• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Nuzulul Qur’an, Mengilhami Literasi Al-Qur’an

Nuzulul Qur’an, Mengilhami Literasi Al-Qur’an
Dekan FDIK UIN Raden Intan, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa)
Dekan FDIK UIN Raden Intan, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa)

Bulan Ramadhan disebut juga bulan turunnya Al-Qur’an, syahru Ramadhan syahrul Qur’an. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 185:


شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ


Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).


Ayat tersebut juga menimbulkan sejumlah pertanyaan sebagai berikut, kapan sejarah turunnya Al-Qur’an? mengapa Al-Qur’an turun berangsur-angsur selama 23 tahun? apa tujuan dan fungsi Al-Qur’an? bagaimana kodifikasi Al-Qur’an sebagai literasi Al-Qur’an untuk mentradisikan dan menggiatkan umat Islam istiqamah membaca Al-Qur’an dan memahaminya serta mengamalkannya?


Sejumlah pertanyaan tersebut, dapat dijelaskan dengan uraian sebagai berikut:


1. Historisasi Literasi  Al-Qur’an

Sejarah turunnya Al-Qur’an dimulai pada tahun 610 M di Gua Hira saat Nabi Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril. Surah dan ayat-ayat Al-Qur’an pertama kali turun adalah Surah Al-‘Alaq ayat 1-5.


Al-Qur’an kemudian turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun sampai tahun 632 M saat wafatnya Nabi Muhammad. Proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap selama 23 tahun memberikan waktu bagi umat Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran baru yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk menjadi pedoman umat Islam dalam berpikir, bersikap dan berperilaku yang Qur’ani agar mereka mendapat petunjuk, rahmat, dan penawar dari Allah Swt.


2. Mentradisikan Literasi Al-Qur’an


Begitu urgen bagi umat Islam untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai literasi yaitu bacaan sehari-hari karena Al-Qur’an memiliki tujuan dan fungsinya. Tujuan dan fungsi Al-Qur’an sangatlah luas, namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:


Pertama, Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup

Al-Qur’an merupakan pedoman dan panduan utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Yaitu Al-Qur’an berfungsi sebagai Hudan atau petunjuk bagi umat Islam (QS Al-Baqarah: 2) bahkan petunjuk bagi umat manusia pada umumnya (QS Al-Baqarah: 185).


Sebagai petunjuk, Al-Qur’an memuat berbagai kandungan isinya. Bahwa isinya mencakup petunjuk moral, etika, hukum, dan nilai-nilai spiritual yang membimbing individu untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam.


Kedua, Pemeliharaan ajaran Al-Qur’an 

Turut berperan dalam menjaga kesucian ajaran Islam dari penyimpangan atau perubahan seiring waktu. Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan firman Allah yang tidak berubah, Al-Qur’an menjadi landasan utama bagi pemeluk Islam dalam memahami agama mereka.


Ketiga, Al-Qur’an sebagai sumber hukum atau pranata sosial

Al-Qur’an diturunkan juga merupakan sumber hukum primer dalam Islam, yang digunakan untuk merumuskan hukum-hukum syariah yang mengatur berbagai aspek kehidupan. 


Mulai dari keimanan, ibadah hingga muamalah (hubungan sosial dan ekonomi) dan akhlak. Secara holistik Al-Qur’an mengatur segala aspek kehidupan manusia beragama di dunia hingga urusan akherat.


3. Kodifikasi Al-Qur’an 

Kodifikasi Al-Qur’an merupakan upaya penghimpunan dan penulisan Al-Qur’an untuk dibukukan menjadi bacaan bagi umat Islam. Sejak turunnya Al-Qur’an dan Nabi Muhammad mengajarkannya kepada para sahabat beliau, merupakan proses literasi Al-Qur’an mulai sejak saat itu dan terus berlangsung hingga kini.


4. Literasi Al-Qur’an 

Literasi Al-Qur’an dilakukan melalui proses kodifikasi Al-Qur’an, dan penulisan Al-Qur’an yang diawasi oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Setelah wafatnya Nabi Muhammad (632 M), Khalifah Abu Bakar memerintahkan pengumpulan semua naskah Al-Qur’an yang tersebar untuk disatukan menjadi satu teks standar yang dikenal sebagai Mushaf Utsmani. Hal ini dilakukan untuk mencegah perbedaan atau penyimpangan dalam teks Al-Qur’an.


5. Urgensi Literasi Al-Qur’an 

Sebagai literasi Al-Qur’an, penting untuk mentradisikan dan menggiatkan umat Islam agar istiqamah dalam membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai upaya seperti pengajaran Al-Qur’an sejak dini, pelatihan membaca Al-Qur’an dengan tartil (tajwid), dan penerapan ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.


Oleh sebab itu, umat Islam agar selalu mentradisikan Al-Qur’an, istiqamah membaca Al-Qur’an yang setiap huruf Al-Qur’an mengandung 10 pahala bagi pembacanya. Contoh bacaan Basmalah mengandung 19 huruf, maka bagi pembacanya mendapatkan 10 x 19 huruf berarti 190 pahala. 


Jikalau kita membaca Surat Al-Fatihah ada berapa huruf dan dikalikan 10, begitu banyak pahala bagi pembacanya. Hitungan pahala membaca Al-Qur’an untuk memotivasi siapa yang tergerak hati untuk membacanya. 


Tetapi bagi orang yang istiqamah  membaca Al-Qur’an meski ia tak menghitung jumlah huruf  Al-Qur’an yang dibacanya sudah otomatis Allah yang membalas pahala, bahkan balasan kebaikan seperti rahmat, syifa, barakah, maghfirah, dan lainnya. 


Mari kita budayakan literasi Al-Qur’an, gerakan baca tulis Al-Qur’an, dan bergiat menggiatkan Al-Qur’an beserta isi kandungannya untuk kita pahami dan amalkan Al-Qur’an al-Karim.


KH Abdul Syukur, Dekan FDIK UIN Raden Intan dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung
 


Opini Terbaru