• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Bahtsul Masail

Pra-Munas ke-III, Ini Masalah yang Akan Dibahtsul Masailkan

Pra-Munas ke-III, Ini Masalah yang Akan Dibahtsul Masailkan
BANDAR LAMPUNG- Menjelang diselenggarakannya kegiatan Pra-Munas ke-III yang diselenggarakan di Bandar Lampung, Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Lampung telah menyiapkan beberapa materi atau pembahasana yang akan dibahas atau didiskusikan dalam agenda pra-munas tersebut. Pra –Munas akan diselenggarakan pada 3-5 November 2917, di Pondok Pesantren Al Hikmah Way Halim Bandar Lampung. Salah satu agenda dalam pra-munas tersebut adalah agenda bahtsul masail terkait dengan masalah diniyyah al-waqi`iyyah (masalah keagamaan actual), masalah ad-diniyyah al-mudlu`iyyah (masalah keagamaan tematik), dan masalah ad-diniyyah al-qonuniyyah (masalah keagamaan berkaitan dengan perundang-undangan). Berikut adalah beberapa pembahasana masalah yang akan dibahas dalam kegiatan pra-munas di Bandar Lampung; Investasi Dana Haji Deskripsi Masalah Setiap warga negara Indonesia yang berkeinginan menunaikan ibadah haji maka harus mendaftarkan diri dan transfer dana sebesar Rp. 25 Juta rupiah sebagai setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama RI. Hanya saja sekarang ini calon jamaah tidak bisa langsung berangkat pada tahun ketika dia daftar melainkan harus menunggu (waiting list) rata-rata sampai 17 tahun. Dengan begitu dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang terkumpul di rekening Menteri Agama RI banyak sekali, per juni 2017 mencapai Rp 90-an triliun rupiah. Dana tersebut selanjutnya dikelola oleh pemerintah melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dengan demikian, BPKH mengambil alih tugas Kementerian Agama terkait optimalisasi dana haji, sehingga Kemenag nantinya hanya bertindak sebagai pengelola anggaran operasional haji. Terkait legalitas BPKH, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Surat Keputusan Presiden Nomor 74/P Tahun 2017 tanggal 7 Juni 2017 mengenai Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengawas (DP) serta Anggota Badan Pelaksana (BP) Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapat mandat secara penuh untuk mengelola keuangan haji agar lebih produktif. Prinsipnya, apapun bentuk investasi yang akan dilakukan untuk dana haji harus mengikuti prinsip dasar yang diatur dalam Undang Undang Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yakni sesuai syariah, penuh kehati-hatiaan, aman, likuiditasnya juga baik, dan yang tidak kalah penting nilai manfaat itu harus kembali ke jemaah haji itu sendiri atau untuk kemaslahatan umat yang lebih luas. Pertanyaan: Apa status dana setoran awal BPIH? Sejauhmana kewenangan Pemerintah dalam mengelola dana setoran awal BPIH? Sejauhmana kewajiban BPKH dalam mengelola dana setoran awal BPIH? Apakah hukumnya menginvestasikan dana setoran awal BPIH pada proyek infrastruktur? Keuntungan investasi menjadi hak siapa? Dan jika investasi rugi, siapa yang bertanggungjawab atas kerugian investasi yang menggunakan dana BPIH? Bolehkah hasil investasi setoran awal BPIH digunakan untuk mensubsidi-silang jamaah? Izin Usaha Berpotensi Mafsadah Deskripsi Masalah Sektor usaha perdagangan dan pasar modern di Indonesia dalam beberapa tahun terakhirmengalami perkembangan cukup tinggi. Berbagai perusahaan besar mulai merambah ke kampung-kampung dan mengancam keberadaan unit-unit usaha kecil dan menengah. Sebagaimana berbagai jenis pasar modern seperti minimarket, supermarket, hipermarket, maupun mall-mall perbelanjaan juga mulai menjamur dan keberadaannya terus menggeser keberadaan pasar-pasar tradisional. Kemunculan perusahan-perusahaan raksasa dan pasar modern tersebut menimbulkan pro-kontra antara para pengusaha dan pedagang kecil dan menengah. Sehingga muncul pula kekhawatiran pada masyarakat bahwa hal ini akan mematikan usaha para pedagang kecil. Kemudian daripada itu, dalam pelaksanaannya, bidang-bidang usaha itu, terutama perusahaan-perusahaan raksasa, berusaha mendapatkan perijinan yang disebut SIUP (surat izin usaha perdagangan) dari pihak berwenang. Pertanyaan: Apakah hukumnya memberikan izin usaha (retail) yang berpotensi menimbulkan mafsadah rakyat sekitar (toko-toko umat)? Jika Pemerintah sudah terlanjur memberi izin, apakah Pemerintah wajib mencabut izin tersebut? Bagaimana hukumnya masyarakat berbelanja ke berbagai mini market setempat yang berakibat matinya/gulung tikarnya toko toko umat. III. Frekuensi Publik Deskripsi Masalah Frekuensi adalah ranah publik, sumber daya alam terbatas, dan kekayaan nasional, yang harus dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitulah isi konsideran UU Penyiaran.  Pengunaan frekuensi harus dengan izin negara. Pemakaian frekuensi ditekankan untuk kepentigan publik, bukan kelompok tertentu atau penerima izin pengguna frekuensi. Dalam memanfaatkan frekuensi, baik untuk televisi atau radio, harus memegang prinisp diversity of ownership and content. Monopoli kepemilikan televisi dan radio sebagai pengguna frekuensi dilarang, demi memastikan, bahwa frekuensi dimanfaatkan untuk rakyat, bukan segelintir pengusaha. Pada kenyataannya kepemilikan izin frekwensi hanya dikuasi oleh segelintir pihak akibatnya masyarakat tidak memiliki alternatif tayangan sesuai dengan maksud tujuan undang-undang penyiaran, undang-undang telekomunikasi dan undang-undang dasar 1945. Dalam hal ini, pengusaha media (radio dan televisi) hanya mendapatkan izin penggunaan frekuensi, tidak memilikinya. Izin sewaktu-waktu dapat ditarik kembali apabila dalam praktiknya ada penyalahgunaan dalam menggunakan frekuensi, seperti: 1) Siaran terus berjalan meski izin frekuensi tidak diperpanjang. 2) Jual-beli frekuensi. Ini terjadi ketika sebuah stasiun TV bangkrut atau hampir bangkrut, kemudian dijual kepada pihak lain. Karena frekuensi milik publik, maka tidak bisa diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Perusahaan yang tidak mampu mengelola slot frekuensi yang ia pinjam, harus mengembalikan dulu hak frekuensinya kepada negara, kemudian negara membuka kesempatan bagi pihak lain yang ingin dan mampu mengelolanya. 3) Tayangan TV yang isinya untuk kepentingan pribadi dan kampanye politik dengan dengan durasi tak adil (baik secara terang-terangan maupun yang tersembunyi melalui kuis atau sinetron). 4)Tayangan TV dengan muatan kekerasan, kebohongan, membahas masalah pribadi, melecehkan perempuan, atau pornografi: sinetron berkualitas buruk, infotainment, reality show, dan lainnya. 5) Melanggar P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). (Sumber: frekuensimilikpublik.org) Pertanyaan : Bagaimana hukumnya pemerintah memberikan izin penggunaan frekuensi kepada perusahaan yang masih belum jelas manfaat dan madlaratnya bagi masyarakat? Bagaimana hukum menggunakan frekuensi, telekomunikasi untuk menyiarkan konten dakwah provokatif, sarkastis, kekerasan, membahas masalah pribadi (gossip), sinetron berkualitas buruk, infotainment, reality show yang tidak mendidik dan sejenisnya? IV. Lempar Tiga Jamrah Malam Hari (mendahului waktunya) Deskripsi: Jamaah haji asal Indonesia pada musim haji tahun 1437 H / 2016 menghadapi kendala teknis pelaksanaan salah satu kewajiban dalam haji (wajibatul hajj) yaitu melempar jamrah (ramyul jamarat) pada tiga hari tasyrik. Sebagaimana dalam panduan manasik yang telah diberikan kepada CJH bahwa awal waktu melempar tiga jamrah pada hari tasyrik adalah dimulai sejak ba’da zawal (afdloliyat), ba’dal fajr qobla zawal (jawaz). Realitanya jamaah haji kita pada tahun ini harus mengikuti jadwal ramyul jamarat dari muassasah yaitu melempar jumrah sebelum fajar (qobla jawaz). Sebenarnya jadwal semacam ini telah lama ada sejak beberapa tahun yang lalu, namun tahun ini rupanya lebih dipertegas dengan bukti diikutinya ancaman deportasi (menurut salah satu petugas kloter) apabila aturan penjadwalan ini tidak ditaati. Pertanyaan: Bagaimana hukum melempar jamrah pada hari tasyrik sesudah lewat tengah malam sebelumnya terbit fajar? Kalau hukumnya tidak sah, bagaimana solusinya? Bagi jamaah yang sudah kembali ke tanah air padahal dirinya belum membayar dam dan waktu haji sudah lewat, bagaimana dengan dam atau fidyah-nya? Status Dan Hak Anak Yang Lahir Di Luar Nikah Dan Anak Angkat Deskripsi : Anak diluar nikah, dapat diartikan sebagai anak yang dilahirkan seorang perempuan yang dilahirkan diluar ikatan perkawinan yang sah menurut hukum dan agama. Artinya, secara hukum, anak tersebut lahir dari hubungan zina. Dalam persoalan anak hasil zina, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan hukum. Asumsi MK adalah, hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih disengketakan. Oleh karena itu, MK mengeluarkan putusannya sebagai berikut:“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. Atau anak hasil zina tersebut hanya dianggap sebagai anak angkat, maka pengaturannya tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ). Menurut KHI, anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk kehidupan sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah hubungan darah / nasab / keturunan. sebagai solusinya menurut Kompilasi Hukum Islam adalah dengan jalan pemberian “Wasiat Wajibah” sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) harta warisan orang tua angkatnya. Sebagaimana telah diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 ayat 2 yang berbunyi : “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat maka diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”. Pertanyaan : Apakah keputusan anak diluar nikah berdasarkan putusan MK bisa dibenarkan secara fiqh? Apakah pasal 209 ayat 2 yang termaktub dalam KHI terkait dg anak angkat bisa dibenarkan secara fiqh? Bagaimana hak perwalian, nasab, waris, dan nafaqah anak diluar nikah sebagaimana keputusan MK? (Sunarto)    


Editor:

Bahtsul Masail Terbaru