Warta

Halal bi Halal, Tradisi Luhur Warisan Leluhur untuk Masyarakat Berkah dan Makmur

Ahad, 6 April 2025 | 18:00 WIB

Halal bi Halal, Tradisi Luhur Warisan Leluhur untuk Masyarakat Berkah dan Makmur

Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu, H Muhammad Faizin saat menerima halal bi halal KBNU, Ahad (6/4/2025). (Foto: Istimewa)

Pringsewu, NU Online Lampung

Setiap perayaan Idul Fitri, umat Islam di Indonesia menjalankan tradisi khas yang dikenal dengan istilah halal bi halal. Tradisi ini merupakan bentuk lanjutan dari ibadah puasa di bulan Ramadhan yang bertujuan untuk menyucikan diri dari dosa antarsesama melalui silaturahim dan saling memaafkan.

 

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, H Muhammad Faizin menegaskan pentingnya menjaga dan melestarikan tradisi halal bi halal. 

 

“Tradisi saling memaafkan melalui kegiatan silaturahim dan halal bi halal ini harus senantiasa dipertahankan, karena merupakan ibadah yang sangat mulia,” ujarnya pada Ahad (6/4/2025).

 

Menurutnya, setelah menjalani puasa Ramadhan, umat Islam diibaratkan seperti bayi yang baru lahir, bersih dari dosa. Namun, untuk menyempurnakan kesucian itu, perlu adanya penghapusan dosa horizontal—dosa antarsesama manusia, melalui saling memaafkan. 

 

“Inilah makna dari minal aidin wal faizin, harapan agar umat Islam kembali kepada fitrah dan menjadi orang-orang yang beruntung,” tambahnya.

 

Di berbagai daerah, tradisi halal bi halal dikemas dalam beragam bentuk. Ada yang melakukannya dengan berkunjung ke rumah tetangga dan saudara, ada pula yang mengadakan pertemuan keluarga besar dengan pengajian, tausiyah, serta pengenalan silsilah keluarga. 

 

Kegiatan tersebut memperkuat hubungan antaranggota keluarga dan menumbuhkan rasa saling menghargai antargenerasi.

 

Selain menjadi media untuk mempererat tali silaturahim, halal bi halal juga mampu menjadi wadah pemersatu bangsa. Dalam suasana lebaran, perbedaan suku, budaya, dan latar belakang menjadi luntur dalam semangat saling memaafkan dan menyatukan hati. 

 

Nilai-nilai seperti toleransi, persaudaraan, dan gotong royong kembali menguat dalam kehidupan masyarakat.

 

Terkait dengan adanya beberapa pihak yang menyatakan tidak ada dalil langsung tentang halal bi halal dalam teks keagamaan, ia menegaskan bahwa tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam tetap layak untuk dijaga. 

 

“Tradisi bisa menjadi infrastruktur dakwah dan penguat iman. Setiap bangsa punya budaya dan tradisinya masing-masing. Selama tidak menyimpang dari nilai-nilai Islam, maka tradisi seperti halal bi halal patut kita jaga dan lestarikan,” tegasnya.

 

Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus menumbuhkan semangat silaturahim tidak hanya saat Idul Fitri, tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, tradisi luhur ini dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang sebagai bagian dari identitas budaya dan spiritual bangsa Indonesia.

 

Halal bi halal menjadi salah satu warisan budaya luhur bangsa Indonesia yang tidak hanya memperkuat hubungan sosial, tetapi juga mengarah pada pembentukan masyarakat yang harmonis, damai, dan makmur. 

 

Tradisi ini menurutnya menjadi cerminan kearifan lokal yang mampu berjalan seiring dengan ajaran agama, dan diharapkan terus langgeng untuk generasi yang akan datang.