• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 13 Mei 2024

Opini

Guru, Jangan Biasakan Membocorkan Jawaban ketika Ujian

Guru, Jangan Biasakan Membocorkan Jawaban ketika Ujian
Guru harus mengajar anak-anak muridnya agar selalu berperilaku jujur (Ilustrasi Foto: NU Online)
Guru harus mengajar anak-anak muridnya agar selalu berperilaku jujur (Ilustrasi Foto: NU Online)


Ujian merupakan rutinitas  pendidikan di Indonesia bahkan luar negeri yang masih dilestarikan hingga saat ini. Ujian ini sifatnya mengevaluasi kemampuan anak terkait materi yang telah dipelajari selama masa pembelajaran. 

 

Bentuknya bisa berupa ujian harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester ganjil dan ujian akhir semester genap. Atau juga bisa berupa ujian praktek atau ujian jenis lainnya. 

 

Semua itu dilakukan agar guru atau sekolah mengetahui gambaran kemampuan intelektual, daya tangkap dan daya pikir para siswanya secara orisinil. 

 

Akan tetapi, praktek di lapangannya banyak hasil yang tidak otentik dalam mengetahui keorisinalan intelektual seorang siswa. Ada yang tidak pernah pernah belajar, tetapi memiliki nilai yang besar, ada yang tekun hasilnya biasa saja, standar. 

 

Hal itu terjadi, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah bebasnya para siswa mencontek ketika sedang ujian atau diberikan bocoran jawaban dari guru pengawasnya. 

 

Seharusnya, guru tidaklah mudah memberikan jawaban kepada siswa yang sedang ujian, karena ujian bersifat sakral, yakni menguji materi soal yang dibuat guru dan menguji kemampuan siswanya selama pembelajaran di sekolah. 

 

Jika guru ingin membantu nilai seorang siswa, cukup bantulah di akhir, bukan waktu ujian. Karena nilai di akhir bisa diubah sesuai dengan kebijakan sekolah dan guru,  dengan melihat beberapa faktor yang lebih penting, seperti akhlaknya yang baik, sopan santun, tidak pernah melawan guru, rajin shalat 5 waktu secara berjamaah, dan aspek lainnya. 

 

Sehingga, itu bisa menjadi acuan berubahnya nilai seorang siswa, karena penilaian akhir seorang siswa tidak hanya diambil dari intelektualnya, akan tetapi dari karakter, intuisi dan berbagai faktor pendukung pembelajaran. Justru kadang penilaian di luar intelektual lebih penting dan lebih mengena. 

 

Tidak memberikan contekan di kelas, berarti guru telah membantu proses berpikirnya para siswa. Biarkan akal para siswa bekerja sesuai kemampuannya, jangan padamkan proses berpikirnya dengan contekan yang membuatnya akan tumpul dalam berpikir. Sehingga ketika dia akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dia akan kecanduan untuk mencontek, daripada mencoba untuk berpikir sendiri dengan jernih dan orisinil. 

 

Padahal, ketika siswa terbiasa berpikir orisinil, maka akalnya akan selalu terasah, dan menghasilan hipotesa-hipotesa yang baik. 

 

Karena, pendidikan yang baik adalah yang menghargai proses berpikir, bukan sekedar menghargai nilai-nilai atau angka-angka. Sedangkan proses berpikir sendiri, merupakan pondasi dari siswa untuk kelangsungan pendidikan bangsa. 

 

Selain itu, soal yang dibuat guru merupakan harga diri guru itu sendiri. Karena membuatnya butuh perenungan, pemikiran dan evaluasi yang mendalam. Sehingga sangatlah hina dan murah ketika soal yang dibuat dengan sungguh-sungguh, dikerjakan oleh siswanya dengan main-main, bahkan bersifat formalitas. 

 

Selain itu juga, tidak membantu siswa dalam mencontek merupakan ibadah yang mulia, karena di dalam proses ujian, guru telah mengajarkan dan menerapkan kejujuran terhadap diri sendiri, ketaatan terhadap peraturan, dan tata krama ketika di ruang ujian. 

 

Ketat dalam ujian bukanlah hal yang buruk, karena guru sedang menerapkan pembelajaran dengan karakter dan orisinil dalam berpikir. Jika semacam ini diterapkan secara menyeluruh, maka Indonesia tidak akan kekurangan cendekiawan  yang jujur. Bukan sekedar seperti perkataan Bung Hatta yang mengatakan Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan orang yang jujur.

 

Maka dari itu, saat ini, mulailah untuk tidak mudah memberikan bocoran kepada siswa yang sedang ujian, karena hal tersebut justru menumpulkan daya pikir para siswa. Biarkan akal mereka bekerja dengan semestinya. Karena membiasakan akal berpikir yang baik, maka akan menghasilkan keputusan yang baik pula. 

 

Sekali lagi, jika ingin membantu nilai siswanya, bantulah di akhir. Nilailah dengan berbagai aspek dan sudut pandang dari kehidupan sehari-hari. Bisa dari akhlaknya, religinya, dan sebagainya, yang justru kadang itu lebih penting dari sekedar formalitas intelektual. 

(Yudi Prayoga)


Opini Terbaru