Dian Ramadhan
Penulis
Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim. Namun, terkadang seseorang dapat terlupa atau terhalang dalam melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan.
Banyak orang mungkin pernah mengalami kejadian di mana mereka melewatkan waktu shalat karena berbagai hal, seperti terlambat bangun tidur, sibuk bekerja, atau terjebak dalam kemacetan.Ā
Namun, sebagai seorang Muslim, menjaga kewajiban shalat tetap harus dilakukan meskipun terlewat waktu pelaksanaannya. Lantas, bagaimana cara menqqadhanya?
Sebagaimana telah kita ketahui bersama,Ā sejak disyariatkan pada peristiwa Israā dan Miāraj, dalam sehari seorang Muslim diwajibkan untuk melaksanakan shalat fardlu sebanyak lima kali.Ā
Kewajiban yang mengikat setiap individu ini tidak bisa diwakilkan ataupun ditinggalkan. Bagi yang telah meninggalkan shalat, maka syariat Islam menuntut orang tersebut untuk melaksanakan qadha shalat. Ā Ā
Sebelum menjelaskan bagaimana tata cara mengqadha shalat, terlebih dahulu kita akan membahas apa itu qadha. Dilansir dari NU Online, Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam Kitab al-Fiqh al-Manhaji āala Madzhabi Imam al-Syafiāi menjelaskan qadha shalat sebagai berikut:
ŁŲ£Ł
Ų§ Ų§ŁŁŲ¶Ų§Ų”: ŁŁŁ ŲŖŲÆŲ§Ų±Ł Ų§ŁŲµŁŲ§Ų© ŲØŲ¹ŲÆ Ų®Ų±ŁŲ¬ ŁŁŲŖŁŲ§Ų أ٠بعد أ٠ŁŲ§ ŁŲØŁŁ Ł
Ł ŁŁŲŖŁŲ§ Ł
Ų§ ŁŲ³Ų¹ Ų±ŁŲ¹Ų© ŁŲ£ŁŲ«Ų± ŁŲ„ŁŲ§ ŁŁŁ Ų£ŲÆŲ§Ų”Ā
Artinya: Adapun qadha (dalam shalat) ialah melaksanakan shalat sesudah habisnya waktu, atau sesudah waktu yang tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat atau lebih. Kondisi sebaliknya disebut adĆ¢ā (Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha,Ā Kitab al-Fiqh al-Manhaji āala Madzhabi Imam al-Syafiāi, [Surabaya: Al-Fithrah, 2000], Juz I, halaman 110).
Dari keterangan di atas bisa kita simpulkan bahwa jika shalat dilaksanakan di dalam waktunya disebut sebagai adĆ¢ā dan jika dilaksanakan di luar waktunya maka disebut qadha. Menurut al-Khin dan al-Bagha, ada dua macam qadha yakni:
ŁŁŲÆ Ų§ŲŖŁŁ Ų¬Ł
ŁŁŲ± Ų§ŁŲ¹ŁŁ
Ų§Ų” Ł
Ł Ł
Ų®ŲŖŁŁ Ų§ŁŁ
Ų°Ų§ŁŲØ Ų¹ŁŁ أ٠تار٠اŁŲµŁŲ§Ų© ŁŁŁŁ ŲØŁŲ¶Ų§Ų¦ŁŲ§Ų Ų³ŁŲ§Ų” ŲŖŲ±ŁŁŲ§ ŁŲ³ŁŲ§ŁŲ§Ł Ų£Ł
Ų¹Ł
ŲÆŲ§ŁŲ Ł
Ų¹ Ų§ŁŁŲ§Ų±Ł Ų§ŁŲŖŲ§ŁŁ: ŁŁŁ Ų£Ł Ų§ŁŲŖŲ§Ų±Ł ŁŁŲ§ ŲØŲ¹Ų°Ų± ŁŁŲ³ŁŲ§Ł Ų£Ł ŁŁŁ
ŁŲ§ ŁŲ£Ų«Ł
Ų ŁŁŲ§ ŁŲ¬ŲØ Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŁ
ŲØŲ§ŲÆŲ±Ų© Ų„ŁŁ ŁŲ¶Ų§Ų¦ŁŲ§ ŁŁŲ±Ų§ŁŲ Ų£Ł
Ų§ Ų§ŁŲŖŲ§Ų±Ł ŁŁŲ§ ŲØŲŗŁŲ± Ų¹Ų°Ų±- أ٠عŁ
ŲÆŲ§Ł - ŁŁŲ¬ŲØ Ų¹ŁŁŁ - Ł
Ų¹ ŲŲµŁŁ Ų§ŁŲ„Ų«Ł
- Ų§ŁŁ
ŲØŲ§ŲÆŲ±Ų© Ų„ŁŁ ŁŲ¶Ų§Ų¦ŁŲ§Ā
Artinya: Mayoritas ulama sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadhanya, ia meninggalkannya secara sengaja ataupun tidak, perbedaannya adalah jika ia meninggalkan shalat karena udzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa juga tak wajib segera mengqadhanya. Sedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadhanya.Ā
Dengan demikian, lupa ataupun sengaja, shalat yang kita tinggalkan harus diqadha. Tidak ada cara khusus untuk mengganti shalat yang terlewat itu kecuali wajib sesegera mungkin mulai melaksanakannya untuk shalat yang ditinggalkan dengan sengaja tanpa udzur, dan boleh ditunda jika lantaran lupa, tertidur, atau udzur lainnya. Jumlah rakaat serta gerakan-gerakannya sama seperti shalat yang ditinggalkan itu. Hal ini senada dengan dalil hadits riwayat Imam Bukhari Nomor 572:
Ł
Ł ŁŲ§Ł
ع٠صŁŲ§Ų© أ٠ŁŲ³ŁŁŲ§ ŁŁŁŲµŁŁŲ§ Ų„Ų°Ų§ Ų°ŁŲ±ŁŲ§Ų ŁŲ§ ŁŁŲ§Ų±Ų© ŁŁŲ§ Ų„ŁŲ§ Ų°ŁŁĀ
Artinya: Barangsiapa meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka laksanakanlah shalat saat ia ingat. Tidak ada denda baginya kecuali hal tersebut.
Dilansir dari NU Online, adapun tata cara menqadha shalat menurut Al-Qadhi Husain, Imam Al-Baghawi, Al-Mutawalli dan ulama lainnya. Ā
Pertama, pendapat al-ashah atau yang dinilai lebih shahih, menyatakan yang menjadi standar dalam membaca keras atau lirih dalam shalat qadha adalah waktu qadhanya. Bila waktu qadhanya malam hari maka bacaan al-Fatihah dan bacaan surat tetap dibaca secara keras. Meskipun shalatnya adalah shalat Zuhur dan Ashar yang asalnya disunnahkan secara lirih. Sebaliknya bila waktu qadhanya siang hari maka bacaan-bacaan tersebut dilakukan secara lirih, meskipun shalatnya adalah shalat Maghrib, Isya, dan Subuh. Ā
Kedua, pendapat muqâbilul ashah yang juga dinilai sebagai pendapat yang sahih menyatakan yang menjadi standar adalah waktu asal shalat tersebut. Bila shalat itu adalah Zuhur dan Ashar maka bacaan-bacaan tersebut tetap dibaca lirih meskipun diqadha pada waktu malam hari, dan bila shalatnya adalah Maghrib, Isya, dan Subuh maka bacaan-bacaan tersebut tetap dibaca keras meskipun diqadha pada waktu siang hari.
Secara lengkap Imam An-Nawawi menjelaskan:
ŁŁŲ£ŁŁ
ŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų¦ŁŲŖŁŲ©Ł ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŁŲ¶ŁŁ ŁŁŲ§Ų¦ŁŲŖŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŁ ŲØŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų¬ŁŁŁŁŲ±Ł ŲØŁŁŁŲ§ Ų®ŁŁŁŲ§ŁŁ. ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŁŲ¶ŁŁ ŁŁŲ§Ų¦ŁŲŖŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§Ų±Ł ŲØŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŲ§Ų±Ł Ų£ŁŲ³ŁŲ±ŁŁ ŲØŁŁŁŲ§ Ų®ŁŁŁŲ§ŁŁŲ ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŁŲ¶ŁŁ ŁŁŲ§Ų¦ŁŲŖŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§Ų±Ł ŁŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§Ų±ŁŲ§ ŁŁŁŁŲ¬ŁŁŁŲ§ŁŁŲ ŲŁŁŁŲ§ŁŁŁ
ŁŲ§ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų¶ŁŁ ŲŁŲ³ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŲØŁŲŗŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŁ
ŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲŗŁŁŁŲ±ŁŁŁŁ
Ł. Ų£ŁŲµŁŲŁŁŁŁŁ
ŁŲ§: Ų£ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ§ŁŲ¹ŁŲŖŁŲØŁŲ§Ų±Ł ŲØŁŁŁŁŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¶ŁŲ§Ų”Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų±Ł ŁŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŁŁŲ±ŁŲ ŲµŁŲŁŁŲŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲŗŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŁ
ŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŲ±ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ. ŁŁŲ§ŁŲ«ŁŁŲ§ŁŁŁŁŁ: Ų§ŁŁŁŲ§ŁŲ¹ŁŲŖŁŲØŁŲ§Ų±Ł ŲØŁŁŁŁŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŲØŁŁŁ ŁŁŲ·ŁŲ¹Ł ŲµŁŲ§ŲŁŲØŁ Ų§ŁŁŲŁŲ§ŁŁŁ Ā
Artinya: Adapun shalat fĆ¢āitah atau yang keluar dari waktunya, maka (1) bila orang mengqadha shalat malamāMaghrib, Isyaā, demikan pula Subuh meskipun sebenarnya waktunya adalah pagiādi waktu malam, maka ia sunnah membaca dengan bacaan keras tanpa perbedaan pendapat di antara ulama. (2) bila ia mengqadha shalat siang di waktu siang maka ia sunnah membaca dengan bacaan lirih tanpa perbedaan pendapat di antara ulama. Namun (3) bila ia mengqadha shalat siang di waktu malam, atau mengqadha shalat malam di waktu siang, maka terdapat dua pendapat di kalangan ulama Syafiāiyah yang dihikayatkan oleh Al-Qadhi Husain, Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli dan lainnya. (1) Pendapat al-ashah atau yang paling shahih menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu qadha terkait lirih dan kerasnya. Pendapat ini dinilai shahih oleh Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli, dan Imam ar-Rafiāi. Adapun (2) pendapat kedua menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu yang terlewatkan atau waktu asalnya. Pendapat ini dipastikan oleh penulis Kitab Al-HĆ¢wi, yaitu Imam al-Mawardi (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-MajmĆ» Syarhul Muhadzdzab, juz III, halaman 390).Ā
Kesimpulannya untuk shalat qadha, terkait bacaannya apakah keras atau lirih, terdapat dua pendapat. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengambil standar waktu qadhanya.Ā Meskipun shalat Zuhur atau Ashar bila qadhanya dilakukan di malam hari maka sunnahnya adalah dengan suara keras. Pendapat ini lebih kuat di lingkungan ulama Syafiāiyah.Ā
Terpopuler
1
Keutamaan Hari Tasyrik dan Amalan yang Dapat Dilakukan
2
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Kepengurusan PW GP Ansor Lampung Masa Khidmah 2024-2028
3
Bolehkah Menerima Kurban dari Non-Muslim?
4
GP Ansor Lampung Gelar Pelantikan Pengurus 2024-2028 di UIN Raden Intan, Tandai Kebangkitan Baru
5
Saat Kang Jalal Pringsewu Robohkan Sapi Presiden Prabowo
6
Hukum Daging Kurban Disimpan Terlalu Lama
Terkini
Lihat Semua