Syiar

Ngaji Tafsir Online Surat Ali Imran: Memahami Sifat Allah al-Hayyul Qayyum

Sabtu, 2 Agustus 2025 | 06:15 WIB

Ngaji Tafsir Online Surat Ali Imran: Memahami Sifat Allah al-Hayyul Qayyum

al-Hayyul Qayyum

Surat Ali Imran merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang termasuk kategori Madaniyyah. Surat ini dinamakan “Ali Imran” karena menyebutkan kisah keluarga Imran di dalamnya. Penamaan surat dalam Al-Qur’an biasanya merujuk pada kata atau kalimat yang menonjol dan memiliki makna penting dalam surat tersebut.


Surat Ali Imran terdiri dari 200 ayat menurut sebagian pendapat, atau 199 ayat jika tidak memasukkan Bismillahirrahmanirrahim sebagai ayat pertama. Perbedaan ini tergantung pada metode penghitungan masing-masing ulama. Ada surat yang menghitung “Bismillah” sebagai bagian dari ayat, seperti surat Al-Fatihah, dan ada juga yang tidak, tergantung konteks dan penurunan wahyu.


Beberapa surat dalam Al-Qur’an dibuka dengan huruf-huruf hijaiyah terpotong (huruf muqatha’ah) seperti Alif Lam Mim, Yasin, Qaf, dan lainnya. Ulama berbeda pendapat mengenai makna huruf-huruf ini. Ada yang menafsirkannya sebagai bentuk penarik perhatian, sebagaimana klakson atau sirine dalam kehidupan sehari-hari: sebagai penanda bahwa ada sesuatu yang penting setelahnya.


Menyelami Makna “Allahu La Ilaha Illa Huwa al-Hayyul Qayyum”


Salah satu ayat penting dalam surat Ali Imran adalah ayat kedua: “Allahu la ilaha illa Huwa al-Hayyul Qayyum” (Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri.)


Ayat ini merupakan penguatan terhadap ketauhidan dan komunikasi spiritual manusia dengan Allah. Sebagaimana dalam penutup surat Al-Baqarah, kita diperintahkan untuk berdoa memohon ampunan dan pertolongan dari Allah. Namun setelah itu, datang peringatan tentang bahaya kekafiran.


Kekafiran bisa bersifat besar, seperti mengingkari adanya Allah, malaikat, kitab, dan rasul, namun juga bisa dalam bentuk kufur nikmat, yaitu mengingkari nikmat Allah walaupun seseorang masih mengaku sebagai Muslim.


Dalam ayat ini, Allah sendiri yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Kalimat la ilaha illa Allah diucapkan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an sebagai bentuk penegasan tauhid. Bahkan dalam doa Nabi Yunus, kalimat “La ilaha illa Anta” (tiada Tuhan selain Engkau) diucapkan ketika beliau memohon pertolongan dari perut ikan.


Makna Mendalam dari Asmaul Husna: al-Hayy dan al-Qayyum


Dua nama Allah yang disebut dalam ayat ini adalah al-Hayy (Yang Maha Hidup) dan al-Qayyum (Yang Maha Berdiri Sendiri atau Maha Mandiri).


1. Al-Hayy (Yang Maha Hidup)


Allah adalah Zat yang Maha Hidup. Kehidupan-Nya tidak bergantung kepada makhluk, waktu, tempat, atau keadaan. Berbeda dengan manusia dan makhluk lainnya yang kehidupannya terbatas dan bergantung pada banyak hal. Allah Maha Hidup sejak azali tanpa awal dan akhir.


Tak hanya itu, Allah juga adalah al-Muhyi, yang menghidupkan dan menghidupi. Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi yang tadinya tandus. Allah juga menghidupkan manusia dengan oksigen, air, dan makanan, semua adalah bentuk kasih sayang dan pengaturan dari-Nya.


Sejak manusia masih dalam kandungan, Allah telah menyiapkan segala kebutuhan hidupnya. Air ketuban, nutrisi dari ibu, dan saat lahir pun langsung disiapkan air susu ibu yang sempurna. Petunjuk itu langsung tertanam dalam diri bayi, tanpa diajarkan: dia langsung tahu di mana harus menyusu. Semua ini adalah bagian dari sifat Allah sebagai al-Hayy yang juga memberi petunjuk dan penghidupan secara sempurna.


2. Al-Qayyum (Yang Maha Berdiri Sendiri)


Allah adalah al-Qayyum, tidak membutuhkan siapa pun dalam mengurus seluruh makhluk-Nya. Dia mengatur seluruh ciptaan-Nya tanpa bantuan dan tanpa pernah merasa lelah.


Bila manusia menolong agama Allah, itu sejatinya bukan karena Allah butuh ditolong. Amal tersebut adalah untuk kebaikan manusia sendiri. Jika seluruh manusia berhenti menolong agama Allah, tidak akan mengurangi sedikit pun kemuliaan dan kekuasaan-Nya.


Allah menciptakan seluruh alam semesta tanpa contoh. Dia pula yang mengatur segala sistem: rezeki, hujan, kehidupan, dan kematian. Malaikat adalah pelaksana dari sistem Allah, namun pengendali utama tetaplah Allah.


Sifat Allah yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri merupakan pondasi utama dalam memahami hubungan kita sebagai hamba dengan Tuhan. Dia menghidupkan, menghidupi, dan mengatur seluruh makhluk dengan penuh kasih dan kebijaksanaan. Keyakinan kepada al-Hayyul Qayyum seharusnya menjadi dasar ketenangan dan tawakal dalam hidup kita.


***


Disampaikan oleh KH Sujadi Saddad (Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung) dalam pengajian Kitab tafsir Jalalain yang dilaksanakan setiap pagi pada pukul 05.30 – 06.00 WIB di tautan: https://us06web.zoom.us/j/87090712416?pwd=MNbSHGDH62NUWjzwDBm4xGjcVo7MYl.1 .  Jamaah juga bisa bergabung di grup Yuk WA Ngaji Tafsir dengan mengklik tautan ini: https://chat.whatsapp.com/G92Nj2PYtUD4DYpSn1WUj7