• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Warta

Era Digital, Santri Harus Bisa Menerapkan Fiqih dalam Kehidupan

Era Digital, Santri Harus Bisa Menerapkan Fiqih dalam Kehidupan
Era Digital, Santri Harus Bisa Menerapkan Fiqih dalam Kehidupan. (Foto: Istimewa)
Era Digital, Santri Harus Bisa Menerapkan Fiqih dalam Kehidupan. (Foto: Istimewa)

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Santri anti terhadap media sosial maka sama saja ia menentang zaman. Karena berinteraksi menggunakan media sosial di zaman sekarang merupakan keniscayaan.

 

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Gus Zahid Murtadlo ketika membedah buku Fiqih Digital di Aula Utama Pesantren Al Hikmah Kedaton Bandar Lampung, Kamis (9/11/2023) malam.

 

Ia mengatakan, mengutip perkataan ulama bahwa zaman itu jangan ditentang, tetapi harus dikenali.

 

“Karena kalau menentang maka sudah terlihat dengan jelas siapa yang kalah dan siapa yang menang,” ujarnya.

 

Sebagai contoh, rumah jauh dari Pesantren Al Hikmah dan kangen terhadap para guru, kiai, dan masyayikh, maka bisa melihat wajah mereka melalui Instagram, YouTube, dan semua media sosial yang dikelola pesantren.

 

Menurut santri Lirboyo tersebut, santri merupakan pelajar Islam yang mengkaji hukum-hukum Islam yakni fiqih. Dan santri sekarang hidup di era digital, maka bagaimanapun santri harus menerapkan fiqih di dalam digital.

 

“Hidup di era digital penuh dengan tantangan, dan semua kehidupan ada hukumnya, salah satunya perspektif Islam (fiqih). Maka kita juga harus mengetahui apa itu jual beli online, pay letter, go food, judi online, video call, dan sebagainya,” tuturnya.

 

Ia melanjutkan, sebenarnya hukum fiqih itu sudah ada dari zaman dahulu dan sudah dibahas oleh para ulama.

 

Akan tetapi setiap zaman memiliki kasus yang berbeda, sehingga harus dibutuhkan illat (kecocokan) dari kedua kasus yang mirip tapi berbeda sudut pandang.

 

“Hukum itu tidak jauh berbeda, contoh apa hukum seseorang membaca Al-Qur’an di aplikasi ponsel, padahal ia tidak wudhu (suci dari hadats kecil), maka harus dicari illat dari keduanya,” katanya.

 

Pertama, sama-sama bertulisan ayat suci Al-Qur’an. Dan kedua sama-sama untuk tadris, dibaca, dan dipelajari.

 

Maka dengan kecocokan kedua illat di atas, hukum membaca Al-Qur’an lewat media sosial hukumnya sama dengan membaca pada mushaf kertas.

(Yudi Prayoga)


Warta Terbaru