• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Opini

Seni Musik, Antara Hiburan dan Dakwah

Seni Musik, Antara Hiburan dan Dakwah
foto ilustrasi (net)
foto ilustrasi (net)

SIAPA yang tak suka musik?

 

Musik selalu ada dalam kehidupan sehari-hari.

 

 

Musik adalah bagian dari seni, yang berkaitan dengan keindahan susunan nada suara atau bunyi. Musik menyelimuti setiap corak kebudayaan dalam peradaban manusia, karena musik sendiri bersifat universal, tidak terikat apapun, justru malah mengikat apapun.

 

Musik terlibat di sejarah perjalanan manusia dari zaman ke zaman, memasuki wilayah-wilayah interkasi manusia, di dalam politik, agama, budaya, dan segala ritual-ritual tertentu.

 

Kehidupan tidak akan pernah lepas dari musik, mulai dari ritme detak jantung yang teratur, suara nafas, suara sungai yang mengalir, kicauan burung, angin berdesir, dan hempasan ombak di lautan.

 

Semua berjalan dengan ritme yang khas tersendiri. Bahkan musik adalah sunnatullah. Lalu manusia mengkombinasi, mengkolaborasi dari beberapa nada dan peristiwa menjadi kumpulan suara yang indah dan merdu.

 

Dalam agama, musik memainkan peran terhadap kesakralan ajaran, menyampaikan perasaan jiwa kepada pencipta, dan suatu bentuk kedekatan hamba terhadap Tuhannya, seperti musik dalam ibadah kristiani di gereja.

 

Musik juga ada dalam penyembahan dewa-dewa di kuil-kuil Hindu. Musik Karinding untuk ritual orang-orang Sunda Wiwitan.  

 

Dalam Islam, musik digunakan oleh sebagian kaum muslim sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.

 

Kita kenal dengan kaum Sufi Tarekat Maulawiyah, yang didirikan oleh Syekh Maulana Jalaluddin Rumi, (lihat buku Sejarah Agama Manusia, karangan Mohammad Zazuli  halaman112.). Dalam tarekat ini seorang murid diajarkan musik rohani yang mengantarkan murid kepada keadaan ektase kepada Sang Kekasih.

 

Musik selain menjadi sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, juga sebagai sarana dakwah. Di tanah Jawa, Wali Songo menggunakan sistem dakwah dengan kesenian musik, yang kala itu lebih digemari oleh penduduk Jawa daripada sistem ceramah yang monoton.

 

Salah satu Wali Songo itu adalah Sunan Bonang. Beliau mengubah gamelan yang kala itu sangat kental dengan nilai Hindu menjadi gamelan yang bernafaskan Islam, serta menciptakan tembang Tombo Ati yang dipadukan melahirkan nuansa zikir dalam gamelan.

 

“Tombo ati iku limo perkarane
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane
Kaping pindo sholat wengi lakonano
Kaping telu wong kang sholeh kumpulano
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo biso ngelakoni
Mugi-mugi gusti Allah nyembadani”

 

“Obat hati ada lima perkaranya
Pertama baca Qur’an dengan maknanya
Kedua, shalat malam dirikanlah
Ketiga, berkumpul dengan orang shaleh
Keempat, perbanyaklah berpuasa
Kelima, zikir malam perbanyaklah
Salah satunya siapa bisa menjalani
Semoga Allah mencukupi”.  

 

Rasul bersabda, “Baguskanlah suara-suara kalian dengan membaca Al-Qur’an keras-keras.” Rasul juga mengatakan, “Barang siapa ingin mendengarkan suara Daud, biarlah ia mendengarkan suara Abu Musa Al-Asy’ari.”

 

Dinyatakan dalam hadis-hadis yang masyhur bahwa para penghuni surga menikmati sama’ (mendengar) karena di surga setiap pepohonan mengeluarkan suara dan lagu yang beraneka ragam. (lihat buku karangan Ali Ibn Utsman Al-Hujwiri, The Kasyif Al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise on Sufism, Terj. Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi W.M, Kasyiful Mahjub; Buku Daras Tasawwuf Tertua, (Bandung: Mizan, Maret 2015), halaman 380).

 

Musik hadrah atau rebana atau terbangan, yang dibuat dari kulit binatang ternak, seperti kulit kambing, sapi, kerbau, dan unta, ikut mensyiarkan dakwah Islam lewat majelis-majelis sholawat di penjuru tanah air maupun mancanegara. Kuta kenal dengan Habsyi, Banjari, dan Mawalan. Diantaranya yang paling populer di Indonesia yakni Majelis Shalawat Ahbabul Mustofa, Majelis Rasulullah, Kanzus Shalawat, Subhanul Muslimin dan Nasidaria.

 

Musik rebana sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Terbukti dalam sejarah Islam, Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah, tatkala beliau sampai di gerbang kota Madinah, Nabi disambut suka ria, kegembiraan, diselingin dengan memukul rebana seraya melafalkan thalaal badru Alaina..

 

Musik tidak akan pernah bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia. Masyarakat Lampung sering menggunakan musik pada acara-acara keagamaan, seperti Walimatul Urs, Walimatul Khitan, Walimatul Aqiqah, Pengajian Akbar, serta acara-acara keagamaan lainnya.

 

Semua itu menjadi estafet dari keberlangsungan dakwah Islam yang ramah dan Rahmatan lil alamin. Bahkan anak muda milenial pernah memberikan slogan ‘‘No music no life’’.

 

(Yudi Prayoga, Alumni Ponpes Al Wafa Cibiru Hilir, Bandung)

 


Opini Terbaru