• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 30 April 2024

Syiar

Hukum Mengqashar Shalat karena Rekreasi saat Lebaran Idul Fitri

Hukum Mengqashar Shalat karena Rekreasi saat Lebaran Idul Fitri
Ilustrasi shalat (Foto: NU Online)
Ilustrasi shalat (Foto: NU Online)

Setelah hari Raya Idul Fitri selesai, biasanya umat Islam di Indonesia mengadakan rekreasi ke tempat-tempat wisata yang indah, seperti pantai, air terjun, gunung, taman, danau, dan sebagainya. Semua itu dilakukan dengan tujuan refreshing atau menyegarkan mata dan pikiran bersama keluarga.


Jarak tempat wisata dengan rumah masing-masing orang sangat beragam, ada yang sangat dekat, ada yang sangat jauh, seperti 100 kilometer lebih. Bahkan lebih dari itu. 


Dalam agama Islam, ketika seorang Muslim bepergian jauh dan mencapai 2 marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari, maka diperbolehkan menjamak dan mengqashar shalat karena mendapatkan rukhsah (keringanan) perjalanan. 


Dalam hal ini, Syekh Ismail Usman Zein dalam kitabnya al-Mawahib as-Saniyah mendefinisikan rukhsah sebagai kemudahan (as-suhulah). Sedangkan dalam istilah syara’, rukhsah adalah:


تغير الحكم من صعوبة إلى سهولة لعذر مع قيام السبب الحكم الأصلي


Artinya: Perubahan hukum dari hal yang sulit menjadi mudah karena adanya udzur beserta dilandasi sebab hukum asal (Ismail Usman Zein, al-Mawahib as-Saniyah Syarh Fawaid al-Bahiyah, t.k, Darur Rasyid, t.t, halaman 240).


Sedangkan dalam menentukan standar jarak menurut ukuran sekarang terdapat beberapa pendapat: Jarak 80,64 km (8 km lebih 640 m) (Al-Kurdi, Tanwirul Quluub, Thoha Putra, juz I hal 172). Jarak 88, 704 km (Al-Fiqhul Islami, juz I, halaman 75). Jarak 96 km bagi kalangan Hanafiyah. Jarak 119,9 km bagi mayoritas ulama. Jarak 94,5 km menurut Ahmad Husain Al-Mishry. 


Lalu apakah diperbolehkan jika mengqashar shalat karena sebab rekreasi atau berwisata. 


Syekh Ibnu Hajar al Haitami dalam Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrâ menyebutkan bahwa jalan-jalan, rekreasi, merupakan tujuan yang dibolehkan dalam syariat Islam.


بِأَنَّ التَّنَزُّهَ غَرَضٌ صَحِيحٌ يُقْصَدُ فِي الْعَادَةِ لِلتَّدَاوِي وَنَحْوِهِ كَإِزَالَةِ الْعُفُونَاتِ النَّفْسِيَّةِ وَاعْتِدَالِ الْمِزَاجِ وَغَيْرِ ذَلِكَ.


Artinya: Bahwa tanazzuh (rekreasi) adalah tujuan yang sah yang dibolehkan secara lumrah untuk pengobatan diri, seperti dengan tujuan menghilangkan kesumpekan, meningkatkan semangat, dan lain sebagainya.


Kemudian, jika ada dua jalan, dan memilih jalan yang lebih panjang karena sebab-sebab yang memudahkan dalam perjalanan rekreasi seperti lebih lancar, mudah dan aman, maka Imam an Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab memberikan komentar terkait ini:


وَإِنْ بَلَغَ أَحَدُ طَرِيقَيْهِ مَسَافَةَ الْقَصْرِ وَنَقَصَ الآخر عنها فان سلك الابعد لغرض من الطَّرِيقِ أَوْ سُهُولَتِهِ أَوْ كَثْرَةِ الْمَاءِ أَوْ الْمَرْعَى أَوْ زِيَارَةٍ أَوْ عِيَادَةٍ أَوْ بَيْعِ مَتَاعٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْمَقَاصِدِ الْمَطْلُوبَةِ دِينًا أَوْ دُنْيَا فَلَهُ التَّرَخُّصُ بِالْقَصْرِ وَغَيْرِهِ مِنْ رُخَصِ السَّفَرِ بِلَا خِلَافٍ وَلَوْ قَصَدَ التَّنَزُّهَ فَهُوَ غَرَضٌ مَقْصُودٌ فَيَتَرَخَّصُ


Artinya: Jika ada dua jalan, yang satu mencapai jarak boleh qashar dan satunya tidak, lalu jarak yang lebih jauh ditempuh karena jalannya lebih lancar, mudah dalam perbekalan, atau tujuan ziarah, mengunjungi atau menjenguk orang, serta tujuan lainnya baik dalam hal agama atau dunia, maka ia boleh meng-qashar shalat dan melakukan keringanan ibadah lainnya dalam perjalanan. Termasuk jika bermaksud hanya untuk rekreasi, maka ia juga termasuk tujuan yang jelas, maka ia juga mendapatkan rukhshah.


Maka, dari keterangan redaksi di atas bisa disimpulkan bahwa rekreasi atau berwisata merupakan perbuatan yang baik meski tujuannya duniawi, sehingga orang yang melakukannya diperolehkan untuk menjamak dan mengqashar shalatnya.

(Yudi Prayoga)
 


Syiar Terbaru