Tokoh

Peran Nyai Dlomroh Lirboyo yang Mendukung Perjuangan Suami dan Besarnya Pondok Pesantren 

Kamis, 4 Juli 2024 | 12:25 WIB

Peran Nyai Dlomroh Lirboyo yang Mendukung Perjuangan Suami dan Besarnya Pondok Pesantren 

Peran Nyai Dlomroh Lirboyo yang Mendukung Perjuangan Suami dan Besarnya Pondok Pesantren . Sumber Alif.ID

Peranan seorang istri bagi seorang suami merupakan hal yang penting dalam hidup. Jika suaminya seorang kiai, maka akan membantu dalam proses berdakwahnya. Mulai dari tukar pikiran, finansial, strategi dan penambahan ilmu pengetahuan. Selain itu, istri juga harus memberi dukungan berupa keteguhan, kesabaran dan mental yang kuat pada suaminya ketika mengasuh pondok. 

 

Seorang istri adalah pendamping di kala susah dan penghibur di saat sedih, terlebih bagi seorang istri kiai yang mempunyai ratusan bahkan ribuan santri, maka dibutuhkan jiwa parenting dalam mengasuh pondok tersebut, karena menghadapi sebegitu banyak santri (anak) yang dititipkan. 

 

Di Indonesia, fenomena besarnya pondok pesantren hingga dewasa ini, yang tersorot hanya sosok kiainya saja. Padahal, di belakangnya ada sosok istri yang selalu berdoa, mendukung, tirakat, bagi para santri dan pondok pesantren, contohnya peran istri dari pendiri pondok pesantren Lirboyo Jawa Timur. 

 

Salah satu pondok pesantren besar di Jawa Timur tersebut didirikan oleh KH Abdul Karim bersama istrinya Nyai Dlomroh pada tahun 1910 M. Pondok tersebut berawal dari sebidang tanah kosong yang didirikan rumah dan langar sederhana untuk mengaji ilmu agama. Lambat laun, para pencari ilmu semakin banyak hingga sekarang mencapai 49.300 ribu santri.

 

Di balik besarnya pondok tersebut ada Nyai Dlomroh yang selalu mendukung perjuangan suaminya. Bahkan diceritakan, Nyai Dlomroh menyuruh suaminya untuk fokus mengajar ngaji saja, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, biar Nyai Dlomroh yang mencarinya dengan berjualan. 

 

Perjuangan Nyai Dlomroh tersebut wajib diapresiasi, karena beliau sangat menyayangi suaminya, menyayangi ilmu agama dan pesantrennya. Bersama suaminya tersebut, siang malam dijalaninya hidup dengan perjuangan, rasa syukur dan menerima segala pemberian Allah swt (qana’ah). 

 

Awal mula Nyai Dlomroh usaha, adalah mengembangkan usaha medel (mewarnai kain). Kemudian beberapa tahun berkeluarga, beliau memulai usaha dengan membuka warung yang menyediakan serta dan menjual kayu bakar kepada warga setempat. 

 

Nyai Dlomroh sendiri merupakan anak dari salah satu tokoh agama di Kediri, KH Sholeh Banjarmelati yang juga gigih dalam berdakwah melalui pondok pesantren. Semangatnya diturunkan kepada Nyai Dlomroh beserta menantunya KH Abdul Karim. Selain itu semangatnya juga diwariskan kepada beberapa pondok pesantren yang ada hubunganya dengan beliau, seperti pesantren Kedunglo, Jampes, Batokan dan Mojo.

 

Kegigihan Nyai Dlomroh untuk mengembangkan pondok pesantren Lirboyo Kediri, salah satunya terekam dalam buku “Pesantren Lirboyo, Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda”. Di dalamnya tercatat kisah-kisah dari beberapa kesaksian para tokoh yang menyebutkan bagaimana kehebatan beliau. Bahkan salah satu kisahnya yang menyebutkan beliau seperti Sayyidah Khadijah dari tanah Kediri. 

 

Pengisbatan kepada Sayyidah Khadijah, mungkin karena Nyai Dlomroh ikut memperjuangkan dakwah Islam dan membantu suaminya dalam bidang ekonomi. Hal ini sangat mirip dengan sosok Sayyidah Khadijah yang membantu awal dakwah Islam Rasulullah saw juga dalam hal ekonomi. 

 

Dalam hal ini seorang wanita mempunyai peranan yang sangat penting, bahkan menempati kesetaraan dalam porsi tugasnya masing-masing, seperti yang telah disebutkan dalam sebuah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

 

عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: «إنَّ الله لا ينْظُرُ إِلى أجْسَامِكُمْ، ولا إِلى صُوَرِكمْ، وَلَكن ينْظُرُ إلى قُلُوبِكمْ وأعمالكم».  [صحيح] - [رواه مسلم] 

 

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak memandang pada fisik kalian, tidak pula pada bentuk rupa kalian, tetapi Dia memandang pada hati dan amal-amal kalian (HR Muslim).

 

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa sifat maskulin dan feminim bukanlah kodrat khusus yang ada pada satu gender saja, melainkan Allah anugerahkan pada keduanya, yang mampu berada dan berubah sesuai dengan kondisi masing-masing. Dalam rumah tangga sendiri, tidak ada kewajiban untuk memiliki peran yang dikhususkan dalam gender, semua itu tergantung bagaimana kesepakatan pasangan suami istri tersebut.

 

M Shokhibul Huda S Ag, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ma’arif Lampung (UMALA)