Warta

Wakil Rais ‘Aam PBNU: Hijrah Sesungguhnya Meninggalkan Perbuatan Tidak Baik Menuju Baik

Sabtu, 13 Juli 2024 | 07:55 WIB

Wakil Rais ‘Aam PBNU: Hijrah Sesungguhnya Meninggalkan Perbuatan Tidak Baik Menuju Baik

Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir (Foto: NU Online/ Suwitno)

Jakarta, NU Online Lampung

Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir mengatakan, hijrah yang sesungguhnya adalah meninggalkan sesuatu yang tidak baik menuju yang baik, dari sesuatu yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Nabi bersabda setelah penaklukan Makkah tidak ada hijrah yang sesungguhnya.


Hal tersebut disampaikan ketika menjelaskan spirit Muharram sebagai bulan hijrah. Hijrah yang dimaksud adalah perpindahan ialah ketika Nabi Muhammad saw bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah. 


“Adapun perintah hijrah tersebut dilakukan, lantaran Makkah bukanlah tempat yang kondusif untuk menjalankan dakwah Islam pada saat itu. Islam memerlukan negara untuk penyebaran agama dan pelaksanaan syariatnya, sementara di Makkah sudah ada pemerintahan,” ujarnya dilansir dari NU Online.


Rasulullah saw tidak ingin menjadi pemberontak di Makkah. Oleh karena itu, ada instruksi dari Allah swt untuk hijrah meninggalkan kota Makkah menuju Madinah. Kiai Afif juga menjelaskan bahwa perang yang diizinkan oleh Allah swt pada masa itu adalah untuk mempertahankan negara.


“Pada awalnya, perang sangat dilarang oleh Allah. Nabi berkali-kali minta izin untuk menghadapi musuh-musuhnya yang sudah sangat zalim, tetapi selalu diminta untuk bersabar. Kemudian setelah Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah, barulah ada izin untuk melakukan perlawanan terhadap kekejaman itu,” paparnya. 


Menurut para ulama, lanjutnya, perang yang terpaksa dan diizinkan oleh Allah swt adalah untuk mempertahankan negara, bukan untuk menciptakan sesuatu yang belum ada. 


“Dengan adanya negara yang baru dibentuk oleh Nabi, Islam dengan cepat menjadi kokoh dan tersebar. Orang-orang mengakui kesuksesan Nabi, sehingga mampu mengubah dunia dalam waktu yang sangat singkat,” katanya. 


Nabi Muhammad saw menjalankan dakwah Islamiyah selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Meskipun hijrah fisik seperti yang dilakukan Nabi Muhammad saw sudah tidak ada, esensi dan substansinya masih relevan.