Warta

Gerakan Tanam 1 Juta Pohon Matoa, Ketua PCNU Pringsewu: Ini Amanah Allah dan Rasulullah

Selasa, 22 April 2025 | 11:59 WIB

Gerakan Tanam 1 Juta Pohon Matoa, Ketua PCNU Pringsewu: Ini Amanah Allah dan Rasulullah

Ketua PCNU Pringsewu, H Muhammad Faizin saat melakukan penanaman pohon matoa, Selasa (22/4/2025). (Foto: Istimewa)

Pringsewu, NU Online Lampung

Dalam rangka memperingati Hari Bumi sekaligus menggalakkan kepedulian terhadap lingkungan hidup, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pringsewu mengadakan kegiatan penanaman pohon Matoa di lingkungan madrasah, pesantren, dan tempat ibadah dan berbagai lokasi lainnya.

 

Terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan serentak oleh Kementerian Agama di seluruh Indonesia ini, Ketua PCNU Pringsewu, H Muhammad Faizin mengatakan bahwa menjaga lingkungan adalah amanah suci yang tertulis dalam Al-Qur’an.

 

“Allah berfirman dalam Surat Al-A’raf ayat 56: ‘Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya.’ Maka, menanam pohon adalah bagian dari perintah itu—mencegah kerusakan, menjaga kehidupan,” ungkapnya saat hadir pada acara penanaman perdana di Kabupaten Pringsewu, Selasa (22/4/2025).

 

Ia juga menambahkan bahwa dalam Islam, aktivitas seperti menanam pohon bukan hanya soal duniawi, melainkan bernilai akhirat. Ia mengutip hadits Nabi saw: “Jika Kiamat terjadi sementara di tangan salah seorang dari kalian ada benih, maka tanamlah,” (HR Ahmad).

 

Jadi menurutnya, bentuk nyata implementasi nilai-nilai Islam dalam menjaga bumi adalah menanam pohon. “Menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab spiritual. Kita harus menanamkan kepada masyarakat bahwa menjaga alam adalah ibadah,” ujarnya pada acara yang dihadiri oleh Wakil Bupati Pringsewu Hj Umi Laila, Ketua DPRD Pringsewu Suherman, Ketua Ormas, dan tokoh lintas agama di Pringsewu.

 

Sementara Kepala Kantor Kemenag Pringsewu, H Marwansyah menjelaskan tentang Ekoteologi yang merupakan area teologi yang mengeksplorasi hubungan antara agama dan lingkungan. 

Ekoteologi berusaha memahami konsep-konsep teologis dan berbagai praktik keagamaan serta kontribusinya terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kesadaran lingkungan.

 

“Di Lampung akan ditanam 11 ribu dan secara bertahap. Untuk di Pringsewu ada 1.000 bibit Matoa,” katanya.

 

Dikutip dari laman Kemenag, Pohon Matoa (pometia pinnata) adalah tanaman asli Papua yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam ekosistem tropis Indonesia Timur. Tingginya bisa mencapai 18 meter, dengan tajuk yang rindang dan akar yang kuat. 

 

Secara ekologis, matoa memiliki kemampuan istimewa: ia dapat menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar, menghasilkan oksigen, mencegah erosi, dan memperbaiki kualitas tanah.

 

Matoa bukan hanya pohon, tapi simbol ketangguhan. Matoa dapat tumbuh hampir di seluruh wilayah Nusantara, dari tanah Aceh hingga Merauke. Kemampuannya bertahan dalam cuaca ekstrem menjadikannya metafora tentang harapan: bahwa kehidupan bisa bertunas bahkan di kondisi yang genting.

 

Di balik rimbun daunnya yang tenang dan ketangguhan ekologis, Matoa menyimpan denyut kehidupan yang lebih dari sekadar hijau. Ia bukan hanya penjaga harmoni alam, tetapi juga penjaga harapan manusia. Buahnya pun memiliki cita rasa yang tak lazim, seolah memadukan manisnya lengkeng dengan aroma menggoda durian, menyapa lidah dengan percaya diri. 

 

Matoa membawa peluang, membuka jalan bagi tumbuhnya ekonomi lokal yang bersandar pada alam, bukan dengan perusakan. Sementara kayunya, kokoh namun ringan, siap diolah menjadi karya: dari konstruksi sederhana hingga kerajinan tangan yang menyimpan jejak budaya dan ketekunan.

 

Tak sekadar tegak di antara rerimbun hutan, Matoa adalah warisan hayati bangsa. Di tengah ekspansi industri yang terus menggusur batas-batas alam, melestarikan pohon endemik seperti matoa adalah tindakan menyulam kembali jalinan kearifan lokal yang nyaris pudar.