• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 20 Mei 2024

Syiar

Makna Wakaf dan Keutamaannya

Makna Wakaf dan Keutamaannya
Pahala wakaf akan terus mengalir sebagai investasi di akhirat (Ilustrasi: NU Online)
Pahala wakaf akan terus mengalir sebagai investasi di akhirat (Ilustrasi: NU Online)

Wakaf adalah benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum sebagai pemberian yang ikhlas. Dibanding pemberian dalam bentuk hibah atau sedekah biasa, wakaf memiliki banyak keistimewaan dan keutamaan.

 

Para ahli fiqih mendefinisikan wakaf sebagai praktik sedekah harta secara permanen dengan membekukan pemanfaatannya (tasaruf) untuk hal-hal yang diperbolehkan syariat. Misalnya saja mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid, musala, atau yayasan tertentu.

 

Pemberitaan dalam bentuk wakaf ini menjadikan tanah tersebut tidak diperbolehkan untuk dijual atau dihibahkan, dan pengelolaannya hanya diperkenankan mengatur pemanfaatan tanah tersebut sesuai dengan tujuan pemberi wakaf. Ada banyak dalil yang menjelaskan pensyariatan dan keutamaan wakaf, diantaranya firman Allah berikut:

  لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ  فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ

 

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (QS Ali Imran: 92).  

 

Dilansir dari NU Online, Sahabat Abu Thalhah saat mendengar ayat tersebut bergegas mewakafkan kebun “Bairuha”, kebun kurma miliknya yang paling ia sukai. Nabi pun sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Abu Thalhah, hingga beliau bersabda: Bagus sekali. Itu adalah investasi yang menguntungkan (di akhirat) (HR al-Bukhari).  

 

Nabi bersabda:

   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ  صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ  

 

Artinya: Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya (HR Muslim).  

 

Anak saleh yang dimaksud dalam hadits tersebut minimal adalah seorang Muslim yang mendoakan kedua orang tuanya. Lebih sempurna lagi bila ia juga merupakan pribadi yang memenuhi hak-hak Allah dan hamba-hamba-Nya, saleh secara spiritual dan saleh secara sosial.

 

Menurut para ulama sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya) dalam konteks hadits di atas, diarahkan kepada makna wakaf, karena wakaf adalah satu-satunya bentuk sedekah yang dapat dimanfaatkan secara permanen oleh pihak penerimanya, sebab syariat memberi aturan agar benda yang diwakafkan dibekukan tasarufnya; murni untuk dimanfaatkan oleh pihak yang diberi wakaf.

 

Misal mewakafkan tanah untuk dibangun menjadi masjid, pahalanya akan terus mengalir untuk pewakaf seiring dengan kelestarian pemanfaatan masjid tersebut.

 

Hal ini berbeda dengan sedekah atau hibah biasa, misalnya menghibahkan tanah kepada pihak tertentu, pahalanya tidak dapat dijamin bisa lestari, sebab bisa saja pihak penerima hibah menjualnya. Di sisi lain, kepemilikan tanah tersebut menjadi hak penerima hibah, berbeda dengan harta wakaf yang status kepemilikannya kembali kepada Allah.  

 

Syekh Khathib al-Syarbini menjelaskan:

  والولد الصالح هو القائم بحقوق الله تعالى وحقوق العباد ، ولعل هذا محمول على كمال القبول . وأما أصله فيكفي فيه أن يكون مسلما ، والصدقة الجارية محمولة عند العلماء على الوقف كما قاله الرافعي فإن غيره من الصدقات ليست جارية، بل يملك المتصدق عليه أعيانها ومنافعها ناجزا. وأما الوصية بالمنافع وإن شملها الحديث فهي نادرة فحمل الصدقة في الحديث على الوقف أولى.  

 

 Artinya: Anak saleh adalah orang yang memenuhi hak-hak Allah dan hamba-hamba-Nya. Mungkin saja ini diarahkan kepada kesempurnaan diterimanya doa. Adapun inti diterimanya doa, maka cukup anak yang muslim. Sedekah jariyah diarahkan kepada wakaf menurut para ulama seperti yang dikatakan Imam al-Rafi’i, sesungguhnya selain wakaf dari beberapa sedekah tidak mengalir pahalanya, bahkan pihak yang diberi sedekah memiliki benda dan manfaatnya secara langsung. Adapun wasiat dengan beberapa manfaat meski tercakup oleh hadits, akan tetapi jarang diterapkan. Maka mengarahkan sedekah dalam hadits atas arti wakaf lebih utama (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2 halaman 485).  

 

Setelah anjuran wakaf disabdakan Nabi, para sahabat sangat gemar mewakafkan hartanya. Bahkan menurut catatan sejarah, wakaf menjadi ibadah yang nge-trend dan sangat populer di kalangan mereka. Hingga sahabat Jabir menuturkan tiada sahabat yang memiliki kemampuan finansial kecuali mewakafkan hartanya.

 

Dari uraian di atas sangat jelas bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk berwakaf, karena keutamaannya sangat besar sebagai investasi yang akan terus mengalirkan pahala di akhirat kelak.


Editor:

Syiar Terbaru