• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Syiar

Apa Hukum Merayakan Idul Fitri Dengan Serba Baru? 

Apa Hukum Merayakan Idul Fitri Dengan Serba Baru? 
foto Ust. Ismail Soleh, SHI., MHI.
foto Ust. Ismail Soleh, SHI., MHI.

Oleh: Ust. Ismail Soleh, SHI., MHI.

 

TIDAK sampai dua pekan lagi Idul Fitri akan tiba di tengah-tengah kita. Walau dibilang masih agak lama karena belum masuk sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan (likuran), namun geliat dan aktivitas masyarakat nampaknya sudah mulai mempersiapkan dan menyambut perayaan Idul Fitri. Ada yang menghias taman rumah dengan aneka vas bunga yang baru, mengecat rumah, membeli baju baru, mempersiapkan bermacam kue dan toples, ada yang beli cash dan kredit kendaraan baru, bahkan tidak sedikit perbankan ramai pengunjung, berjubel dan antri demi mendapatkan tukaran uang baru.

 

Memang secara etimologi "Idul Fitri " maknanya adalah "kembali suci". Itu berarti simbol suci identik dengan hal yang bersih, wangi, dan belum terkontaminasi. Maka kata yang tepat untuk mengakumulasi makna Idul Fitri adalah "Sesuatu yang Baru".

 

Pakaian baru, makanan baru, kendaraan baru, ornamen rumah serba baru, perabot baru, hingga uang baru bagaikan simbol dari bersihnya hati, dan sebagai syiar Islam ketika hari raya Fitri.

 

Muncul pertanyaan: Adakah anjuran agama memakai sesuatu serba baru saat lebaran Idul Fitri?

 

Lebaran Dengan Hal yang Baru 

 

Idul Fitri adalah waktunya berhias dan berpenampilan sebaik mungkin untuk menampakkan kebahagiaan di hari yang berkah itu. Berhias bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku, memakai wewangian terbaik serta pakaian terbaik.


Untuk pakaian dianjurkan memakai pakaian putih, kecuali bila selain putih ada yang lebih bagus, maka lebih utama mengenakan pakaian yang paling bagus, semisal baju baru. Dari keterangan ini dapat dipahami bahwa tradisi membeli baju baru saat lebaran menemukan dasar yang kuat dalam teks agama, yakni dalam rangka menebarkan syiar kebahagiaan di hari raya Idul Fitri.

 

Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksnaan shalat Idul Fitri sekalipun. Dan khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).

 

 قَالَ رَجُلٌ: «إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً»، قَالَ: ((إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ)

 

Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan”. (HR. Muslim).

 

Hadits lain menceritakan sahabat Ibnu Umar ra yang mengenakan pakaian bagus di hari raya. 

 

عَنْ نَافِعٍ : أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَلْبَسُ فِى الْعِيدَيْنِ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ

 

Diriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar ra memakai baju terbaiknya di dua hari raya”. (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Abid Dunya dengan sanad shahih).


 
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى ... فَأُحِبُّ في الْعِيدَيْنِ أَنْ يَخْرُجَ بِأَحْسَنَ ما يَجِدُ من الثِّيَابِ 

 

Imam As-Syafi’i Rahimahullahu ta’ala berkata, ‘… maka aku senang dalam dua hari raya orang hendaknya ke luar dengan baju terbaik yang ia temukan,’” (Lihat Muhammad bin Idris As-Syafi’i, Al-Umm, Beirut, Darul Ma’rifah: 1393 H, juz I, halaman 248).

 

Menurut Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam Hasiyah al-Bujairami alal Khatib memaknai esensi atau hakikat hari raya bukan sekadar tentang makanan baru dan sesuatu yang serba baru, meski pada dasarnya dianjurkan (baca: sunnah) menggunakan pakaian baru. Syekh Sulaiman mengatakan: 

 

 جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب

 

Allah swt menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya jum’at, hari raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib, juz 5, h. 412).

 

Maka kesimpulannya, menggunakan serba baru ketika Idul Fitri boleh bahkan mustahab, ada nilai kesunahan saat lebaran dengan niat karena Allah bukan didasari kesombongan, riya', dan ujub. Serta sebagai ujud ekspresi syukur atas nikmat kemenangan yang Allah berikan.

 

Penulis Adalah Wakil Syuriah PCNU Bandar Lampung


Syiar Terbaru