Yudi Prayoga
Penulis
Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang mulia, karena pada bulan tersebut Nabi Muhammad saw dilahirkan ke dunia, tepatnya pada 12 Rabiul Awal.
Akan tetapi istimewannya juga, pada tanggal dan bulan yang sama, Nabi Muhammad juga meninggal dunia, dipanggil oleh kekasihnya, Allah swt. Sebelum Rasulullah saw wafat, ada waktu yang istimewa bagaimana Rasulullah menjelang wafatnya.
Dilansir dari NU Online, Anas bin Malik meriwayatkan, pada Senin, ketika kaum muslimin sedang melaksanakan shalat Subuh, sementara sahabat Abu Bakar ra sedang mengimami mereka, Nabi saw tidak menemui mereka, tetapi hanya menyingkap tabir kamar Aisyah dan memperhatikan mereka yang berada di shaf-shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum.
Abu Bakar mundur hendak berdiri di shaf, karena dia mengira Rasululah saw hendak keluar untuk shalat. Selanjutnya Anas menuturkan bahwa kaum muslimin hampir terganggu di dalam shalat mereka, karena bergembira dengan keadaan Rasulullah saw.
Namun, beliau memberikan isyarat dengan tangan beliau agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian, beliau masuk kamar dan menurunkan tabir.
Setelah itu, Rasulullah saw tidak mendapatkan waktu shalat lagi.
Ketika waktu Dhuha hampir habis, Nabi saw memanggil Fatimah, lalu membisikan sesuatu kepadanya, dan Fatimah pun menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikan sesuatu, lalu Fatimah tersenyum.
Aisyah berkata, setelah itu, kami bertanya kepada Fatimah tentang hal tersebut.
Fatmah ra menjawab, “Nabi saw membisikiku bahwa beliau akan wafat, lalu aku menangis. Kemudian, beliau membisiku lagi dan mengabarkan aku adalah orang pertama di antara keluarga beliau yang akan menyusul beliau” (Shahihul Bukhari, II: 638).
Nabi saw juga mengabarkan kepada Fatimah bahwa dia adalah kaum wanita semesta alam.
Fatimah melihat penderitaan berat yang dirasakan oleh Rasulullah saw sehingga dia berkata, “Alangkah berat penderitaan ayah!” tetapi beliau menjawab, “Sesudah hari ini, ayahmu tidak akan menderita lagi”.
Beliau memanggil Hasan dan Husain, lalu mencium keduanya, dan berpesan agar bersikap baik kepada keduanya. Beliau juga memanggil istri-istri beliau, lalu beliau memberi nasihat dan peringatan kepada mereka.
Sakit beliau semakin parah, dan pengaruh racun yang pernah beliau makan (dari daging yang disuguhkan oleh wanita Yahudi) ketika di Khaibar muncul. Sampai-sampai beliau berkata, “Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang kumakan ketika di Khaibar. Sekarang saatnya aku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun tersebut”.
Beliau juga memberi nasihat kepada orang-orang, “(perhatikanlah) shalat; dan budak-budak yang kalian miliki!” Beliau menyampaikan wasiat ini hingga beberapa kali.
Saat Terakhir
Tanda-tanda datangnya ajal mulai tampak. Aisyah menyandarkan tubuh Rasulullah ke pangkuannya.
Aisyah lalu berkata, “Sesunguhnya di antara nikmat Allah yang dikaruniakan kepadaku adalah bahwa Rasulullah saw wafat di rumahku, pada hari giliranku, dan di pangkuanku, serta Allah menyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat beliau wafat.
Ketika aku sedang memangku Rasulullah saw, Abdurahman dan Abu Bakar masuk dan di tangannya ada siwak. Aku melihat Rasulullah saw memandanginya, sehingga aku mengerti bahwa beliau menginginkan siwak. Aku bertanya, “Kuambilkan siwak itu untukmu?”
Beliau memberi isyarat “ya” dengan kepala, lalu kuambilkan siwak itu untuk beliau. Rupanya siwak itu terasa keras bagi beliau, lalu kukatakan, “kulunakkan siwak itu untukmu?” Beliau memberi isyarat ”ya” lalu kulunakan siwak itu.
Setelah itu aku menyikat gigi beliau dengan sebaik-baiknya siwak itu. Sementara itu, di hadapan beliau ada bejana berisi air. Beliau memasukan kedua tangannya ke dalam air itu, lalu mengusapkannya ke wajah seraya berkata, “La ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya” (Shahih Bukhari II, 640).
Seuasi bersiwak, beliau mengangkat kedua tangan beliau yang mulia, atau jari-jarinya mengarahkan pandangannya ke langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mendengarkan apa yang beliau katakan itu, beliau berkata, “Ya Allah ampunilah aku; Rahmatillah aku; dan pertemukan aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi. Ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi” (Ad-Darimi, Misykatul Mashabih, II: 547).
Beliau mengulang kalimat terakhir tersebut sampai tiga kali, lalu tangan beliau lunglai dan beliau kembali kepada Kekasih Yang Maha Tinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Peristiwa ini terjadi ketika waktu Dhuha sedang memanas, yaitu pada Senin 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H. Ketika itu beliau berusia 63 lebih empat hari.
Dari kisah di atas, bagaimana Rasulullah yang mulia tetap menampilkan akhlak dan amalan yang mulianya kepada keluarga, istri-istri, dan para sahabat.
Terpopuler
1
Yuk Infak dan Menjadi Bagian Pengadaan Ambulans Ke-7 NU Peduli Pringsewu 2025
2
Khutbah Jumat: Ilmu dan Adab Lebih Tinggi daripada Nasab
3
3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Masjid
4
KBNU Sidomulyo Gelar Donor Darah, Perkuat Kepedulian Sosial di Lampung Selatan
5
Khutbah Jumat: Bijak dalam Bermedia Sosial
6
Hindari Tafsir Liberal dan Radikal pada Pancasila
Terkini
Lihat Semua