Muharram: Hijrah untuk Tumbuh, Berubah, dan Berbuah Lebih Baik
Jumat, 27 Juni 2025 | 18:40 WIB
Pringsewu, NU Online Lampung
Setiap kali bulan Muharram tiba, umat Islam diingatkan kembali pada peristiwa besar hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah. Peristiwa monumental ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga simbol dari transformasi hidup menuju kebaikan yang lebih besar.
“Hijrah menjadi titik tolak lahirnya peradaban Islam yang lebih kuat, inklusif, dan berdampak luas,” kata ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu H Muhammad Faizin, Jumat (27/6/2025).
Namun, makna hijrah di zaman sekarang lebih mengarah pada perubahan sikap, perbaikan diri, dan peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh. Hijrah menurutnya adalah proses berpindah dari kondisi yang buruk menuju keadaan yang lebih baik dalam hal akhlak, ibadah, cara berpikir, hingga gaya hidup.
“Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriah menjadi momen yang sangat tepat untuk memulai perubahan. Seperti tahun baru dalam konteks spiritual, Muharram mengajak kita merefleksi perjalanan hidup dan menata ulang tujuan ke depan,” jelasnya.
Spirit hijrah, terangnya, memberikan energi untuk melangkah, meninggalkan yang tidak bermanfaat, dan menanamkan semangat baru untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Agar makna hijrah lebih mudah dipahami, ia mengibaratkan seperti padi yang dipindahkan dari persemaian ke sawah luas yang akan tumbuh lebih tinggi dan menghasilkan bulir lebih banyak.
“Perhatikan juga pohon pisang, yang ketika ditanam ulang di lahan yang gembur dan cukup air, akan berkembang lebih cepat dan berbuah lebih besar,” ungkapnya.
Tanaman yang tetap berada di tempat yang sempit atau kurang subur menurutmya akan tumbuh kerdil, berisiko layu, bahkan mati. Namun, ketika tanaman itu berani “hijrah” ke tempat yang lebih baik, ia justru akan tumbuh subur dan memberikan manfaat lebih besar.
“Demikian pula kita jika terlalu lama menetap dalam zona nyaman, malas memperbaiki diri, atau terjebak dalam kebiasaan buruk, maka potensi diri tidak akan berkembang,” katanya.
Hijrah, menurutnya merupakan kesediaan untuk berubah demi pertumbuhan, bahkan jika itu membutuhkan pengorbanan, seperti meninggalkan hal-hal yang kita sukai tapi tidak bermanfaat, mengganti pergaulan yang membawa mudharat, atau mengubah pola pikir yang sempit menjadi lebih terbuka dan positif.
Hijrah tegasnya juga bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk lingkungan sekitar. Ketika seseorang berubah menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih jujur, lebih dermawan, dan lebih disiplin, maka dampaknya akan terasa dalam keluarga, sekolah, pekerjaan, bahkan masyarakat luas.
“Seperti tanaman yang sehat akan menghasilkan oksigen, buah, dan kesejukan bagi sekitarnya, manusia yang berhijrah ke arah kebaikan akan menjadi sumber manfaat dan inspirasi bagi orang lain,” ungkapnya.
“Inilah hakikat dari hijrah yang sejati. Bukan sekadar berpindah, tapi juga tumbuh dan berbuah,” imbuhnya.
Sehingga menurutnya Hijrah dan bulan Muharram tidak bisa dipisahkan. Keduanya adalah simbol dan momentum perubahan menuju hidup yang lebih bermakna.
Di zaman sekarang, hijrah bukan soal perpindahan geografis, tetapi perpindahan spiritual, emosional, dan intelektual. Seperti tanaman yang dipindah ke tanah yang lebih baik agar tumbuh subur dan menghasilkan buah yang lebat, demikian pula manusia perlu ‘dipindahkan’ dari kebiasaan lama menuju kehidupan yang lebih bernilai dan berdampak.
“Mari jadikan Muharram sebagai waktu yang tepat untuk memulai hijrah kita, sekecil apa pun langkahnya, demi menjadi pribadi yang lebih baik hari ini daripada kemarin, dan esok lebih baik dari hari ini,” pungkasnya.