Setiap orang Islam yang mukallaf (dibebani syariat) wajib hukumnya melaksanakan shalat 5 waktu, karena merupakan ibadah fardhu, baik dalam keadaan apapun dan di manapun tempatnya, dengan catatan memenuhi syarat dan rukunnya.
Ketika orang tersebut meninggalkan shalat 5 waktu, maka baginya wajib untuk mengqadha (mengganti) jumlah shalat yang ditinggalkan tanpa terkecuali. Baik karena uzur (sebab tidur dan lupa) maupun tanpa uzur (disengaja).
Jika meninggalkan shalat karena uzur, maka disunnahkan menyegerakan untuk menggantinya dan jika meninggalkannya karena tanpa uzur maka diwajibkan segera untuk mengganti. Jadi dihukuminya berbeda, jika uzur maka sunnah segera dan jika tanpa uzur maka wajib segera.
Untuk mengqadha shalat yang ditinggalkan, perlu juga memperhatikan tata tertibnya. Jika yang ditinggalkan adalah shalat Subuh, maka disunnahkan diqadha sebelum shalat Zuhur (shalat yang hadir), dan seterusnya, begitu juga dengan shalat-shalat yang lainnya.
Akan tetapi, jika khawatir shalat yang hadir habis waktunya (contoh Zuhur) sedang yang ditinggalkan belum diganti (contoh Subuh), maka dianjurkan mengakhirkan qadha Subuhnya dan mendahulukan shalat Zuhurnya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Muin bi Syarhi Qurratil Ain bi Muhimmatid Din, karangan Ahmad bin Abdul Aziz bin Zainuddin bin Ali bin Ahmad Al-Mabari Al-Malibari Al-Hindi:
(وَ يُسَنُّ تَرْتِيْبُهُ) أَيِ الْفَائِتِ، فَيَقْضِي الصُّبْحَ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَ هكَذَا. (وَ تَقْدِيْمُهُ عَلَى حَاضِرَةٍ لَا يَخَافُ فَوْتَهَا) إِنْ فَاتَ بِعُذْرٍ، وَ إِنْ خَشِيَ فَوْتَ جَمَاعَتِهَا – عَلَى الْمُعْتَمِدِ -. وَ إِذَا فَاتَ بِلَا عُذْرٍ فَيَجِبُ تَقْدِيْمُهُ عَلَيْهَا. أَمَا إِذَا خَافَ فَوْتَ الْحَاضِرَةِ بِأَنْ يَقَعَ بَعْضُهَا – وَ إِنْ قَلَّ – خَارِجَ الْوَقْتِ فَيَلْزَمُهُ الْبَدْءُ بِهَا. وَ يَجِبُ تَقْدِيْمُ مَا فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ عَلَى مَا فَاتَ بِعُذْرٍ. وَ إِنْ فَقَدَ التَّرْتِيْبَ لِأَنَّهُ سُنَّةٌ وَ الْبَدَارُ وَاجِبٌ. وَ يُنْدَبُ تَأْخِيْرُ الرَّوَاتِبِ عَنِ الْفَوَائِتِ بِعُذْرٍ، وَ يَجِبُ تَأْخِيْرُهَا عَنِ الْفَوَائِتِ بِغَيْرِ عُذْرٍ.
Artinya: Disunnahkan untuk mentartibkan shalat yang ditinggalkan, maka shalat Shubuh dikerjakan terlebih dahulu sebelum Zuhur dan begitu seterusnya. Disunnahkan mendahulukan shalat qadha atas shalat yang hadir yang tidak ditakutkan habisnya waktu, jika shalatnya ditinggalkan dengan sebab uzur, walaupun orang tersebut takut kehilangan shalat berjama‘ah dari shalat yang hadir menurut pendapat yang mu’tamad. Jika shalat tersebut ditinggalkan dengan tanpa uzur, maka wajib baginya untuk mendahulukan mengerjakan shalat qadha’ dengan mengakhirkan shalat yang hadir. Sedangkan apabila ia takut kehilangan waktu yang hadir dengan beradanya sebagian waktu hadir – walaupun hanya sedikit – di luar waktunya maka wajib baginya mengawali shalat yang hadir. Wajib mendahulukan shalat yang ditinggalkan tanpa ada uzur atas shalat yang ditinggalkan dengan uzur walaupun menyebabkan kehilangan tartib, sebab hukum tartib hanya sunnah sedang bersegera hukumnya wajib. Disunnahkan untuk mengakhirkan shalat rawatib dari shalat yang ditinggalkan dengan uzur dan wajib mengakhirkan atas shalat yang ditinggalkan dengan tanpa uzur.
Maka dari itu, mengganti shalat juga harus dengan tertib syariat, agar ibadahnya menjadi sempurna, meski hukum tertib hanyalah sunnah. Dan menyegerakan mengganti shalat hukumnya wajib.
(Yudi Prayoga)