Khutbah

Khutbah Jumat: Sebuah Keistimewaan dari Kisah Gagalnya Berangkat Haji

Rabu, 15 Mei 2024 | 07:02 WIB

Khutbah Jumat: Sebuah Keistimewaan dari Kisah Gagalnya Berangkat Haji

Ilustrasi haji (Foto: NU Online)

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Ia juga menjadi salah satu ibadah yang bersyarat yakni ketika mampu secara fisik, harta, dan mental. Sehingga ketika ada umat Islam tidak mempu dari ketiga kategori tersebut maka ia dimaafkan oleh Allah swt.


Sesungguhnya ibadah haji merupakan ibadah yang membutuhkan persiapan yang matang dengan kondisi yang tepat. Jangan sampai kita berangkat haji, sedang keluarga atau tetangga masih ada yang kelaparan dan sangat membutuhkan uluran tangan kita


Khutbah I


الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ فِي الْمَالِ حَقًّا لِلْفُقِيْرِ وَالمِسْكِيْنِ وَسَائِرِ اْلمُحْتَاجِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ


Hadirin rahimakumullah, 

Pada kesempatan yang mulia ini, di atas mimbar, khatib mengajak kepada jamaah Jumat sekalian, dan khususnya kepada diri khatib pribadi untuk selalu meningkatkan takwa kita kepada Allah swt, yakni dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena sesungguhnya orang yang bertakwa akan mendapatkan anugerah dari Allah swt. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 28.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَاٰمِنُوْا بِرَسُوْلِهٖ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَّحْمَتِهٖ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهٖ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ   


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Nabi Muhammad), niscaya Allah menganugerahkan kepadamu dua bagian dari rahmat-Nya dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu berjalan serta Dia mengampunimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-Hadid: 28). 


Hadirin rahimakumullah,

Segala puji milik Allah swt, Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta seisinya, dan tiada kejadian apapun di dalamnya, tanpa pengawasan-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Teliti, Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi.


Shalawat beserta salam tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, Nabi yang membawa syariat Islam dengan segala kesempurnaannya. Semoga kita tetap istiqamah menjalankan ajaran mulianya dan diakui sebagai umatnya hingga di akhirat. Aamin.


Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Dalam kitab An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi dikisahkan, suatu hari seorang ulama zuhud Abdullah bin Mubarak berangkat menuju Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni haji. Namun, ketika ia sampai di kota Kufah, perjalanannya terhenti beberapa saat hingga dirinya batal menunaikan ibadah haji.


Yang membuat Abdullah bin Mubarak menghentikan perjalanannya adalah kondisi miris seorang perempuan di kota Kufah tersebut yang terpaksa mengonsumsi bangkai itik. Tidak sendirian, perempuan itu juga mengajak pula anak-anaknya untuk memakan bangkai tersebut sebagai santapan keluarga. 


Abdullah bin Mubarak sempat menegurnya beberapa kali bahwa konsumsi semacam itu haram menurut agama. Nasihat ini gagal, hingga ia terkejut dengan kenyataan bahwa keluarga tersebut memakan bangkai karena alasan keterpaksaan.


Perempuan dan anak-anaknya tersebut sudah tiga hari tidak mendapat makanan untuk disantap, sehingga mereka menelan apa saja yang bisa dimakan. Hati Abdullah bin Mubarak menangis, ia lantas menyedekahkan keledai tunggangannya, beserta barang-barang bawaannya, termasuk makanan dan pakaian, kepada keluarga tersebut.


Persoalannya adalah Abdullah bin Mubarak kini tak memiliki bekal untuk melanjutkan perjalannya ke tanah suci. Perjalanannya tertunda beberapa lama di kota Kufah sampai musim haji lewat dan ia pun gagal melaksanakan haji tahun itu.


Ketika pulang ke kampung halaman, alangkah kagetnya ia lantaran mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat sebagai orang yang baru datang dari ibadah haji. Abdullah bin Mubarak pun protes campur malu, dan berterus terang bahwa kali ini ia gagal pergi ke Tanah Suci. “Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini,” katanya meyakinkan orang-orang yang menyambutnya.


Sementara itu, teman-temannya yang berhaji menyampaikan pernyataan yang membuat Abdullah bin Mubarak semakin bingung. Mereka mengaku berada di Makkah bersama Abdullah dan ikut membantu teman-temannya itu membawakan bekal, memberi minum, atau membelikan sejumlah barang.


Setelah peristiwa yang membingungkan itu, Abdullah bin Mubarak pada malam harinya mendapat jawaban melalui mimpi. Dalam tidur itu, Abdullah mendengar suara, “Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan mengutus malaikat menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji.”


Hadirin rahimakumullah,

Masyaallah, ini merupakan anugerah dari Allah swt yang diberikan kepada hambanya yang memiliki empati yang tinggi kepada sesama manusia. Abdullah lebih mendahulukan ibadah sosial dari ibadah individu. 


Hal ini bukan berarti ia meremehkan ibadah individu, akan tetapi membantu orang lain yang kesusahan juga merupakan bentuk kasih sayangnya Allah. Perbuatan ini selaras pula dengan kaidah fiqih:


المُتَعَدِّيْ أَفْضَلُ مِنَ القَاصِرِ


Artinya: Ibadah sosial lebih utama ketimbang ibadah individual.


Kaidah ini menegaskan bahwa dalam kehidupan, kita harus bisa memetakan pandangan mana fiqih yang lebih prioritas (al fiqh al awlawi), mana yang setelahnya.


Hadirin Jamaah Jumar Rahimakumullah,

Kisah tersebut mengajarkan kepada kita ketika hidup di masyarakat, bahwa ketika di sekitar kita ada tetangga yang masih kekurangan dan membutuhkan uluran tangan, maka seyogianya kita utamakan pertolongan tersebut, meski kita akan melaksanakan ibadah yang bersifat rukun.


Itu lah kenapa, dalam agama Islam, haji diwajibkan hanya bagi yang mampu. Bukan hanya mampu secara harta dan fisik, tetapi juga mampu secara mental. Tidak mampu secara mental inilah yang mendorong Abdullah tidak tega melanjutkan perjalanan untuk ibadah haji dan mementingkan memberikan perbekalannya untuk wanita tersebut. 


Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 97:


وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا


Artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah (QS Ali Imran: 97).


Selanjutnya, pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Abdullah bin Mubarak adalah tentang melaksanakan “al-birru” atau kebajikan yang memang sangat dianjurkan dalam Islam. Ia mengajarkan kepada kita dengan mensedekahkan hartanya yang seharusnya cukup untuk perbekalan haji menjadi tidak cukup untuk melanjutkan perjalanan. Al-Qur’an menyebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 92:


لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ


Artinya: Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan (yang sempurna), sebelum kalian mendermakan sebagian dari hartamu yang kamu cintai (QS Ali Imran: 92).


Hadirin rahimakumullah,

Demikian, khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua, baik yang mendengarkan maupun yang membaca. Semoga kita menjadi hamba yang selalu bertakwa, berbuat baik kepada sesama, dan selalu meniru suri teladan dari orang-orang saleh. 


Dan semoga kita termasuk orang-orang yang kelak ditakdirkan bisa menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Aamin ya rabbal alamin.


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Ustadz Yudi Prayoga, Sekretaris MWCNU Kedaton Bandar Lampung