• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Hakikat Manusia dan Kewajiban Beribadah

Hakikat Manusia dan Kewajiban Beribadah
Manusia Diciptakan untuk Beribadah
Manusia Diciptakan untuk Beribadah

MANUSIA adalah makhluk berakal budi yang mampu menguasai makhluk lain. Sementara makhluk adalah sesuatu yang dijadikan atau diciptakan oleh Tuhan.

 

Secara bahasa makhluk berasal dari kata kholaqo – yakhluqu yang artinya menciptakan dengan mengikuti wazan maf'ulun sebagai objek menjadi makhluqun yang artinya diciptakan. 

 

Makhluk itu berlawanan dengan kata Kholiq yang mengikuti wazan fa'ilun sebagai pelaku yang artinya pencipta. 

 

Makhluk hidup terbagi menjadi tiga, yakni manusia, hewan dan tumbuhan. Dan manusia-lah yang menjadi makhluk hidup paling sempurna diantara ketiga makhluk tersebut. 

 

Manusia mampu menguasai makhluk lain dan memiliki akal sebagai daya pikir untuk memahami sesuatu dan naluri sebagai dorongan hati atau nafsu yang di bawa sejak lahir. 

 

Adapun proses penciptaan manusia berdasarkan Al-Qur’an ialah bermula dari saripati tanah dikonsumsi oleh akar tumbuhan, tumbuhan dikonsumsi oleh manusia menjadi darah, kemudian diproses hingga menjadi sperma. 

 

 

Lalu manusia berpasang-pasangan hingga sel sperma tersebut membuahi sel telur perempuan. Setelah sel telur tersebut dibuahi, sperma berproses menjadi zigot berupa segumpal darah menjadi segumpal daging. Lalu terbentuklah tulang hingga diselimuti daging dan terus berkembang menjadi sistem organ hingga menjadi manusia.

 

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Telah Aku ciptakan jin dan manusia, tak ayal hanyalah untuk menyembah kepada-Ku.” (Q.S.Adz-Dzariyat : 56). Berlandaskan Ayat tersebut, dapat kita pahami bahwa tujuan pokok manusia beribadah kepada Tuhannya yang menciptakan. 

 

Ibadah itu sendiri berarti perbuatan untuk menyatakan bukti kepada Tuhan yang didasari ketaatan dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 

 

Ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh. 

 

Ibadah mahdhoh ialah ibadah yang terikat dengan syariat. Contohnya shalat, puasa, zakat, dan haji. 

 

Sebaliknya, ibadah ghoiru mahdhoh ialah ibadah yang tidak terikat dengan syari'at. Contohnya makan. Mengapa makan termasuk bagian dari ibadah? Karena makan dengan niat mengisi energi untuk melakukan aktivitas ibadah ghoiru Mahdhoh itu juga berpahala. 

 

Tak hanya makan, belajar juga termasuk bagian dari ibadah mahdhoh. Mengapa? Karena dengan belajar, kita menunjukkan rasa rendah diri kita atas Tuhan Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu. 

 

Bukan berarti kita belajar untuk melampaui pengetahuan Tuhan, tapi kita belajar sebagai upaya rasa syukur kita atas nikmat akal yang diberikan Tuhan. 

 

 

Sebagaimana syair yang ditembangkan oleh Syekh Az-Zarnuji pada kitab karangannya Ta’limul Muta’allim, “Belajarlah! Karena tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan berpengetahuan”. Begitu juga Hadits Rasulullah Saw, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. 

 

Tak hanya itu, belajar juga merupakan upaya kita untuk mengisi kemerdekaan. Hanya belajar yang dapat kita lakukan sebagai generasi penerus untuk melawan kebodohan guna menjadi pelopor pembangunan dan perkembangan negara yang beradab. 

 

Jadi pendidikan sangat berperan dalam proses pemanusiawian.

Bagaimana konsep manusia dalam hakikat pendidikan? Peran manusia ialah sebagai objek proses pemanusiawian dalam pendidikan, terutama pendidikan karakter. 

 

Dengan berhasilnya pembentukan karakter pada manusia atau peserta didik, hal itu dapat menunjang revolusi mental yang dapat membentuk etos kerja guna membantu pelaksanaan pembangunan dan kemajuan negara dengan tanpa meninggalkan empat pilar bangsa yang beradab sebagai upaya rasa syukur kita atas kemerdekaan. 

 

Sebagaimana maqolah K.H.Hasyim Asy’ari yakni Hubbul wathon minal iman yang artinya cinta tanah air sebagian dari iman.

 

(Nahdliya Izzatul Mutammimah/Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung)


Opini Terbaru