• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Opini

Guru Menurunkan Nasab Ilmu kepada Muridnya

Guru Menurunkan Nasab Ilmu kepada Muridnya
Guru mengajarkan ilmu pengetahuan dan menurunkan nasab ilmu (Foto: Dok NUO Lampung)
Guru mengajarkan ilmu pengetahuan dan menurunkan nasab ilmu (Foto: Dok NUO Lampung)

Ilmu dan pengetahuan merupakan komponen yang selalu menjadi cahaya bagi manusia. Menjadi jalan menuju kebenaran,  dan menjadi penuntun agar keluar dari kebodohan. 

 

Semua umat manusia pasti memiliki rasa ingin tahu tentang segala sesuatu. Begitu juga yang dirasakan leluhur kita, Nabi Adam as, yang juga banyak mempertanyakan segala sesuatu yang ada di Surga. Sehingga Malaikat mengajarinya nama-nama setiap yang dijumpainya. 

 

Rasa keingintahuan tersebut diwariskan turun temurun kepada keturunannya, salah satunya Nabi Ibrahim as. Dalam Al-Qur'an direkam tentang perjalanan intelektual Nabi Ibrahim yang mempertanyakan siapa itu Tuhan, siapa pencipta alam semesta. Dari keraguannya terhadap matahari dan bulan yang semua dianggap Tuhan, hingga menemukan Tuhan yang sejati. 

 

Dari rasa ragu, berdialektika dengan dirinya sendiri lewat alam, hingga Nabi Ibrahim menemukan data ilmiah jawaban tentang apa dan siapa yang ia cari. 

 

Selain Nabi Ibrahim, kita juga mengenal para filsuf yang mempertanyakan alam semesta. Terbuat dari apa alam semesta itu? Hingga Thales, seorang Filsuf Yunani kuno berpendapat bahwa alam semesta tercipta dari air. Dari Thales kemudian melahirkan generasi filsuf-filsuf dan ilmuan yang terkemuka, seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. 

 

Lanjut ke zaman Islam. Sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi Rasul, bangsa Arab dan tatanan dunia berubah dengan drastis. Ilmu pengetahuan Islam juga berkembang dengan pesat. 

 

Dengan dipandu wahyu Al-Qur'an, ilmu pengetahuan di dunia Islam mencapai titik puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah, pada pemerintahan Khalifah Al-Makmun dan Harun Ar-Rasyid. 

 

Setelah keilmuan umat Islam redup, Barat mulai bangkit menerima estafet keilmuan yang baru. Hingga akhirnya banyak menemukan alat-alat modern dan teknologi yang canggih sejak revolusi industri di Inggris. 

 

Semua itu merupakan ringkasan dari perjalanan panjang ilmu dan pengetahuan yang selalu dicari dan digeluti umat manusia. 

 

Dari perjalanan para pencari ilmu, maka ada dua poros utama, satu pemberi ilmu (guru) dan satu penerima ilmu (murid). Tanpa guru, murid tidak akan maksimal mendapatkan ilmu, dan tanpa murid guru tidak bisa mewariskan ilmunya. 

 

Hubungan guru dan murid dalam dunia Islam, khususnya kalangan pesantren sangatlah ketat, terutama ilmu agama, karena berkaitan dengan sumber primer ilmu yakni Al-Qur'an dan Al-Hadits. 

 

Maka ilmu yang diturunkan harus sesuai dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Itulah sebabnya pesantren sangat menghargai sanad (mata rantai) keilmuan. 

 

Seorang guru memang bukan orang tua kandung yang melahirkan, tetapi orang tua ruhani yang mulianya sama dengan orang tua kandung. 

 

Nasab anak ke bapak adalah "bin/binti" (anak laki-laki/perempuan), sedang nasab murid ke guru adalah "'an" (dari). Jika nasab bapak menurunkan ke bumi, maka nasab guru menaikkan ke langit, hingga akhirat.

 

Penjagaan nasab senantiasa selalu dilestarikan. Seperti santri belajar Al-Qur'an dengan salah satu qiraahnya (bacaannya) 7 imam, maka bacaan tersebut harus sesuai sampai mata rantai teratas, yakni ke Rasulullah saw.

 

Sebagai contoh lagi, jika kita bermazhab Syafi'i, maka mata rantai keilmuan kita jika dirunut ke atas sampai kepada Imam Syafi'i, begitu juga dengan Mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali. Meski setiap orang yang mengikuti mazhab tertentu tidak mengambil semua ilmu yang berasal dari Imam Mazhab, tetapi setidaknya nasab (sanad) ilmu tersebut menyelamatkan santri dari kekeliruan.

 

Maka setiap orang pasti bermazhab dengan imam tertentu, karena tidak mungkin orang pertama kali lahir ke dunia langsung alim dan mahir dalam ilmu agama. Jika ada orang yang mengatakan anti mazhab atau tidak mengakui mazhab, itu hanyalah pernyataan keliru dan tidak logis, karena seorang belajar shalat pasti memiliki guru, gurunya ke gurunya lagi, sampai Imam Mazhab dan seterusnya sampai kepada Rasulullah saw.

 

Ini juga berlaku dengan semua ilmu yang ada di dunia, seperti ketika kita belajar ilmu Mantiq (logika) maka sanadnya akan sampai kepada seorang filsuf Yunani yakni Aristoteles. Begitu juga dengan ilmu algoritma, aljabar, geometri, fisika, kimia, ilmu gizi dan lain sebagainya.

(Yudi Prayoga)


Opini Terbaru