Keislaman

Islam, Agama yang Menjunjung Tegaknya Keadilan

Rabu, 17 Juli 2024 | 11:06 WIB

Islam, Agama yang Menjunjung Tegaknya Keadilan

Ilustrasi penegakan keadilan (Foto: NU Online)

Setiap tanggal 17 Juli diperingati sebagai Hari Keadilan Internasional Sedunia, juga disebut sebagai Hari Peradilan Pidana Internasional atau International Justice Day. Hari tersebut dirayakan sebagai bagian dari upaya untuk mengakui sistem peradilan pidana internasional yang sedang berkembang.


Keadilan internasional berarti memastikan akuntabilitas atas beberapa kejahatan paling serius, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, penyiksaan dan penghilangan paksa.


Penetapan tanggal 17 Juli sebagai Hari Keadilan Internasional berangkat dari diadopsinya Statuta Roma oleh Komunitas Internasional pada tanggal 17 Juli 1998, yang diwakili dari 148 negara di Roma, Italia. Hasil pembahasan tersebutlah yang kemudian dituangkan dalam Statuta Roma; sebuah traktat yang menjabarkan bentuk-bentuk kejahatan internasional, sekaligus mandat untuk mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court).


Statuta Roma membagi kejahatan internasional ke dalam empat kategori inti, yaitu genosida (pembunuhan massal), kejahatan kemanusiaan (kejahatan yang menargetkan kelompok masyarakat tertentu, seperti perbudakan orang-orang berkulit hitam, dan kejahatan berbasis gender), kejahatan perang (pelanggaran hukum perang seperti membunuh warga sipil dan menyiksa sandera), serta kejahatan agresi (penjajahan, mobilisasi kekuatan militer tanpa alasan). Proses peradilan atas empat bentuk kejahatan internasional inilah yang dimandatkan kepada Mahkamah Pidana Internasional.


Dari empat kategori inti tersebut merupakan bentuk yang harus memiliki keadilan atau tindakan yang harus ditangani dengan adil, karena berkaitan dengan harkat martabat kemanusiaan di muka bumi. Semua manusia yang hidup di atas bumi dan di bawah langit harus diperlakukan sama, dengan adil dan secara kemanusiaan. 


Membicarakan keadilan, 14 abad yang lalu, Islam telah memiliki gagasan yang fundamental dalam menegakkan keadilan. Keadilan bagi Islam merupakan ajaran inti dalam Islam. Setiap orang muslim akan memperoleh hak dan kewajibannya secara sama. Karena pada hakikatnya, semua manusia derajatnya sama di sisi Allah, sedang yang membedakan hanyalah takwanya.


Keadilan secara umum merupakan jaminan atas kepastian hak-hak sipil warga negara. Keadilan mendapatkan tempat yang istimewa dalam Islam. Bahkan, Islam memerintahkan kita untuk bersikap adil baik terhadap orang yang kita suka maupun terhadap orang yang kita benci. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ 


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kalian kerjakan (QS Al-Maidah: 8).


Dari dalil ayat di atas sangat jelas, bahwa Islam memposisikan keadilan di atas segalanya, bahkan kita diwajibkan berlaku adil meski kepada orang yang kita benci sekalipun.


Selain itu juga, Islam mengharuskan kita berlaku adil, meski kepada orang yang paling dekat dan kita cintai. Hal ini sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw lewat perkataannya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 


إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا 


Artinya: Rasulullah saw bersabda, wahai manusia, sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR Bukhari).


Dari redaksi tersebut, alangkah indah dan bijaksananya ajaran Islam. Maka, jika diselaraskan dengan keadaan sekarang, ketika ada kejahatan, baik yang  bersifat individu maupun kelompok harus diadili secara menyeluruh dan merata sesuai konteksnya. Meski, berasal dari tokoh yang terhormat, semisal dari tokoh pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat.

(Yudi Prayoga)