• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Syiar

Hukum Menelan Ludah Bercampur Darah Ketika Berpuasa

Hukum Menelan Ludah Bercampur Darah Ketika Berpuasa
Menelan Ludah Bercampur Darah Ketika Berpuasa (Ilustrasi: NU Online)
Menelan Ludah Bercampur Darah Ketika Berpuasa (Ilustrasi: NU Online)

Saat berpuasa Ramadhan, kita dilarang untuk makan dan minum. Selain itu, kita juga diperintahkan untuk menahan syahwat (hawa nafsu) yang dapat menyebabkan batalnya puasa, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.


Agar puasa tetap lancar hingga berbuka puasa (iftar), kita juga dilarang untuk memasukkan segala sesuatu ke dalam rongga (jauf), karena hal tersebut bisa membatalkan puasa meski bukan berupa makanan dan minuman, seperti menelan uang, kertas, kayu, pasir, dan sebagainya. 


Dalam keseharian kita juga sering menelan sesuatu yang sulit dihindari yakni ludah atau air liur. Dalam hal ini jumhur ulama menghukumi tidak batalnya seseorang yang menelan air liur ketika sedang berpuasa. 


Pernyataan ini berlaku jika air liur sering terbiasa keluar karena sulit dihindari, sebagaimana dijelaskan dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (juz 6, halaman 341) karya Imam an-Nawawi:


ابتلاع الريق لا يفطر بالاجماع إذا كان على العادة لانه يعسر الاحتراز منه   


Artinya: Menelan air liur itu tidak membatalkan puasa sesuai kesepakatan para ulama. Hal ini berlaku jika orang yang berpuasa tersebut memang biasa mengeluarkan air liur. Sebab susahnya memproteksi air liur untuk masuk kembali.


Akan tetapi ada permasalahan lain, yakni bagaimana jika ada orang yang sedang berpuasa tetapi menelan air liur yang bercampur dengan darah di gusi atau gigi, karena mungkin sedang sakit gigi, atau mungkin lidahnya tergigit hingga mengeluarkan darah yang lumayan banyak, apakah hal tersebut membatalkan puasa atau tidak? 


Dalam keadaan tersebut, wajib bagi orang itu untuk mengeluarkan darah semampunya. Jika ternyata masih terdapat bekas darah yang sulit untuk dibuang atau sulit untuk dihindari (yasyuqqu al-ihtiraz) dan tertelan bersamaan dengan air liurnya, maka perkara itu tidak membatalkan puasa.


(قوله كمن دميت لثته) قال الأذرعي لا يبعد أن يقال من عمت بلواه بدم لثته بحيث يجري دائما أو غالبا أنه يتسامح بما يشق الاحتراز عنه ويكفي بصقه الدم ويعفى عن أثره ولا سبيل إلى تكليفه غسله جميع نهاره إذا الفرض أنه يجري دائما أو يترشح وربما إذا غسله زاد جريانه


Artinya: Imam al-Adzra’i berkata: Tidak jauh untuk diucapkan bahwa seseorang yang sering dikenai cobaan berupa gusi berdarah yang terus mengalir atau pada umumnya waktu (puasa) maka ditoleransi (ma’fu) kadar (darah gusi) yang sulit untuk dihindari, cukup baginya untuk membuang darah tersebut dan dihukumi ma’fu bekas darah yang tersisa. (Sebab) tidak ada jalan untuk menuntutnya agar membasuh darah ini pada seluruh waktu siang, sebab kenyataannya darah ini terus-menerus mengalir atau meresap, dan terkadang ketika dibasuh justru darah gusi semakin bertambah mengalir (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 5, hal. 305).


Dari penjelasan di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa jika orang yang berpuasa menelan ludah sendiri maka hukum puasanya tetap sah.


Jika menelan ludah bercampur dengan darah di mulut dan sebelumnya ada ikhtiar dikeluarkan secara maksimal, maka hukum puasanya tetap sah, jika masih ada sedikit maka dima’fu (dimaafkan) dan hukumnya juga tetap sah, akan tetapi jika tidak ada ikhtiar sama sekali untuk dikeluarkan darahnya maka puasanya batal. 

(Yudi Prayoga)
 


Syiar Terbaru