Keislaman

Kisah Sungai Nil dan Surat dari Khalifah Umar bin Khattab

Sabtu, 27 Juli 2024 | 06:51 WIB

Kisah Sungai Nil dan Surat dari Khalifah Umar bin Khattab

Ilustrasi sungai NIl (Foto: NU Online)

Sungai adalah aliran air yang mengalir dan bergerak dari dataran tinggi ke dataran rendah, hingga akhirnya dengan pasokan air tersebut menuju ke lautan, danau, kolam, atau bahkan sungai lain. 


Sehingga untuk ukurannya sendiri dapat bervariasi dalam ukuran dan tidak ada definisi yang keras atau aturan tentang seberapa besar aliran air harus dikategorikan sebagai sungai.


Membicarakan masalah sungai, penulis ingat suatu kisah menarik tentang sungai Nil yang mengering dan surat dari Khalifah Umar bin Khattab untuk sungai Nil pada waktu itu. 


Kisah tersebut tertulis dalam beberapa kitab para ulama, seperti Bughyatul Adzkiya’ karangan Syekh Mahfudz at-Tarmasi, kitab Al-Bidayah wa Nihayah karangan Ibnu Katsir dan kitab Uyunul Hikayah karangan Imam Ibnu Jauzi.


Setelah Mesir ditaklukkan oleh Amr bin Al-Ash, ia ditemui oleh para penduduk pada saat memasuki bulan Ba’unah. Mereka datang untuk menceritakan tradisi turun temurun yang dilakukan pada setiap malam ke-12 bulan itu.


Penduduk Mesir berkata, “Wahai Amir (pemimpin), sesungguhnya kami memiliki tradisi berkaitan dengan sungai, dan sungai ini tidak akan mengalir kecuali dengan (menjalankan) tradisi itu.”


Amr bin al-Ash sang Gubernur Mesir bertanya kepada mereka, “Tradisi apakah itu?”


Penduduk Mesir menjawab, “Apabila telah berlalu 12 malam dari bulan ini, kami mengambil gadis perawan dari kedua orang tuanya. Kami mempercantik gadis perawan itu dengan perhiasan dan pakaian yang terbaik, lalu melemparkannya ke Sungai Nil sehingga air sungai pun kembali mengalir.”


Amr bin al-Ash berkata, “Perbuatan itu tidak diperbolehkan dalam Islam, dan sesungguhnya Islam datang untuk meruntuhkan ajaran yang ada sebelumnya.”


Hari berganti dan bulan berlalu, namun Sungai Nil tidak kunjung mengalir bahkan menyusut drastis sejak bulan Ba’unah. Abib dan Masra-bulan penanggalan orang Qibb, yakni bulan ke-10, 11, 12.


Penduduk Mesir pun bersiap-siap untuk mengungsi meninggalkan Mesir mencari mata air dan kehidupan baru. Mengetahui hal itu, Amr bin Al-Ash menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab melaporkan hal tersebut.


Menanggapi persoalan itu, dalam suratnya Khalifah Umar menyatakan bahwa keputusan dari Amr bin Al-Ash sudah benar. “Kebijakan yang telah engkau ambil sudah tepat karena Islam meruntuhkan apa yang ada sebelumnya. Di dalam surat ini aku sertakan sebuah kartu untuk engkau lemparkan ke Sungai Nil,” demikian sebagian isi surat Umar.


Amr bin Al-Ash pun membuka kartu yang di dalamnya tertulis. “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin untuk Sungai Nil Mesir amma ba’du. Jika memang engkau mengalir karena keinginanmu sendiri, maka tidak perlu kau mengalir. Akan tetapi jika engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa, sebab Dia-lah yang membuatmu mengalir maka kami memohon kepada Allah agar membuatmu mengalir,” tulisnya.


Dilemparkanlah kartu itu ke sungai tepat sehari sebelum hari salib. Pada pagi harinya, Allah telah mengalirkan air setinggi 16 hasta (6–7 meter) hanya dalam satu malam. 


Kisah ini pulalah yang mengakhiri tradisi buruk penumbalan gadis perawan bagi penduduk Mesir. Betapa besar kuasa Allah, air tersebut masih mengaliri Sungai Nil hingga saat ini.


Kisah ini sangatlah masyhur, dan bukan diceritakan di kalangan umat Islam saja, akan tetapi juga masyhur di kalangan umat kristen Koptik. Serta kisah ini diceritakan secara turun temurun.


Cerita tersebut mengajarkan kepada kita, agar tidak memiliki keragu-raguan kepada Allah swt. Kalau kita berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan memberikan sesuai apa yang menjadi prasangka hamba-Nya. 

(Yudi Prayoga)
Â