• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Warta

Enam Pernyataan Sikap Muslimat NU Lampung Terkait Maraknya Kekerasan Perempuan dan Anak

Enam Pernyataan Sikap Muslimat NU Lampung Terkait Maraknya Kekerasan Perempuan dan Anak
Enam Pernyataan Sikap Muslimat NU Lampung terkait Maraknya Kekerasan Perempuan dan Anak. (Foto: Istimewa).
Enam Pernyataan Sikap Muslimat NU Lampung terkait Maraknya Kekerasan Perempuan dan Anak. (Foto: Istimewa).

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat NU Lampung menyampaikan keprihatinan atas banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung pada tahun 2023 ini. Keprihatinan itu diungkapkan Muslimat NU Lampung dalam enam poin pernyataan sikap, Sabtu (31/12/2023).

 

Ketua PW Muslimat NU Lampung, Fita Nahdia Assegaf menyatakan, sebagai organisasi kemasyarakatan, Muslimat NU prihatin atas kasus-kasus kekerasan tersebut, sehingga meminta sejumlah pihak yang terkait untuk lebih serius dalam mencegah dan menyelesaikannya pada tahun mendatang.

 

“Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini tidak dapat dibiarkan, atau yang seperti selama ini terjadi, penyelesaiannya cenderung secara kekeluargaan atau perdamaian saja. Harus diproses hukum supaya bisa memberikan efek jera pada pelaku, dan secara otomatis dapat menurunkan angka kekerasan,” katanya.

 

Berikut pernyataan sikap PW Muslimat NU Lampung terkait tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, seperti disampaikan Ketua Bidang Hukum, Advokasi dan Litbang, Khalida.

 

Pertama, menyerukan untuk dihentikannya segala bentuk kekerasan yang terjadi pada Perempuan dan Anak sebagaimana yang tercantum dalam UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan undang-undang lainnya sebagai payung hukum perlindungan terhadap perempuan dan anak.

 

Kedua, menyerukan kepada semua elemen bangsa sekaligus membangkitkan kesadaran dan empati masyarakat untuk terlibat langsung dengan melakukan pencegahan, berani berbicara, melaporkan dan bertindak atas nama hukum dan keadilan sehingga kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi lagi.

 

“Pemerintah melalui stakeholder terkait hendaknya menerapkan pola pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan lebih memfokuskan pada pemahaman sejak usia dini pada nilai-nilai agama dan akhlak atau budi pekerti pada lingkungan keluarga dan sekolah terlebih dahulu. Peran media pun dianggap signifikan terutama melalui pemberitaan yang masif tentang perempuan dan anak,” katanya.

 

Ketiga, mendukung dan ikut terlibat langsung dalam program yang saat ini sedang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI terutama dalam hal pendampingan dengan membentuk tim advokasi terhadap permasalahan hukum yang terjadi pada warga masyarakat pada umumnya dan jamaah Muslimat NU pada khususnya.

 

Keempat, memastikan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dilakukan secara maksimal, tidak tebang pilih dan dilaksanakan sampai tuntas sehingga keadilan dapat dirasakan semua pihak, termasuk memastikan penanganan kesehatan fisik dan mental korban, pemenuhan hak, pemulihan kembali berjalan dengan baik.

 

Kelima, menyerukan program sosialisasi dan edukasi yang dilakukan pemerintah, lembaga masyarakat atau pihak-pihak terkait pelaksanaannya jangan hanya sebatas realisasi program atau penyerapan anggaran saja. “Tetapi juga berorientasi pada hasil atau out put untuk menjadi acuan dalam penanganan kekerasan yang terjadi di masyarakat,” katanya Khalida.

 

Keenam, program kemandirian perempuan juga menjadi hal penting dalam upaya pemberdayaan perempuan sebagai bagian dari warga negara dengan memastikan perempuan bisa berdaya guna, memiliki kemampuan dan keterampilan yang akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

 

Khalida mengatakan, timnya sudah menyusun program untuk tahun 2024 mendatang, berupa penyuluhan dan pendampingan hukum, khususnya untuk warga Muslimat NU yang bermasalah dengan hukum. “Kami juga akan menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH), untuk sama-sama melakukan pendampingan dan advokasi terhadap perempuan dan anak,” katanya.

 

Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung menyebutkan, kasus korban kekerasan pada perempuan dan anak sejak Januari hingga Oktober 2023 sebanyak 611 kasus dan 672 korban. Kasus itu berdasarkan tempat banyak terjadi di rumah tangga dengan 404 kasus, di fasilitas umum sebanyak 73 kasus, dan sekolah 67 kasus.

 

“Angka tersebut bisa jadi lebih tinggi karena masyarakat di daerah tertentu tidak berani melaporkan, jumlah penduduknya yang sedikit, tingkat pendidikan rendah, tidak banyak lembaga yang peduli soal kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta tidak ada lembaga juga yang berinisiatif melaporkan langsung,” kata Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Fitrianita Damhuri, saat menerima pengurus PW Muslimat NU Lampung beberapa waktu lalu.

(Ila Fadilasari)


Warta Terbaru