Shalat merupakan salah satu ibadah utama dalam agama Islam yang diwajibkan bagi setiap Muslim. Shalat memiliki arti doa atau permohonan, tetapi dalam konteks Islam, shalat merujuk pada ibadah ritual yang dilakukan lima kali sehari sesuai dengan rukun Islam yang kedua.
Shalat terdiri atas rangkaian gerakan dan bacaan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Shalat yang diawali takbiratul ihram harus sesuai dengan syarat dan rukunnya, karena jika tidak, maka shalat tidak sempurna atau tidak sah.
Dilansir dari NU Online, sebagaimana diketahui bahwa takbiratul ihram adalah ucapan pertama yang dilakukan oleh orang yang melakukan shalat. Takbiratul ihram merupakan rukun qauli (rukun yang berupa ucapan) yang dengannya seseorang telah masuk dalam rangkaian ibadah shalat dan diharamkan melakukan apa pun yang bisa membatalkannya.
Itulah sebabnya takbir yang diucapkan paling awal ini disebut takbiratul ihram, yang berarti takbir yang melarang orang yang shalat melakukan apa pun selain gerakan dan ucapan shalat.
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Abu Dawud dan lainnya:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
Artinya: Kuncinya shalat adalah suci, tahrimnya (yang mengharamkan melakukan apa pun) adalah takbir, dan tahlilnya (yang menghalalkan melakukan apa pun) adalah salam.
Sebagai bagian dari ibadah tentunya pelaksanaan takbiratul ihram tidak asal diucapkan. Ada aturan-aturan tertentu yang mesti dipatuhi oleh orang yang hendak melakukan shalat, baik shalat fardlu maupun sunah. Kesalahan dalam pelaksanaan takbiratul ihram menjadikan takbiratul ihramnya rusak dan berakibat pada tidak sahnya shalat yang dilakukan.
Musthafa Al-Khin, sebagai salah satu ulama madzhab Syafi’iyah menuturkan tata cara takbiratul ihram dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa takbiratul ihram haruslah dengan kalimat:
اللهُ أَكْبَرُ
Allâhu Akbar
Dalam pelaksanaannya pengucapan kalimat tersebut harus memenuhi beberapa syarat yakni:
- Pada saat mengucapkannya orang yang hendak shalat harus sudah dalam posisi berdiri. Bila pengucapannya dilakukan di tengah-tengah proses hendak berdiri maka tidak sah shalatnya.
- Pada saat mengucapkannya orang yang hendak shalat sudah pada posisi menghadap kiblat.
- Dengan menggunakan bahasa Arab. Namun bagi orang yang tidak bisa mengucapkannya dengan bahasa Arab dan tidak memungkin untuk mempelajari pada saat itu maka diperbolehkan baginya untuk bertakbiratul ihram dengan menggunakan bahasa lain dengan mengucapkan makna dari kalimat Allahu Akbar. Setelah itu ia berkewajiban untuk mempelajari takbiratul ihram dengan bahasa Arab.
- Pengucapan kalimat Allahu Akbar setiap hurufnya harus bisa didengar oleh minimal dirinya sendiri dengan catatan kondisi pendengarannya dalam keadaan sehat. Seandainya yang terdengar hanya kalimat Allahu saja dan tak terdengar kalimat Akbar-nya, meskipun kedua bibirnya bergerak mengucapkannya maka takbir tersebut tidak sah.
- Pengucapan takbiratul ihram tersebut dibarengi dengan hati yang membisikkan niat shalat (Musthafa Al-Khin, dkk, Al-Fiqhul Manhajî, [Damaskus: Darul Qalam, 1992], jil. 1, hal. 130 – 131).
Sementara itu Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitab Safînatun Naja lebih detil menyebutkan setidaknya ada 16 syarat takbiratul ihram yang harus dipenuhi saat orang mau melakukan shalat. Syarat-syarat tersebut adalah:
- Dilakukan pada posisi berdiri pada shalat fardlu
- Dengan menggunakan bahasa Arab
- Dengan lafdhul jalâlah (kata Allah)
- Dengan kata akbar
- Berurutan antara dua kata Allah dan akbar
- Tidak memanjangkan huruf hamzahnya kata Allah, sehingga terbaca Âllahu
- Tidak memanjangkan huruf ba-nya kata akbar, sehingga terbaca akbaar
- Tidak mentasydid huruf ba-nya kata akbar, sehingga terbaca akbbar
- Tidak menambah huruf waw yang mati atau berharakat di antara dua kata tersebut, sehingga menjadi Allâhu wakbar
- Tidak menambah huruf waw sebelum lafdhul jalâlah (kata Allah), sehingga terbaca Wallâhu Akbar
- Tidak berhenti di antara dua kata takbir, baik berhenti dalam waktu yang lama maupun singkat
- Semua hurufnya dapat didengar oleh diri sendiri
- Telah masuk waktu shalat bagi shalat yang ditentukan waktunya. Bila takbiratul ihram diucapkan sebelum waktu shalat benar-benar masuk maka batal shalatnya karena ada bagian dari shalat itu yang terlaksana sebelum waktunya.
- Dilakukan pada posisi sudah menghadap kiblat
- Tidak merusak salah satu hurufnya
- Takbiratul ihramnya makmum harus lebih akhir dari takbiratul ihramnya imam (Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safînatun Naja [Beirut: Darul Minhaj, 2009], hal. 34).
Demikianlah syarat dan rukun dari takbiratul ihram. Jika keduanya dilakukan dengan sempurna maka shalatnya menjadi sah. Jika tidak maka shalatnya menjadi tidak sempurna. Maka dari itu, kita harus memperhatikan tentang syarat kesempurnaan takbiratul ihram, sehingga ibadah kita menjadi sempurna kepada Allah swt.