• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Seni Budaya

Alex Komang, Aktivis Lesbumi NU Meninggal Dunia

Alex Komang, Aktivis Lesbumi NU Meninggal Dunia
alex komang Alex Komang wakil ketua Lesbumi NU Semarang : Salah satu seniman terbaik Nahdlatul Ulama yang juga Wakil Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU, Alex Komang meninggal dunia di Rumah Sakit Karyadi Semarang, Jumat malam (13/2). Alex meninggal karena mengidap penyakit mematikan, kanker hati yang sudah stadium lanjut. Pria kelahiran Jepara 1961 itu telah beberapa kali memeriksakan diri di beberapa rumah sakit, baik di Jakarta, Salatiga dan terakhir Semarang. “Beliau meninggal pukul 20.00 WIB tadi akibat penyakit kanker hati yang sudah stadium kronis,” kata adik Alex Komang, Lutfil Hakim. Sebelum meninggal, kawan kecil Alex di Jepara, Taufik Rahman membacakan ayat-ayat al-Quran dan beberapa potong surat dalam ayat suci Islam tersebut. Kata dia, di sela pembacaan ayat itu, Alex menghembuskan nafas terakhirnya. “Kami bacakan ayat suci bisa tenang. Kami bacakan ayat Quran, yasin juga. Dia meninggal dunia di tengah-tengah itu,” timpal Rohman. Saat membaca surat itu, jam menunjukkan pukul 20.00 WIB Rohman bersama keluarga meminta suster setempat untuk mengecek kondisi yang bersangkutan. Dia juga minta agar cairan infusnya segera diganti, karena sudah mulai habis. Ternyata, yang bersangkutan sudah meninggal dunia. “Kami bacakan ayat suci bisa tenang. Alhamdillah, beliau meninggal dengan khusnul khotimah,” tambahnya. Saat di Lesbumi, Alex pernah mengusulkan gagasan agar film bernuansa lokal kualitasnya sangat bagus dibanding film luar negeri. Saat penyampaian gagasan pada Musyawarah Film Nasional yang diselenggerakan Lesbumi, Kamis (12/4/2012) di gedung PBNU Jakarta, dengan tema Posisi Indonesia dalam Film Nasional, dia mengkritik film dalam negeri yang tidak punya tempat. “Film Sang Penari itu bagus. Tapi penontonnya tidak sampai seratus ribu orang. Balik modal saja sudah untung. Ketika diurut-urut, ternyata masalahnya kita tidak punya outlet. Film bagus tidak sampai kepada penontonnya,” paparnya. Lantaran bioskop-bioskop yang ada, hanya sekira 500 layar di seluruh Indonesia, serta terkonsentrasi di beberapa kota besar. Tentu saja tidak cukup untuk penduduk 230 juta jiwa. Selain itu, karena bioskop itu milik perusahaan-perusahaan asing, mereka memiliki kewanangan untuk memutar film sesuai kepentingan mereka. NU, kata Alex, harus menjadi pelaku perfilman Indonesia, karena selama ini hanya jadi obyek pasarnya. Padahal film merupakan media yang paling efektif untuk membangun karakter bangsa, sehingga masyarakat bisa menentukan apa yang baik mereka tonton. (Sunarto/ nu.or.id)


Editor:

Seni Budaya Terbaru