Syiar

Bolehkah Menikahi Sepupu Sendiri?

Rabu, 13 November 2024 | 13:34 WIB

Bolehkah Menikahi Sepupu Sendiri?

foto nikah Gus Zahid pondok pesantren Al Hikmah Bandar Lampung

Menikah merupakan ikatan hukum, sosial, dan emosional antara dua orang untuk membangun kehidupan bersama sebagai pasangan. Dalam berbagai budaya dan agama, pernikahan dianggap sebagai bentuk komitmen yang sakral dan penting, serta memiliki tujuan membangun keluarga, berbagi tanggung jawab, dan menjalani kehidupan dengan pasangan.

 

Dalam Islam, menikah adalah suatu ikatan suci yang bertujuan untuk menyatukan dua insan dalam ikatan halal dan diridhai Allah. Pernikahan adalah ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam karena mengikuti sunnah Rasulullah saw dan dianggap sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual, menjaga kesucian diri, serta membentuk keluarga yang harmonis.

 

Dilansir dari NU Online, menikah menurut Islam boleh dengan siapapun, yang penting lawan jenis dan tidak adanya ikatan mahram antara calon mempelai laki-laki dan perempuan, baik melalui jalur nasab, radha'ah (persusuan), ataupun mushaharah (hubungan mertua dan menantu).

 

Hal ini telah disebutkan dalam surat An-Nisa' ayat 23:

 

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ

 

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.

 

Dari ayat di atas para ulama menyimpulkam bahwa tujuh perempuan berikut ini haram dan tidak sah untuk dinikahi oleh seorang laki-laki:

1. Ibu kandung, nenek dari jalur ayah maupun ibu, dan seterusnya.
2. Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya.
3. Saudara perempuan baik kandung, seayah, atau seibu.
4. Bibi dari jalur laki-laki. Baik bibi secara langsung (saudara perempuan ayah). maupun bibi tidak langsung (saudara perempuan kakek/bibi ayah).
5. Bibi dari jalur perempuan. Baik bibi secara langsung (saudara perempuan ibu), maupun bibi tidak langsung (saudara perempuan kakek/bibi ibu, dan saudara perempuan nenek dari ayah).
6. Keponakan (anak perempuan dari saudara laki-laki kandung, seayah, atau seibu), dan anak turun dari keponakan tersebut.
7. Keponakan (anak perempuan dari saudara perempuan kandung, seayah, atau seibu), dan anak turun dari keponakan tersebut (Muhammad Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 230-231).

 

Tujuh kategori di atas adalah mahram dari jalus nasab. Tujuh kategori tersebut juga menjadi mahram dari jalur sepersusuan. Contohnya, perempuan yang menyusui berstatus sebagai ibu, anak dari ibu yang menyusui berstatus saudara sepersusuan, saudara perempuan dari ibu yang menyusui berstatus sebagai bibi, dan seterusnya. Ketentuan ini berdasarkan hadits Rasulullah saw:

 

يَحرُمُ مِن الرَّضاعةِ ما يَحرُمُ مِن الوِلادَةِ

 

Artinya: (Status) perempuan yang haram (dinikahi) dari jalur nasab haram pula (dinikahi) dari jalur persusuan (HR Abu Dawud).

 

Berdasarkan penjelasan tersebut maka boleh saja seseorang menikahi sepupunya, karena sepupu bukan merupakan mahram. Pernikahan itupun sah karena antara sepupu diperbolehkan menikah.