• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Warta

6 Kunci Keberhasilan Santri di Pondok Pesantren

6 Kunci Keberhasilan Santri di Pondok Pesantren
Pengasuh Pondok Pesantren Mahjar Al Amin Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Taufiqurrohman Aly dalam acara Ngaji Dampar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Bandar Lampung (Foto: Istimewa)
Pengasuh Pondok Pesantren Mahjar Al Amin Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Taufiqurrohman Aly dalam acara Ngaji Dampar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Bandar Lampung (Foto: Istimewa)

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Ada enam perkara kunci keberhasilan seorang santri dalam menimba ilmu di pondok pesantren. Santri seng tekun golek teken ben tekan, artinya santri harus rajin atau sungguh-sungguh mencari ilmu dan pegangan hidup, agar tercapai kebahagiaan dunia akhirat.

 

Hal tersebut disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Mahjar Al Amin Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Taufiqurrohman ‘Aly dalam acara Ngaji Dampar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Bandar Lampung, Senin (21/8/2023) malam.

 

Pertama, dukain (cerdas). Seorang santri pikirannya harus normal, tidak ada gangguan baik dari dalam seperti kelainan mental.

 

“Seperti usia 7 tahun, namun cara berpikir seperti anak usia 2 tahun atau disebut idiot. Biasanya dicirikan dengan seseorang yang keluar air liur dari mulut,” ujarnya.

 

Kedua, hirsin (kemauan yang kuat). Hal ini menjadi kunci utama sukses tidaknya seseorang murid dalam menggapai cita-cita.

 

“Banyak rekan-rekan saat mondok dulu secara ekonomi terbilang pas-pasan, namun pada akhirnya pulang nyantri bisa sukses. Jadi orang alim hingga memiliki banyak santri, itu tak lain berkat kesungguhan dalam belajar dulu,” ungkapnya.

 

Ia mengatakan, sementara tidak sedikit orang-orang yang banyak uang, kirimannya lancar. Namun, karena niat kesungguhannya rendah, dan di pesantren pun tidak serius dalam belajar.

 

Ketiga, wastibarin (sabar). Dalam pesantren pasti ada saja yang tidak sempurna dan senyaman seperti di rumah sendiri.

 

“Maka, kekurangan yang ada di pesantren seperti kurangnya air, makan yang tidak sesuai selera. Atau tempat tidur yang sempit dan sebagainya,” katanya.

 

Hal Itu harus dijalani dengan penuh kesabaran, karena sifat sabar menjadi syarat suksesnya santri dalam belajar. Jika tidak sabar seorang santri merasa tidak betah di pesantren kemudian kembali ke rumah.

 

“Cita-cita menuntut ilmu pun akhirnya kandas di tengah jalan. Orang tua pun gagal memiliki anak yang saleh atau salehah yang bisa menjadi penolong kelak di akhirat,” katanya.

 

Keempat, bulghotin (uang). Memiliki biaya juga hal yang tak kalah penting. Untuk memiliki kebutuhan pokok seperti kitab atau buku, dan sebagainya tentu memerlukan biaya.

 

Kelima, wa irsyadi ustadzi (bimbingan guru). Hari ini banyak sekali kita jumpai maraknya belajar melalui media sosial, seperti di google dan youtube.

 

“Hal demikian boleh saja jika hanya sebagai penunjang pengetahuan. Namun, jika mencari guru wajib hukumnya ada guru yang mendampingi, membina dan mengarahkan,” paparnya.

 

Keenam, thuli zamani (tidak ada batasnya). Jika sekolah lulus itu hanya jenjang berbasis tingkatan.

 

“Mendapatkan ijazah sebagai syarat lulus satu level untuk bisa naik level berikutnya. Jika menurut ilmu itu tidak ada batasnya, dari manusia lahir hingga liang kubur,” katanya.

(Rifai Aly)


Warta Terbaru