• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Syiar

Bolehkah Pekerja Berat Tidak Berpuasa demi Mencari Nafkah?

Bolehkah Pekerja Berat Tidak Berpuasa demi Mencari Nafkah?
Bulan ramadhan bolehkah pekerja berat tidak puasa (Ilustrasi: NU Online)
Bulan ramadhan bolehkah pekerja berat tidak puasa (Ilustrasi: NU Online)

Bagi para pekerja yang sangat mengandalkan tenaga, mungkin ada yang kesulitan dalam menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Selain pekerjaan yang menguras tenaga, puasa bisa jadi membuat mereka menjadi lebih cepat lelah karena menahan haus. Lalu bolehkah para pekerja berat tidak berpuasa karena mencari nafkah?


Puasa adalah kewajiban setiap umat Muslim yang memenuhi syarat, yang bila dilaksanakan akan mendapat pahala berlipat ganda, dan bila ditinggalkan akan berdosa. Meski begitu, Allah memberi keringanan bagi yang tidak mampu berpuasa, seperti musafir, orang sakit, orang jompo, wanita hamil, orang yang tercekik haus, dan wanita yang sedang menyusui, dengan menggantinya di luar bulan Ramadhan, yaitu dengan mengqadha, fidyah, atau keduanya.


Terkait para pekerja berat, seperti kuli bangunan, kuli angkut, atau buruh tani, yang sedang bekerja mencari nafkah, Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam Busyrol Karim mengatakan:


ويلزم أهل العمل المشق  في رمضان كالحصادين ونحوهم تبييت النية ثم من لحقه منهم مشقة شديدة أفطر، وإلا فلا. ولا فرق بين الأجير والغني وغيره والمتبرع وإن وجد غيره، وتأتي العمل لهم العمل ليلا كما قاله الشرقاوي. وقال في التحفة إن لم يتأت لهم ليلا، ولو توقف كسبه لنحو قوته المضطر إليه هو أو ممونه علي فطره جاز له، بل لزمه عند وجود المشقة الفطر، لكن بقدر الضرورة. ومن لزمه الفطر فصام صح صومه لأن الحرمة لأمر خارج، ولا أثر لنحو صداع ومرض خفيف لا يخاف منه ما مر.


Artinya: Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya. Tiada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti dikatakan Syekh Syarqawi. Mereka boleh membatalkan puasa ketika pertama mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari, kedua ketika pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan bos yang mendanainya dapat terhenti. Mereka ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada darurat. Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu. Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini (Syekh M Said Ba’asyin, Busyrol Karim, Darul Fikr, Beirut).


Dilansir dari NU Online, perihal status wajib puasa bagi pekerja, ada juga keterangan lain dari Syeh M Nawawi Al-Bantani. Tetapi sebelum membahas pekerja, kita perlu membahas terlebih dahulu status wajib puasa orang sakit. Karena kondisi pekerja berat akan diukur dari keadaan orang sakit sejauh mana tingkat kesulitan yang dialami keduanya. Keterangan ini bisa kita dapatkan dari Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam karyanya Nihayatuz Zain fi Irsyadin Mubtadi’in sebagai berikut:


فللمريض ثلاثة أحوال إن توهم ضررا يبيح التيمم كره له الصوم وجاز له الفطر وإن تحقق الضرر المذكور أو غلب على ظنه أو انتهى به العذر إلى الهلاك أو ذهاب منفعة عضو حرم الصوم ووجب الفطر وإن كان المرض خفيفا بحيث لا يتوهم فيه ضررا يبيح التيمم حرم الفطر ووجب الصوم ما لم يخف الزيادة وكالمريض الحصادون والملاحون والفعلة ونحوهم


Artinya: Ulama membagi tiga keadaan orang sakit. Pertama, kalau misalnya penyakit diprediksi kritis yang membolehkannya tayammum, maka penderita makruh untuk berpuasa. Ia diperbolehkan tidak berpuasa. Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau kuat diduga kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya. Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah. Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka (Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtai’in, Al-Ma’arif, Bandung, Tanpa Tahun, halaman 189).


Dengan kata lain, bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban puasa Ramadhan tetap perlu diperhatikan, karena merupakan salah satu dari rukun Islam. Karena itu kita perlu tetap memasang niat puasa di malam hari. Bila ternyata di siang hari puasa terasa berat, para pekerja berat yang pekerjaannya sangat menguras tenaga itu dibolehkan membatalkannya dan menggantinya di luar bulan Ramadhan.
 


Syiar Terbaru