• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Memahami Kembali Konsep Berkah

Memahami Kembali Konsep Berkah
Pentingnya hidup berkah
Pentingnya hidup berkah

SUDAH  tidak asing lagi bahwa orang-orang Islam di Indonesia banyak yang mempraktikkan dan meyakini konsep keberkahan, karena dipandang suatu kebaikan tersendiri bagi mereka.

 

Konsep berkah tidak hanya dimiliki dan diyakini oleh ormas Islam tertentu, melainkan sudah umum di masyarakat yang tidak berormas sekalipun. Karena memang keberkahan dan ngalap berkah sudah menjadi tradisi turun menurun dari sebelum Islam hadir di Indonesia, hanya berbeda istilahnya saja. 

 

Apa sebenarnya berkah itu? Dan apa manfaat dari keberkahan atau mengambil berkah? Kita jangan sampai langsung menghakimi musyrik, sesat dan kafir, tanpa terlebih dahulu berdialog dengan ramah dan mencari akar permasalahanya. Jangan sampai salah mengartikan berkah.

Berkah merupakan ziyadatul Khair (bertambahnya kebaikan), artinya sesuatu yang kita lakukan dan yakini jika menghasilkan kebaikan maka termasuk berkah. Tetapi jika yang didapatkan justru keburukan berarti tidak memberkahi. 

 

Kita bisa melihat dari segi bahasa yang berarti bertambahnya kebaikan. Penulis setuju bahwa yang bisa memberikan keberkahan adalah Allah semata, tetapi perantara atau wasilahnya ada di setiap mahluknya. Baik makhluk hidup (biotik) ataupun tidak hidup (abiotik). Seperti kita meyakini yang menyembuhkan sakit adalah Alllah semata, namun dengan wasilah minum obat, berobat kepada dokter. 

 

Apakah tidak bisa berobat langsung kepada Allah. Saya kira bisa saja, namun secara praktiknya Allah selalu menampilkan wasilah. Seperti ketika Allah ingin mengingatkan manusia yang sesat dan musyrik Allah mengutus nabi dan rasul sebagai perantara hidayah bagi mereka.  

 

Sama halnya dengan yang memberikan kita kecerdasan adalah Allah, tetapi lewat perantara buku dan seorang guru. Maka jangan sampai kita melupakan wasilah, meski sudah cerdas. 

 

Begitupun dengan keberkahan, kita juga jelas bersepakat bahwa yang memberikan berkah dan keberkahan adalah Allah semata, tetapi lewat para guru, orang tua, ulama, umara, kiai, syekh dan masih banyak lagi. 

 

Tidak hanya  dari kalangan manusia, berkah juga bisa berasal dari batu, kayu, tanah, air, udara, masjid, kuburan, petilasan, dan sebagainya. Yang intinya bisa menambah kebaikan. 

 

Berkah yang berasal dari batu, kayu, tanah, air dan udara sangat banyak, manusia tidak bisa dilepaskan dari semua itu. Manusia banyak menggunakan batu untuk membangun rumah, dan bangunan lainya, bahkan ka’bah umat Islam terbuat dari batu yang juga didindingnya ada batu hitam (hajar aswad) yang selalu dicium oleh peziarah tanah suci Mekah. 

 

Batu ka’bah selalu dicuci, diolesi minyak wangi, dibakari dupa buhur, dan diberi kain, yang semata-mata untuk menghormati dan merawat ka’bah. Batu ka’bah juga menjadi wasilah dari segala doa yag dipanjatkan kepada Allah SWT. 

 

Tanahpun menjadi keberkahan tersendiri bagi manusia, darimana manusia bisa makan jika tidak berasal dari tumbuhan yang hidup diatas tanah. Berkah dari tanah yang dicangkul para petani untuk menanan beras dan buah-buahan. 

 

Di pondok pesantren lazim kita menjumpai banyak santri yang rebutan air minum kiai, makanan kiai, membalikkan sendal dan berbagai aktivitas lainya. Biasanya santri yang meminum air bekas kiai akan berdoa minimal kerentek di dalam hati bahwa semoga bisa menjadi seperti kiai tersebut, alimnya dan adabnya. 

 

Jika setelah meminum air bekas kiai menjadikan kita tawadhlu, semangat belajar, berdoa kepada Allah, ini yang dinamakan menjadi berkah. Namun sebaliknya jika setelah meminum air kiai tapi sakit tipes, batuk-batuk, mencret, hal ini yang tidak berkah, karena tidak menambah kebaikan. 

 

Berkah yang juga sering di lakukan oleh santri di pesantren yakni dengan mencium tangan kiai. Berkahnya jika setelah mencium tangan kiai, menjadikan kita tawadlu, tidak sombong, merasa rendah hati, bertambah semangat belajar dan berdoa kepada Allah semoga bisa seperti kiai dalam hal alim, amal dan adabnya, maka bisa menjadikan berkah terhadap para santri. 

 

Tetapi jika setelah mencium tangan kiai menjadikanmu sombong, seolah-olah sudah paling suci, maka tidak ada berkah sama sekali. 

 

Sama halnya jika kita mengikuti pengajian atau mengaji namun menjadikan hati kita keras, mudah mengkafirkan sesama muslim, menganggap sesat tanpa ada tabayyun atau diskusi berarti ngaji atau pengajianya yang kita ikuti tidak memberkahi sama sekali. Karena tujuan mengaji selain dari mencerdaskan akal juga menata hati dan tata krama.

 

Dalam kesehatan, jika santri bermain bola menjadikanya berkeringat dan sehat berarti berkah dalam bermainya. Jika bermain bola menjadikan badan sakit semua, keseleo, capek dan malas mengaji maka tidak ada keberkahan sama sekali didalamya.

 

Berkah sangat beragam dan memasuki segala spek kehidupan, saya contohkan lagi jika setalh makan berkat hasil dari riungan atau tahlilal menjadikan perut yang lapar kenyang, bersyukur atas nikmat Allah, berarti berkah. Namun ketika makan malah mencret, sakit, keluar dari Islam (murtad) berarti tidak berkah, tidak ada faedah sama sekali. 

 

Ini hanya soal keyakinan dan pola fikri kita semua, dalam hadits Qudsi Allah berfirman bahwa aku akan mengabulkan sesuai persangkaan hambaku. Jika persangkaan kita baik Allah akan mengabulkan kebaikan dan sebaliknya. 

 

Maka dari itu tetaplah berperasangka baik, dan berdoa yang baik-baik  kepada Allah, karena Allah akan mengabulkan doa seorang hamba. Yang ditegaskan oleh Allah sendiri didalam firmanya “Ud'uni astajib lakum” berdoalah maka akan aku kabulkan

 

Tetaplah meminta didoakan dari siapapun, karena kita tidak tahu doa siapa yang akan di kabulkan. Juga mintalah keberkahan dari mana saja, karena kita tidak tahu Allah memberikan keberkahan kepada kita lewat apapun dan siapapun.

 

Dalam hal ibadah, jika setelah shalat 5 waktu di masjid menjadikan kita rendah hati, penyayang, sabar maka shalat kita menghasilkan berkah.

 

Namun jika setelah shalat 5 waktu menjadikan hati keras melihat orang yang tidak shalat di luar masjid divonis masuk neraka, kafir dan segala cacian, maka shalatnya tidak memberikan efek keberkahan apapun.  Justru menjadikannya sombong belaka. Ulama sufi mengungkapkan bahwa banyak yang lulus sebelum shalat, namun gagal setelah shalat.


Yudi Prayoga, Kontributor NU Online Lampung


Opini Terbaru