Warta

Jangan Anti Pada Sesajen

Jumat, 10 Desember 2021 | 19:26 WIB

Jangan Anti Pada Sesajen

Contoh sesaji atau sesajen (foto NU Online)

MASIH adakah diantara kita yang asing dengan sesajen? Pro kontra tentang sesajen muncul ketika salah satu aliran Islam mengharamkannya, menganggapnya musyrik dan bid’ah atas tafsir agama yang diyakininya. Tanpa membedakan mana syareat dan mana budaya. 

 

Masyarakat nusantara sejak dahulu hingga sekarang sering menggunakan sesajen sebagai bagian dari acara atau pesta. Bahkan sebelum masuknya agama-agama besar di nusantara, penduduk setempat sudah mengenal tradisi sesajen. 

 

Sesajen, ada yang menyebutnya sajen atau sesaji, merupakan istilah dari hidangan makanan atau makanan yang dihidangkan. Baik berupa nasi tumpeng, nasi kotak, nasi piring, nasi prasmanan, baik nasi berwarna putih, warna kuning dan nasi merah. 

 

Sama saja dengan mengatakan santap saji atau santap sajen. Masyarakat nusantara selain Sumatera seperti Pulau Jawa mengucapkan saji dengan aksen sajen. 

 

Sesajen juga bisa dihidangkan dengan menu nusantara seperti ayam Ingkung, kuluban daun kemangi, urab, telor, bubur putih, bubur merah, nasi kuning, telor rebus, tempe dan tahu goreng, slobor, acar, klepon dan sebagainya. Dengan minuman air mineral, kopi, wedang jahe, bandrek, legen, dan air kelapa muda. Serta dilengkapi dengan buah pisang raja sere dan pisang raja nangka. 

 

Bisa juga sesajen dihidangkan dengan model makanan impor khas Barat, seperti pizza al taglio, roti hamburger, steak daging sapi dan kambing, frites, gelato, crepes, dan currywurst. Jika makanan yang semula berasal dari yang diharamkan dalam Islam bisa diganti dengan yang halal.

 

Minumnya juga bisa berupa fanta, coca-cola, horchata, leche merengada, chocolate caliente, mosto, latin limeade, dan aqua fresca. Dilengkapi juga dengan buah pencuci mulut seperti anggur, apel, stroberi dan lain-lain. 

 

Bahkan menggunakan menu khas arab juga boleh, seperti roti, nasi kebuli kambing, kebab, hummus, sarma, samosa, falafel, manakessh, muttabaq, luqaimat, dan kushari. Hidangan minuman dengan sahlab, qishr, jus carob, sobya, dan susu. Dilengkapi juga dengan buah kurma, apel, anggur, jeruk, kismis, dan lain-lain. 

 

Jadi ketika mendengar kata sajen dengan berbagai menu jangan alergi dengan langsung menghukumi dengan musyrik, bid'ah dan sesat. Padahal makanan dan minumannya halal secara lahir dan batin. Susunan makanannya boleh ditaruh di piring, nampan, tampah, daun pisang, plastik, kertas minyak dan baskom. 

 

Bentuk susunannya boleh rata, segi empat, segi tiga, kerucut, bulat, model kubus, persegi panjang, jajar genjang dan lain sebagainya. Tidak ada kata haram membentuk model makanan yang kata pemahaman tafsir agama mereka, makanan model kerucut bisa menjadikan syirik. 

 

Lain hal jika setelah makan tumbeng kerucut lalu mengaku menjadi Tuhan. Ini lain cerita. Namun setahu penulis, orang yang setelah makan sesajen tumpeng kerucut atau model lainnya yang ada hanya kenyang dan tambah bersyukur kepada Allah. 

 

Justru yang dulu pernah viral, ada yang melarang makan klepon (salah satu makanan khas nusantara), yang isinya semuanya halal lahir batin. Terdiri dari tepung yang berasal dari beras yang ditumbuk atau digiling, buah kelapa yang diparut, gula merah yang dicairkan dan dibungkus dengan daun pisang. Dimana salahnya?

 

Sedangkan mereka yang mengharamkan klepon saban hari makan dengan nasi putih, makanan pokok nusantara, makan bakso yang bentuknya bulat, makan mie ayam, dan makan sayur kangkung yang semua itu juga tidak ada di zaman Nabi Muhammad Saw. 

 

Bentuk kreasi makanan merupakan budaya yang di buat oleh manusia. Sedang standar halal dan haramnya makanan berasal dari agama, dari Nash Al-Qur'an, Hadits, Ijma dan Qiyas para ulama.

 

Yudi Prayoga, Kontributor NU Online Lampung