
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Prof. Moh. Mukri beramah tamah dengan jemaah setelah shalat Idul Adha di Lapangan Way Dadi Sukarame Bandar Lampung. (Foto: Istimewa)
Bandarlampung, NU Online Lampung
Kehidupan manusia di dunia ini tidak lepas dari karunia rezeki dan nikmat dari Allah swt yang jumlahnya tidak bakal bisa dihitung satu-persatu. Atas nikmat yang telah dikaruniakan tersebut tidak lain dan tidak bukan harus disyukuri agar semua yang telah didapat tetap bertahan. Lebih dari itu dengan bersyukur nikmat dari Allah pasti akan ditambah.
“Bersyukur itu tanda optimis. Orang pesimis tanda kurang bersyukur. Sehingga Idul Adha ini merupakan momentum tepat untuk mewujudkan optimisme dan rasa syukur dengan ibadah kurban,” ungkap Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Prof. Moh. Mukri setelah melaksanakan Shalat Idul Adha di Lapangan Stadion Mini Way Dadi Sukarame Bandarlampung, Senin (17/6/2024).
Perintah bersyukur dengan cara berkurban ini jelas-jelas telah ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 1 dan 2 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”
Maka hikmah penting dari berkurban adalah wujud syukur bisa berbagi rezeki dengan orang lain melalui daging kurban yang kita berikan. Maka beruntunglah orang yang bisa berkurban karena telah berbuat kebaikan untuk menjadikan orang bahagia.
“Dengan kurban maka akan terselenggara kebaikan. Dan berbahagialah seseorang yang menjadi asbab terwujudnya kebaikan dan memberi manfaat pada orang lain,” ungkap pria yang juga Ketua pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Terselenggaranya kebaikan lanjutnya, tidak harus dalam bentuk yang besar. Dari yang kecil dan inspiratif, kebaikan yang kita lakukan akan berdampak besar pada orang lain. Terlebih di era digital saat ini, kebaikan dan keburukan ‘bersaing’ di media sosial. Ia pun mengajak setiap individu untuk dapat menjadi orang yang menviralkan kebaikan untuk ‘mengubur’ kejelekan-kejelekan di media sosial.
“Kita harus berhati-hati di era Post Truth (pasca kebenaran) saat ini di mana kesalahan yang diviralkan terus menerus bisa dipahami sebagai kebenaran. Sehingga kita harus menviralkan kebaikan-kebaikan saja agar kesalahan bisa ‘terbenam’ di medsos,” ajaknya.
Dengan menyembelih kurban, itu juga bisa menjadi simbol kita menyembelih sifat-sfat jelek dan buruk dalam diri kita. Sifat kebinatangan seperti rakus, mau menang sendiri, tak mau diatur, mudah menyakiti yang lain harus ‘disembelih’ dan hilang dari setiap individu umat Islam.
“Semoga hikmah berkurban sebagai wujud syukur dan upaya menghilangkan sifat buruk dalam diri kita bisa benar-benar mampu mewujudkan masyarakat yang rukun dan damai,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)