Yudi Prayoga
Penulis
Sejak zaman dahulu hingga sekarang manusia sering kali konflik, baik secara personal maupun komunal. Dan sepertinya konflik tak akan pernah berhenti hingga kiamat tiba.
Semua agama besar pernah mengalami konflik, baik secara internal maupun eksternal. Baik sesama agama, hanya berbeda tafsir agamanya saja, maupun dengan agama yang lainnya.
Menurut Gus Islah Bahrawi, jika kita runut sampai ke akarnya, ternyata konflik-konflik tersebut bersumber dari politik atau perebutan kekuasaan politik, bukan serta merta karena berbeda keyakinan atau berbeda tafsir agamanya. Begitu pun konflik yang terjadi dalam agama Islam itu sendiri.
Konflik dalam Islam dimulai ketika Rasulullah saw wafat pada hari Senin dan dimakamkan hari Rabu. Kenapa ada penundaan hari? karena umat Islam berdebat terlebih dahulu, tentang siapa pengganti setelah Rasulullah yang paling layak. Setelah diputuskan jatuh kepada sahabat Abu Bakar as-Shiddiq, baru kemudian Rasulullah saw dikebumikan.
Kemudian konflik pembunuhan atas sahabat Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib juga merupakan dampak dari ketidakpuasan politik pada waktu itu, bukan karena berbeda keyakinan atau sudut pandang agama.
Kisah yang lebih memilukan yakni terjadinya perang Jamal (unta), antara istri Nabi, Siti Aisyah dan menantu serta sepupu Nabi, Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dikatakan perang Jamal karena Siti Aisyah memimpin perang dengan mengendarai unta.
Konflik ini bukan karena agama atau ajaran agama, tetapi karena politik. Siti Aisyah yang kurang puas dengan kebijakan politik Khalifah Ali bin Abi Thalib menuntut agar segera mengubah kebijakannya, akan tetapi Khalifah Ali memiliki keyakinan bahwa perubahan harus dilakukan secara bertahap.
Baca Juga
Hukum Mengusap Wajah Setelah Shalat
Konflik selanjutnya yakni terjadinya perang Siffin, antara sahabat Nabi saw yang sekaligus keponakan Utsman bin Affan, Muawiyyah bin Abi Sufyan dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Waktu itu Muawiyyah mendesak khalifah Ali agar segera menuntaskan pembunuhan terhadap pamannya, Utsman bin Affan, sekaligus menghukum pembunuhnya.
Sekali lagi Khalifah Ali lebih memilih bertahap dan mengedepankan kestabilan politik terlebih dahulu waktu itu. Karena tidak memiki kepuasan dari masing-masing jawaban, maka akhirnya terjadilah perang Siffin.
Kemudian konflik-konflik banyak terjadi di dunia Islam, atau tepatnya pada politik Islam. Seperti konflik antara Dinasti Umayyah yang didirikan sahabat Muawiyyah dengan keturunan Khalifah Ali bin Abi Thalib, konflik Dinasti Umayyah dengan Dinasti Abasiyyah yang menjadi hancurnya Bani Umayyah, dan berbagai konflik politik jika kita membaca sejarah para dinasti maupun raja-raja.
Dalam buku yang berjudul Nabi Mempermudah Kita Mempersulit halaman 314, KH Husein Muhammad menyampaikan bahwa, perang antara kaum Muslimin juga terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini, yang seakan-akan tampak berlatar belakang teologis, padahal sejatinya karena kepentingan politik. Misalnya perang antara Iran dan Turki Utsmani dan kaum Wahabi, serta berbagai perang di Timur Tengah lainnya.
Kepentingan politik akan lebih mudah dijalankan dengan mengorbankan penguasaan atas rakyat. Karena rakyat yang fanatik atas suatu ajaran akan lebih mudah dipancing dan dibakar amarahnya jika dikaitkan keyakinan atau merendahkan keyakinannya.
Dan politik akan senantiasa menjaga, merawat dan melestarikan suatu ajaran, keyakinan, sekte, mazhab, ormas yang dipandang sangat menguntungkan politiknya, mendukung politiknya dan menjaga serta membela sistem politiknya, seperti Arab Saudi terhadap Salafi Wahabi, Iran terhadap Syiah, Mesir terhadap Aswaja, Indonesia terhadap ormas atau rakyat yang moderat atau toleran, dan sebagainya.
Jadi umat Islam harus cerdas, jangan mudah terpancing emosi, terpengaruh opini dan provokasi ajakan yang mengatasnamakan agama. Boleh jadi itu hanyalah kepentingan politik belaka yang ujung-ujungnya menjadikan umat Islam saling terpecah, membenci, menganiaya, mengintimidasi, dan bahkan saling menumpahkan darah.
Penulis sangat yakin bahwa Rasulullah saw sangat sedih jika umatnya saling membenci dan menumpahkan darah karena politik. Padahal sebelum beliau wafat, ia berpesan agar umat Islam jangan saling menumpahkan darah, karena yang rugi umat Islam itu sendiri.
Mari mulailah bentengi diri kita, keluarga, masyarakat dengan ajaran Nabi yang toleran, moderat, terbuka, adil dan seimbang. Karena dengan pemahaman tersebut umat Islam tidak akan mudah terpancing dengan doktrin murahan yang juga sering mengatasnamakan Al-Qur’an dan Rasul.
(Yudi Prayoga)
Terpopuler
1
Puasa Tasu’a Sabtu 5 Juli 2025, Ini Bacaan Niat dan Dalilnya
2
Berikut Dua Amalan Wirid pada 10 Muharram
3
Khutbah Jumat: Muharram sebagai Awal Kebangkitan Islam
4
Buka PD PKPNU, Prof Alamsyah: NU Mencetak Khaira Ummah Melalui PD-PKPNU
5
KH Rais Terpilih Menjadi Ketua Umum MUI Kabupaten Tanggamus Periode 2025–2030
6
Mau Hidup Tenang? Bedakan antara Keinginan dan Kebutuhan
Terkini
Lihat Semua