• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 19 Maret 2024

Opini

Dua Keberkahan Lebaran 7 Hari di Indonesia

Dua Keberkahan Lebaran 7 Hari di Indonesia
Bermaaf-maafan sata lebaran idul fitri
Bermaaf-maafan sata lebaran idul fitri

Masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, banyak memanfaatkan momen hari raya Idul Fitri sebagai "lebaran". Dalam bahasa Jawa kata lebaran berarti lebar (dibaca pepet huruf " e" nya), yang artinya selesai atau usai.

 

Selesai dari puasa Ramadhan sebulan penuh, selesai dari dosa sesama anak Adam dengan cara meminta maaf, dan selesai dari dosa di dalam diri kita dengan cara zakat fitrah. Namun tidak menutup kemungkinan setelah lebaran, kita akan bermaksiat kembali. 

 

Dalam agama Islam, hari raya Idul Fitri hanya terjadi satu hari. Akan  tetapi masyarakat Islam Indonesia menjadikan "lebaran" selama satu minggu. Apakah tradisi ini baik atau tidak? 

 

Kita bisa menilai baik buruknya suatu tradisi dari fungsinya, apakah maslahat atau madlarat.  dan apakah ada hikmah dan keberkahan menjadikan lebaran menjadi satu minggu?

 

Ada dua keberkahan dari hari lebaran 7 hari

 

Pertama, mudah meminta dan memberi maaf. Ucapan meminta maaf dan saling memaafkan terasa ringan diucapkan ketika hari lebaran. Biasanya dengan mengucapkan "maafkan segala dosa dan kesalahan yang telah saya perbuat dahulu", lalu dijawab juga dengan nada yang serupa "iya saya maafkan, dan saya juga meminta maaf dari segala salah dan dosa".

 

Meskipun meminta maaf tidak harus menunggu momen lebaran, akan tetapi lebaran menjadikan momen yang berbeda dalam meminta maaf. Karena lebih mendalam dan menghayati bahkan sampai menitikkan air mata. 

 

Umumnya di Indonesia, meminta maaf dengan berjabat tangan ketika lebaran. Hal ini sangat sesuai dengan penerapan hadits Nabi saw bahwa jika bertemu dengan saudara sesama muslim maka ucapkanlah salam dan berjabat tanganlah, karena dalam berjabat tangan dosa dari kedua belah pihak akan rontok. 

 

Sebagian masyarakat di Jawa ketika hari Lebaran dengan istilah "sungkeman", yakni mencium dengan menunduk, merendah di hadapan orang tua seraya membacakan lafadz basmalah, shalawat, Istighfar, dan kalimat meminta maaf dengan menggunakan bahasa Jawa halus. Dan tradisi ini hanya dilakukan satu tahun sekali, yakni ketika lebaran. Karena sangat sakralnya, sehingga tidak digunakan di luar hari lebaran. 

 

Meminta maaf itu wajib hukumnya bagi orang yang bersalah. Jika manusia berdosa dengan Allah seperti meninggalkan shalat, maka menebusnya dengan cara bertaubat dan beristighfar kepada Allah swt. 

 

Akan tetapi jika bersalahnya dengan sesama manusia, seperti menganiaya dan menghina, maka menebusnya harus meminta maaf secara langsung kepada yang bersangkutan. Karena meskipun ia beristighfar 1000 kali dan shalat 1000 rakaat, Allah tidak akan mengampuni dosa sesama hamba, sebelum yang salah meminta maaf terlebih dahulu. 

 

Jika berdosanya karena mencuri, maka menebusnya dengan cara mengembalikan barang curian dan meminta maaf kepada yang dicuri. Sampai pemiliknya ikhlas. Jika yang dicuri milik  masyarakat umum, seperti kotak amal masjid, maka menebusnya dengan cara mengembalikan atau mengganti uang curiannya lalu meminta maaf kepada masyarakat. 

 

Kedua, mempererat tali silaturahim dan persaudaraan. Lebaran menjadikan momen berkumpulnya seluruh keluarga, trah, bani, serta berbagai komunitas dan ormas. 

 

Pemerintah Indonesia beserta instansi dan masyarakatnya sangat menghargai momen penting hari raya Idul Fitri dan lebaran, sehingga pemerintah meliburkan aktivitas kerja selama beberapa hari ketika lebaran yang tujuannya agar yang merantau karena bekerja dan menimba ilmu bisa pulang ke kampung halaman, bertemu orang tua dan sanak keluarga.

 

Tidak luput dari keberkahan lebaran, biasanya masyarakat akan mengunjungi rumah saudara dan tetangganya satu persatu, untuk meminta maaf secara langsung. Dengan adanya saling meminta maaf dan mengunjungi rumahnya, maka kekeluargaan dan sikap bermasyarakat akan tumbuh kembali. 

 

Di momen lebaran inilah banyak masyarakat yang mengadakan reunian dan halal bihalal. Saling menceritakan pengalaman kerja atau pengalaman menuntut ilmu. Saling berbagi informasi dan tukar pikiran. 

 

Jika yang halal bihalal keluarga besar, biasanya yang paling tua akan menceritakan nasab keluarganya, bahwa si A, si B di desa sebelah masih saudara, satu nenek, dan berbagai penjelasan yang tujuannya agar tetap terjalin silaturahim antar sesama anak cucu.

 

(Yudi Prayoga, Santri Al Hikmah Kedaton Bandar Lampung)


Opini Terbaru