• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 28 Juni 2024

Syiar

Hukum Seseorang Berutang Untuk Berkurban

Hukum Seseorang Berutang Untuk Berkurban
Ilustrasi hewan kurban (Foto: NU Online)
Ilustrasi hewan kurban (Foto: NU Online)

Berkurban merupakan perbuatan yang sangat mulia, karena memiliki berbagai aspek, baik dari segi ibadah maupun dari segi sosial. Dari segi ibadah, orang yang berkurban merupakan hamba yang senantiasa taat dan tunduk kepada Allah swt. 


Dari segi sosial, berkurban merupakan salah satu bentuk empati kepada umat Islam yang lainnya, terutama kepada fakir miskin. Berkurban yang baik merupakan kurban dengan harta sendiri dan dengan harta yang sisa dari kecukupan hidup sehari-hari. 


Lalu bagaimana jika ada seorang yang membeli hewan kurban dengan berutang kepada yang lainnya?


Dilansir dari NU Online, hukum asal berkurban tidaklah wajib. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi dan lainnya dengan sanad hasan. 


أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ كَانَا لَا يُضَحِّيَانِ مَخَافَةَ أَنْ تَرَى النَّاسُ ذَلِكَ وَاجِبًا 


Artinya: Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar keduanya dulu pernah tidak berkurban karena khawatir orang-orang menganggapnya sebagai sebuah kewajiban (HR Al-Baihaqi). 


Hadits ini memberikan pemahaman bahwa hukum asal kurban adalah tidak wajib melainkan sunah. Khitab kesunnahan kurban adalah orang yang mampu. Terkait dengan seorang yang dianggap mampu dalam bab kurban adalah orang yang mempunyai harta melebihi kebutuhan dirinya dan orang-orang yang wajib ia tanggung kebutuhannya. 


Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Az-Zarkasyi yang dinukil Imam Khatib as-Syarbini dalam kitabnya:


قَالَ الزَّرْكَشِيُّ: وَلَا بُدَّ أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَنْ حَاجَتِهِ وَحَاجَةِ مَنْ يَمُونُهُ عَلَى مَا سَبَقَ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ؛ لِأَنَّهَا نَوْعُ صَدَقَةٍ اهـ  


Artinya: Imam Az-Zarkasyi berkata: Dan kurban itu diharuskan merupakan sisa dari kebutuhan diri seseorang dan orang-orang yang harus ia penuhi. Seperti penjelasan yang telah lalu dalam pembahasan sedekah sunah, karena kurban merupakan macam dari sedekah.


وَظَاهِرُ هَذَا أَنَّهُ يَكْفِي أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَمَّا يَحْتَاجُهُ فِي يَوْمِهِ وَلَيْلَتِهِ وَكِسْوَةِ فَصْلِهِ كَمَا مَرَّ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ وَيَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَنْ يَوْمِ الْعِيدِ وَأَيَّامِ التَّشْرِيقِ، فَإِنَّهُ وَقْتُهَا 


Artinya: Nampaknya (perkataan Az-Zarkasyi di atas) ini ialah cukup adanya kurban adalah sisa dari apa yang menjadi kebutuhan (sandang pangan) pada malam dan harinya, seperti penjelasan yang lalu, bab sedekah sunnah. Dan seyogianya kurban itu merupakan sisa kebutuhan (sandang pangan) pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, karena itulah waktu berkurban (Syamsuddin Muhammad Ibn Ahmad al-Khatib as-Syarbini, Muhnil Mughtaj, [Bairut, Darul Kutub Ilmiyah: 1994 M], juz VI halaman 123).  


Penjelasan ini memberikan pemahaman orang yang mampu dalam berkurban adalah orang yang dengan berkurban hartanya masih sisa untuk kebutuhan sandang pangan dirinya sendiri dan orang-orang yang harus ia penuhi kebutuhannya pada saat hari raya kurban dan 3 hari tasyrik.  


Kemudian soal seseorang yang tidak mempunyai harta untuk membeli hewan kurban, akan tetapi ia memaksakan diri untuk berkurban dengan cara berutang maka lebih baik ia tidak dilakukan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Fatawa Darul Ifta’ Yordan yang diterbitkan pada 11 November tahun 2013 dengan nomor fatwa 2856 sebagai berikut:


فمن كان لا يملك ثمنها زائداً عن نفقته ونفقة عياله فليس بمستطيع، والأفضل ألا يستدين للأضحية؛ لأنه يحمل نفسه فوق طاقتها، ويخشى عليه العجز عن سداد الدين بالموت أو غيره 


Artinya: Barang siapa tidak memiliki harta senilai harga hewan kurban dan masih sisa untuk menafkahi diri dan keluarganya maka ia bukanlah orang yang mampu. Yang lebih utama baginya adalah tidak berutang untuk berkurban. Karena dengan demikian ia telah membawa dirinya pada keadaan yang melampaui kemampuannya. Dan dikhawatirkan ia tidak mampu untuk melunasinya sebab mati atau yang lainnya.


وعلى أي حال إذا ضحى من مالٍ حلالٍ أضحية مستوفية الشروط فهي أضحية مقبولة إن شاء الله تعالى، وإن كان قد استدان ثمنها، وكلف نفسه ما لا يجب عليه 


Artinya: Dan bagaimanapun juga jika seseorang berkurban dengan harta halal dan telah terpenuhi syarat-syaratnya maka Insyaallah kurbannya diterima, meskipun untuk membelinya ia berutang dan membebani dirinya sendiri pada perkara yang tidak wajib baginya. 


Maka dari itu, orang yang tidak mampu untuk membeli hewan kurban seyogianya jangan memaksakan diri untuk tetap berkurban dengan cara berutang. Karena hal ini justru akan memberatkan dirinya di kemudian hari. Apa lagi jika nantinya akan menjadikan lalai terhadap utangnya dan menjadikan maksiat.


Akan tetapi, jika ia tetap memaksakan diri untuk berkurban dengan berutang, Insyaallah kurbannya diterima, karena sesungguhnya segala sesuatu yang dikurbankan untuk Allah swt dengan cara yang ikhlas dan baik, maka akan menjadikan kebaikan. Wallahu a’lam bisshawab.
 


Syiar Terbaru