Mengapa Kita Tidak Memperingati Hari Wafatnya Nabi Muhammad?
Kamis, 19 September 2024 | 12:00 WIB
Yudi Prayoga
Penulis
Bulan Maulid atau Rabiul Awal merupakan bulan yang dimuliakan umat Islam, terutama kaum Sunni. Karena pada bulan tersebut lahirlah manusia pencerah umat, manusia agung yakni Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, banyak umat Islam di seluruh dunia, memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw, dengan mengadakan beragam acara, seperti pengajian akbar, Khataman Al-Qur’an, membaca sejarah hidup nabi, istighotsah, dan sebagainya.
Akan tetapi, pada bulan tersebut (Rabiul Awal), Nabi Muhammad saw juga wafat, menghadap kekasihnya, Allah swt.
Lalu kenapa umat Islam hanya memperingati hari kelahirannya, bukan wafatnya (haul). Pertanyaan ini sudah lama menjadi bahan perdebatan antara ulama yang membolehkan dan yang melarang Maulid Nabi.
Mengutip status facebook (FB) dari KH Ma’ruf Khozin yang diungah pada Rabu (18/9/2024) bahwa Al-Hafidz As-Suyuthi memberikan keterangan yang jelas bahwa:
جوابه أن يقال أولا أن ولادته صلى الله عليه وسلم أعظم النعم علينا ووفاته أعظم المصائب لنا والشريعة حثت على إظهار شكر النعم
Artinya: Jawabnya bahwa kelahiran nabi adalah nikmat paling agung bagi kita dan wafat nabi adalah musibah terbesar. Sementara Agama menganjurkan untuk memperlihatnya bentuk syukur atas nikmat (Al-Hawi lil Fatawi, 1/227).
Dalam hadits nabi disebutkan bahwa nabi diutus sebagai rahmat yang dihadiahkan bagi umat manusia:
أيها الناس إنما أنا رحمة مهداة يعني أهديت لكم
Artinya: Wahai manusia, aku hanyalah seorang Nabi sebagai rahmat yang dihadiahkan pada kalian (HR Al-Baihaqi dan Ad-Darimi).
Hadits tersebut dengan status riwayat shahih tapi mursal, karena tidak menyebutkan nama sahabat. Sementara dalam riwayat Al-Hakim, Tabi’in Abi Shalih meriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah. Karena keberadaan nabi sebagai ramat inilah Allah perintahkan umatnya untuk bergembira:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا [يونس/٥٨]
Artinya: Katakanlah, dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira (QS Yunus 58).
Juga disebutkan bahwa para Nabi dan Rasul sejatinya tidaklah wafat, akan tetapi mereka tetap hidup:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِى قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ
Artinya: Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw bersbda: Para Nabi hidup di kuburannya, mereka melakukan shalat (HR al-Baihaqi dalam Hayat al-Anbiya' fi Quburihim I/72 dan Abu Ya'la No 3425).
Itulah penjelasan beberapa dalil, mengapa Nabi Muhammad hanya diperingati kelahirannya saja. Pertama kelahirannya merupakan kegembiraan bagi alam, sedang wafatnya adalah kesedihan. Para Nabi dan Rasul sejatinya tidaklah wafat, akan tetapi tetap hidup, meski raganya sudah wafat.
Terpopuler
1
Meraih Maghfirah Allah di Sepuluh Hari Kedua Ramadhan
2
Hukuman Bagi Suami Istri yang Bersetubuh di Siang Hari Bulan Ramadhan
3
Berikut 6 Hal yang Tidak Membatalkan Puasa
4
6 Amalan yang Dapat Dilakukan Perempuan Haid di Bulan Ramadhan
5
Dalil Qunut Witir pada Separuh Akhir Ramadhan
6
2 Alasan Mengapa Nuzulul Qur'an Diperingati Tanggal 17 Ramadhan
Terkini
Lihat Semua