• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Syiar

Tujuh Perkara yang Disunnahkan Jelang Idul Fitri

Tujuh Perkara yang Disunnahkan Jelang Idul Fitri
Ilustrasi Idul Fitri
Ilustrasi Idul Fitri

Oleh : Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi


Perayaan Idul Fitri di Indonesia pada umumnya lebih meriah, dibanding dengan negeri lain termasuk Arab Saudi sendiri.  Di hari suci ini, ada banyak tradisi yang khas di tanah air, di antaranya mudik, halal bihalal, makanan ketupat, takbiran, kembang api, ziarah kubur, hingga adanya Tunjangan Hari Raya (THR). Namun masyarakat Indonesia yang merayakan Idul Fitri tidak melupakan memeriahkan Idul Fitri dengan shalat sunnah Idul Fitri.


Pasca Ramadhan umat Islam tentunya sangat gembira dan malam Idul Fitri, kita dianjurkan untuk menghidupkan malam dengan beragam ibadah dan kebaikan. Begitu juga dengan hari Idul Fitri disunnahkan untuk melakukan shalat idul Fitri.


Keberadaan shalat idul Fitri merupakan sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan).  Hal ini sebagaimana diungkapkan Syekh M Nawawi Banten dari mazhab Syafi’i ini menjelaskan kedudukan shalat Idhul Adha dan Idhul Fitri pada Kitab Nihayatuz Zain sebagai berikut: 


Jenis kedua dari shalat sunnah yang ditentukan waktunya adalah shalat yang dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah adalah (shalat dua Id, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha). Shalat Id disyariatkan khusus untuk umat Nabi Muhammad saw,” (Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, h. 106).


Jelang shalat Idul Fitri banyak perkara yang dianjurkan bahkan bernilai pahala sunnah, di antara perkara tersebut yaitu:  


Pertama, makan sebelum shalat Idul Fitri. Salah satu perkara yang disunnahkan pada hari raya idul fitri makan sebelum berangkat menunaikan shalat idul fitri. Hal Ini berbeda dengan shalat Idul Adha dimana yang disunnahkan adalah puasa terlebih dahulu sebelum shalat Ied.


Dalil terkait penjelasan di atas, ini  berdasarkan hadits dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fitri hingga beliau memakan beberapa kurma.” (HR. Bukhari)


Berdasarkan hadits di atas, tentunya makan sebelum shalat idul fitri bukanlah wajib. Hanya sebatas sunnah. Apabila kita tidak sempat makan dulu sebelum shalat tentu tidak mengapa hukumnya.  


Lebih lanjut dalam hal ini Imam Asy-Syafi'i (w. 150 H) menuliskan dalam kitab Al-Umm: “Kami memerintahkan bagi yang mendatangi tempat shalat Ied untuk makan dan minum terlebih dahulu sebelum mendatangi tempat shalat. Bila tidak makan, kami perintahkan untuk makan di jalan atau di tempat shalat bila memungkinkan. Namun bila tidak, tentu tidak berdosa tetapi hukumnya makruh bila tidak dikerjakan.”


Perlu juga dipahami bahwa kalau disebutkan Rasulullah saw, memakan kurma, maka yang dimaksud tidak lain adalah makan yang sebenarnya. Dalam hal ini Rasulullah saw, sebelum berangkat shalat Idul Fitri sarapan atau makan pagi terlebih dahulu.


Kurma adalah salah satu bahan makanan pokok sehari-hari orang Madinah, dan bukan sekadar makanan cemilan yang dimakan sebutir dua butir. Namun sebenarnya maksud hadits di atas bukan makan kurma, melainkan makan pagi alias sarapan. Bisa saja wujudnya nasi uduk, nasi kebuli, bubur ayam, ketupat sayur, dan semacamnya.


Mendukung pendapat di atas telah disebutkan oleh Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin dalam karyanya berbunyi: “Setiap orang dianjurkan untuk makan dan minum di hari itu (hari Idul Fitri) sebelumnya (sebelum shalat Id) meski harus makan di jalan atau masjid. Yang demikian itu tidak merusak muru’ah karena uzur.” (Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim: 354).


Kedua, memakai pakaian yang paling bagus. Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar ra ia berkata: “Umar mengambil sebuah jubah dari sutera yang dibeli dari pasar, kemudian ia membawanya kepada Rasulullah saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah berhiaslah Anda dengan mengenakan ini ketika Ied dan ketika menjadi duta.’ Rasulullah saw, bersabda: Pakaian ini hanya untuk orang yang tidak punya bagian (di akhirat, maksudnya orang kafir).” (Muttafaq alaih).


Ketiga, memakai minyak wangi (bagi laki-laki) dan bersiwak (gosok gigi). Memakai minyak wangi ini sebagaimana hal ini dianjurkan ketika mendatangi shalat Jumat, yaitu berdasarkan hadis Ibnu Abbas Nabi saw, telah bersabda pada suatu hari Jumat: “Sesungguhnya hari ini adalah hari Ied yang telah ditetapkan oleh Allah untuk orang-orang Islam, maka barang siapa yang mendatangi Jumat hendaknya ia mandi, jika ia memiliki minyak wangi maka hendaknya ia mengolesinya, dan hendaknya kalian semua bersiwak.” (HR Ibnu Majah).


Keempat, shalat di tempat yang luas dan lebih utama di masjid. Mengenai hal ini telah disebutkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra berkata: ”Bahwasanya Nabi saw, keluar pada hari Idul Adha dan Idul Fitri menuju lapangan. Dan yang pertama beliau lakukan adalah shalat Ied. Setelah selesai shalat dan memberi salam, baginda berdiri menghadap ke arah orang-orang yang masih duduk di tempat shalat mereka masing-masing. Jika baginda mempunyai hajat yang ingin disampaikan, baginda tuturkannya kepada orang-orang ataupun ada keperluan lain, maka baginda akan membuat perintah kepada kaum muslimin. Baginda pernah bersabda dalam salah satu khutbahnya pada Hari Raya: Bersedekahlah kamu! Bersedekahlah! Bersedekahlah! Kebanyakan yang memberi sedekah adalah kaum wanita. Kemudian baginda beranjak pergi." (Muttafaq alaih).


Kelima, bertakbir ketika berangkat dengan lantang. Kita disunahkan mengumandangkan takbir sejak tenggelamnya matahari pada malam Ied, dan takbir ini dijadikan kesepakatan oleh empat mazhab bahkan sebagian ulama ada yang mewajibkannya berdasarkan firman Allah dalam Al-Baqarah: 185. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Nabi saw mengucapkan: Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaha Ilallah Walahu Akbar Allahu Akbar Walilahi Hamd .”Beliau mengucapkan takbir ini di masjid, di rumah dan di jalan-jalan.” (HR. Mushanaf Abi Syaibah).


Keenam, berbeda jalan ketika berangkat dan pulang shalat. Ini sebagaimana hadits Jabir ra ia berkata: “Adalah Rasulullah saw ketika di hari ‘Ied berbeda jalan (ketika berangkat dan pulang).” (HR. Bukhari). 


Ketujuh, tidak disunnahkan adzan dan iqamah dalam shalat Idul Fitri. Hal ini berdasarkan pada hadits Jabir bin Samurah ra ia berkata: “Aku shalat ‘Ied bersama Rasulullah saw bukan sekali dua kali dengan tanpa adzan dan iqamah.” (HR Muslim). Pada shalat ied tidak disunahkan adzan ataupun iqamah. Untuk memulai shalat ied ini, bilal cukup mengucapkan, Ash-Shalaata Jaami'ah.​​​​


Beranjak dari pembahasan di atas, momentum idul Fitri kita harus mampu menjadi insan yang bersih dari segala dosa dan mari kita saling memaafkan serta merajut silaturahim, kebersamaan dengan tetangga serta sesama masyarakat meraih ridha-Nya. 


Wallahua’lam bisshawab


Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga dan Kandidat Doktor UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
 


Syiar Terbaru