• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Syiar

Jadi Makmum Ketika Shalat, Kapan Waktu Membaca Surat Al-Fatihah?

Jadi Makmum Ketika Shalat, Kapan Waktu Membaca Surat Al-Fatihah?
Jadi Makmum Ketika Shalat, Kapan Waktu Membaca Surat Al-Fatihah. (Ilustrasi: NU Online)
Jadi Makmum Ketika Shalat, Kapan Waktu Membaca Surat Al-Fatihah. (Ilustrasi: NU Online)

Dalam melaksanakan shalat berjamaah seorang makmum dianjurkan untuk mengikuti gerakan imam. Dan membaca Surat Al-Fatihah ketika shalat pun hukumnya wajib, karena merupakan salah satu rukun shalat. 


Namun, terjadi perbedaan antara shalat sendiri dan shalat berjamaah. Ketika shalat sendiri seorang Muslim membaca secara berurutan Al-Fatihah dan surat pendek.


Akan tetapi, ketika menjadi makmum dianjurkan untuk mendengarkan bacaan Al-Fatihah imam terlebih dahulu. 


Bagi makmum masbuq (telat) tidak menyelesaikan bacaan al-Fatihah pada rakaat pertama masih bisa dibenarkan, yakni ketika ia tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukannya disebabkan imam sudah ruku’.


Sehingga ia harus segera menyesuaikan dengan apa yang dilakukan imam. Dalam masalah ini kewajiban makmum sudah dalam tanggungan imam.   


Terkait dengan pertanyaan kapan sebaiknya seorang makmum membaca al-Fatihah, dilansir dari NU Online, hal ini dapat ditemukan jawabannya dalam kitab Bidayatul Hidayah, karangan Imam al-Ghazali, sebagai berikut:


و يجهر بقوله آمين في الجهرية و كذلك المأموم و يقرن المأموم تأمينه بتأمين الإمام معا لا تعقيبا له و يسكت الإمام سكتة عقب الفاتحة ليئوب إليه نفسه و يقرأ المأموم الفاتحة في الجهرية في هذه السكتة ليتمكن من الاستماع عند قراءة الإمام و لا يقرأ المأموم السورة في الجهرية إلا إذا لم يسمع صوت الإمام   


Artinya: Hendaklah imam mengeraskan suaranya ketika mengucapkan ‘âmîn’ (segera selesai membaca surat al-Fatihah), demikian pula makmum hendaknya melakukan hal yang sama dengan imam sacara bersama-sama dan tidak menunggu imam selesai mengucapkannya. Hendaklah imam diam sejenak atau beberapa lama setelah membaca surat al-Fatihah. Hal ini dimaksudkan agar di samping ia dapat mengatur napasnya kembali, juga agar makmum membaca al-Fatihah dengan suara jelas pada saat ia diam. Cara ini memungkinkan makmum dapat sepenuhnya mendengarkan bacaan imam, dan makmum hendaknya tidak membaca surat kecuali bila ia tidak bisa mendengarkan suara bacaan imam (Imam al-Ghazali, Bidayatul Hidayah dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali: Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, hal 409). 


Dari kutipan di atas, dapat diuraikan seorang imam hendaknya secara bersama-sama dengan makmum mengucapkan “âmîn” dengan suara keras. Segera setelah itu hendaknya imam diam sejenak atau beberapa lama untuk memberikan kesempatan kepada makmum menyelesaikan bacaan al-Fatihah masing-masing sekaligus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengatur napasanya normal kembali.   


Cara makmum membaca al-Fatihah harus dengan suara jelas (tidak di batin), namun tidak sampai mengganggu makmum lain di sebelah kiri dan kanannya. Ketika para makmum kira-kira telah selesai membaca al-Fatihah masing-masing, hendaklah imam membaca surat dengan suara keras agar di dengar secara jelas oleh mereka.   


Jadi pada saat imam mulai membaca surat setelah mengucapkan “âmîn” bersama-sama makmum, makmum hendaknya sudah selesai membaca Al-Fatihah. Jika ternyata belum selesai, makmum wajib menyelesaikannya karena sekali lagi membaca al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat yang mempengaruhi sah tidaknya.   


Hal yang sebaiknya dilakukan makmum setelah membaca al-Fatihah adalah mendengarkan imam membaca surat dengan suara kerasnya sebelum akhirnya imam melakukan ruku’. 


Dalam hal makmum tidak mendengar suara imam karena ada satu dan lain hal, misalnya mesin pengeras suara mati atau lainnya, maka makmum diperbolehkan membaca surat dengan suara jelas (tidak di batin) di saat imam sebenarnya sedang membaca surat.   


Makmum memang sebaiknya mendengarkan atau menyimak apa yang dibaca imam secara keras, terutama al-Fatihah dan surat sebab di dalam Al-Qur’an dikatakan sebagai berikut:


وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ   


Artinya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (QS Al-A’raf : 204).  


Dalam hal ini, keterlibatan makmum dalam mendengarkan atau menyimak apa yang dibaca imam, terutama Al-Fatihah dan surat sangat penting untuk mengantisipasi kalau imam lupa atau salah dalam bacaannya.


Sehingga makmum bisa membantu mengingatkan atau membetulkan bagaimana bacaan yang seharusnya. Dengan demikian ada kerja sama yang baik dalam shalat antara imam dan makmum.   


Meski petunjuk Imam Al-Ghazali tentang kapan sebaiknya makmum membaca Al-Fatihah sudah jelas sebagaimana disebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah ini, dalam praktiknya imam tidak selalu memberi waktu yang cukup kepada makmum sebelum melakukan ruku’. Jarak antara “âmîn” dengan bacaan surat terkadang sangat pendek.   


Akibatnya kadang-kadang terjadi makmum masih membaca al-Fatihah pada saat imam sudah mulai membaca surat. Apalagi di saat Ramadhan, di mana umat Islam disunnahkan melaksanakan jamaah shalat tarawih. 


Terkadang terjadi ada seorang imam yang cepat sekali baik gerakan maupun bacaannya di dalam shalat. Hal ini memang tidak mempengaruhi keabsahan shalat berjamaah, tetapi kurang baik dilihat dari adab berjamaah.   


Memang pembahasan topik ini dalam kitab Bidayatul Hidayah ada dalam bab adab imam dan makmum. Jadi pembahasan topik ini dalam perspektif ilmu tasawuf, sehingga terasa sekali kehati-hatian Imam al-Ghazali dalam masalah ini yang sekaligus memberikan petunjuk bagaimana idealnya shalat jamaah dilaksanakan dengan kualitas tinggi.   


Kesimpulannya, makmum hendaknya dalam membaca al-Fatihah tidak membarengi imam saat membaca ummul kitab ini. Hendaklah ia membacanya antara “âmîn” dan bacaan surat oleh imam. 


Tentu saja ini berlaku untuk shalat-shalat tertentu di mana imam harus membaca al-Fatihah secara keras seperti dalam shalat Maghrib, Isya’, Shubuh, Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, tarawih, dan shalat-dhalat sunnah lainnya.   


Dalam hal imam tidak memberikan waktu yang cukup untuk membaca al-Fatihah sebelum ia membaca surat, maka makmum (kecuali makmum masbuq) harus tetap menyelesaikannya meski imam sudah mulai membaca surat karena dalam setiap rakaat shalat ada kewajiban kita membacanya, yakni di saat kita berdiri dalam kondisi normal.  


Demikianlah penjelasan mengenai kapan waktu membaca Surat Al-Fatihah ketika menjadi makmum shalat berjamaah. Semoga dapat menambah khazanah keislaman kita. 
 


Editor:

Syiar Terbaru