang satu ini. Salah satunya ialah Imam al-Ghazali. 


Dilansir dari NU Online, Imam al-Ghazali menyatakan, siapa pun yang hendak menata laku amalnya, maka mulailah dengan menata hati. Namun, ia tidak akan mampu menata hatinya dengan baik, sebelum mengetahui lima hal prinsip tentangnya.


Pertama, Allah maha mengetahui apa pun yang tersimpan, yang terbesit, dan dirahasiakan dalam hati hamba-hamba-Nya. Hal itu berdasarkan firman-Nya sebagai berikut ini.


وَاللهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ


Artinya: Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu (QS al-Ahzab [33]: 51).


Ayat-ayat lain yang senada di antaranya adalah:


1. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati (QS al-Mukmin [40]: 19). 


2. Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan (QS al-Nahl [16]:19).


3. Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan (QS al-Maidah [5]: 99). 


Namun, intinya siapa pun yang sudah sampai pada hakikat ini, tidak akan berani menyimpan atau merahasiakan sesuatu yang tidak baik dalam hatinya. Sebab, semuanya diketahui secara pasti oleh Allah swt.


Kedua, Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah saw:


إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ


Artinya: Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa (HR Al-Thabrani).


Ketiga, hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lain ibarat rakyat yang mengikutinya. Jika yang diikuti baik, maka pengikutnya pun akan baik. Jika pemimpinnya lurus, maka rakyatnya juga lurus. Adakalanya, pemimpin lurus, rakyatnya terkadang tidak lurus, apalagi pemimpinnya tidak lurus. Atas hal ini Rasulullah saw menyatakan:


أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ


Artinya: Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati (HR al-Bukhari).


Demi menjaga setiap amalan tetap baik, maka siapa pun harus menjaga dan selalu memperbaiki keadaan hatinya.


Keempat, hati adalah gudang berbagai macam permata berharga dan makna-makna penting bagi seorang hamba. Permata pertama adalah akal, sedangkan permata paling mulia adalah makrifat kepada Allah, yang merupakan sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. Permata berikutnya adalah mata hati (bashirah) yang menjadi modal untuk mendekat dan menghadap kepada Allah. 


Selanjutnya adalah niat yang tulus dalam ketaatan, sekaligus yang menjadi faktor penentu tercapai dan tidaknya pahala kekal di sisi Allah. Berikutnya ialah macam-macam ilmu, hikmah, pengetahuan, yang menjadi faktor kemuliaan hamba, baik di hadapan Allah maupun di hadapan makhluk. Permata terakhir ialah perangai atau sifat-sifat yang terpuji.


Kelima, hati memiliki beberapa keadaan berikut ini.

Hati selalu menjadi sasaran serangan lawan. Dalam hal ini adalah serangan setan. Setan selalu mengintai kelengahannya. Ketika pemiliknya berdzikir, setan sedikit menjauh darinya. Namun, ketika pemilik hati lalai, setan kembali membisikinya. Di saat yang sama hati juga menjadi tempat turunnya bisikan baik, terutama ilham dan bisikan malaikat. Sehingga hati tidak terlepas dari dua sumber bisikan tersebut.


Kesibukan hati jauh lebih banyak dari kesibukan anggota tubuh yang lain. Bagaimana tidak karena akal dan hawa nafsu berada di dalamnya. Tak heran hati menjadi tempat pertarungan antara dua pasukan besar, yakni pasukan nafsu beserta bala tentaranya dan pasukan akal beserta bala tentaranya.


Khawatir atau bisikan yang datang ke dalam hati jumlahnya sangat banyak. Bisikan itu ibarat anak panah yang diarahkan kepadanya. Ia bagaikan air hujan yang terus menghujaninya baik siang maupun malam. Seorang ulama mengatakan, dalam sehari semalam, hati tidak kurang menerima tujuh puluh ribu bisikan, baik bisikan baik maupun bisikan yang buruk. Tidak ada yang bisa menolak bisikan itu. Berbeda dengan mata yang bisa beristirahat dengan menutupkan kedua bibirnya, hati terus-menerus dihujani bisikan.


Mengatasi dan mengendalikan keadaan hati sangatlah sulit. Pasalnya, keadaan hati tidak terlihat. Apa yang terjadi di dalamnya terkadang tidak bisa dirasakan, sampai akibatnya benar-benar terlihat. Penyakit hasud atau dendam, misalnya. Tidak mudah dideteksi dan dihilangkan seseorang. Dibutuhkan upaya keras, pandangan yang tajam, timbangan yang matang, dan pelatihan jiwa, untuk mengobatinya.


Kerusakan yang menimpa hati begitu cepat. Keadaannya mudah berubah. Para ahli bahasa menyatakan, mengapa hati disebut dengan kalbu? Karena ia berasal dari kata qalbu, yang dalam bahasa Arab, berarti sesuatu yang mudah sekali berubah (Lihat: al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin, [Surabaya: Maktabah Muhammad ibn Ahmad], hal. 34-35).


Demikian 5 prinsip dalam menjaga hati agar selalu bersih. Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita semua, untuk selalu berada dalam kebaikan. Dan semoga kita mampu menjaga hati agar harus selalu bersih dari berbagai macam penyakit.
 


Syiar Terbaru