Ila Fadilasari
Penulis
Jumat adalah hari yang istimewa dan agung dalam agama Islam. Banyak amalan pada hari tersebut, untuk mendapatkan keberkahan dan limpahan pahala pada hari yang disebut sayyidul ayyam tersebut.
Pada hari Jumat kaum laki-laki dianjurkan untuk menunaikan shalat Jumat. Dan karena pelaksanaannya hanya satu kali dalam sepekan, diharapkan bisa datang tidak terlambat, bahkan bisa datang lebih awal, sambil memperbanyak dzikir dan doa di masjid.
Namun bisa saja seseorang mengalami kendala akibat kesibukan pekerjaan, macetnya perjalanan, atau lainnya, hingga menyebabkan datang terlambat ke masjid. Lalu bagaimanakah tuntunan dan tata caranya bila terlambat tiba di masjid, dan shalat sudah berlangsung?
Orang yang terlambat datang dalam pelaksanaan shalat Jumat disebut dengan masbuq, kebalikan dari makmum muwafiq. Dilansir dari NU Online, Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun tentang definisi makmum muwafiq dan masbuq mengatakan:
هَذَا كُلُّهُ فِي الْمُوَافِقِ وَهُوَ مَنْ أَدْرَكَ مَعَ الْإِمَامِ قَدْرَ الْفَاتِحَةِ بِالنِّسْبَةِ اِلَى الْقِرَاءَةِ الْمُعْتَدِلَةِ لَا لِقِرَاءَةِ الْإِمَامِ وَلَا لِقِرَاءَةِ نَفْسِهِ عَلىَ الْأَوْجَهِ. اِلَى اَنْ قَالَ وَأَمَّا الْمَسْبُوْقُ وَهُوَ مَنْ لَمْ يُدْرِكْ مَا مَرَّ فِي الْمُوَافِقِ فِيْ ظَنِّهِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى أَوْ غَيْرِهَا
Artinya: Yang demikian tersebut berlaku untuk makmum muwafiq, yaitu makmum yang menemui durasi waktu membaca al-Fatihah bersama Imam sesuai dengan standar bacaan sedang, bukan bacaannya Imam dan makmum sendiri menurut pendapat al-Aujah (yang kuat). Adapun masbuq yaitu orang yang tidak menemui kriteria yang disebutkan dalam makmum muwafiq sesuai dugaannya, baik di rakaat pertama atau lainnya (Al-Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun, Busyra al-Karim bi Syarhi Masail al-Ta’lim, Jedah: Dar al-Minhaj, 2004, halaman 354-355).
Berkaitan dengan makmum masbuq dalam shalat Jumat, setidaknya ada dua hal yang perlu dipahami. Pertama, masbuq yang menemui ruku’ rakaat yang kedua dari shalatnya imam. Masbuq jenis ini sederhananya adalah makmum yang menemui satu rakaat bersama imam. Masbuq jenis pertama ini tergolong orang yang menemui rakaat shalat Jumat.
Setelah imam salam, ia cukup menambahkan satu rakaat untuk menyempurnakan Jumatnya. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
(وَلَا تُدْرَكُ الْجُمُعَةُ إِلَّا بِرَكْعَةٍ ) لِمَا مَرَّ مِنْ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ الْجَمَاعَةُ وَكَوْنُهُمْ أَرْبَعِيْنَ فِيْ جَمِيْعِ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى فَلَوْ أَدْرَكَ الْمَسْبُوْقُ رُكُوْعَ الثَّانِيَةِ وَاسْتَمَرَّ مَعَهُ إِلَى أَنْ يُسَلِّمَ أَتَى بِرَكْعَةٍ بَعْدَ سَلَامِ الْإِمَامِ جَهْرًا وَتَمَّتْ جُمُعَتُهُ
Artinya: Jumat tidak dapat diraih kecuali dengan satu rakaat, karena keterangan yang lampau bahwa disyaratkan berjamaah dalam pelaksanaannya serta jamaah Jumat berjumlah 40 orang dalam keseluruhan rakaat pertama. Dengan demikian, apabila makmum masbuq menemui ruku’ kedua dan berlanjut mengikuti imam sampai salam, maka ia menambahkan satu rakaat setelah salamnya imam dengan membaca keras dan telah sempurna jumatnya (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, juz 4, hal 359-360).
Dalam komentarnya atas referensi di atas, Syekh Mahfuzh al-Termasi menambahkan keterangan sebagai berikut:
(قَوْلُهُ وَتَمَّتْ جُمُعَتُهُ) اَيِ الْمَسْبُوْقِ اَيْ لَمْ تَفُتْهُ فَفِي الْحَدِيْثِ مَنْ أَدْرَكَ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ
Artinya: Ucapan Syekh Ibnu Hajar “dan telah sempurna Jumatnya”, maksudnya Jumat tidak terlewatkan dari makmum masbuq tersebut. Dalam hadits disebutkan, barangsiapa menemui dari shalat Jumat satu rakaat, maka ia menemui shalat Jumat, hadits riwayat imam al-Hakim dan beliau menshahihkannya (Syekh Mahfuzh al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz 4, hal. 360).
Kedua, masbuq yang tidak menemui ruku’ rakaat yang kedua dari shalatnya imam. Masbuq jenis kedua ini maksudnya adalah makmum yang sama sekali tidak menemui rakaatnya imam. Mengenai ketentuannya, ia wajib mengikuti jamaah shalat Jumat dengan niat Jumat.
Setelah salamnya imam, ia wajib menyempurnakannya sebagai shalat zuhur, maksudnya wajib menambahkan empat rakaat. Saat menyempurnakan rakaatnya, ia tidak perlu niat zuhur. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan:
(فَإِنْ أَدْرَكَهُ بَعْدَ رُكُوْعِ الثَّانِيَةِ نَوَاهَا جُمُعَةً) وُجُوْبًا وَإِنْ كَانَتِ الظُّهْرُ هِيَ اللَّازِمَةَ لَهُ مُوَافَقَةً لِلْإِمَامِ وَلِأَنَّ الْيَأْسَ مِنْهَا لَا يَحْصُلُ إِلَّا بِالسَّلَامِ (وَصَلَّاهَا ظُهْرًا) لِعَدَمِ إِدْرَاكِ رَكْعَةٍ مَعَ الْإِمَامِ
Artinya: Apabila masbuq menemui imamnya setelah ruku’ rakaat kedua, maka ia wajib niat shalat Jumat, meskipun zuhur adalah kewajibannya, karena menyesuaikan dengan imam dan karena ketiadaan harapan menemui Jumat tidak dapat dihasilkan kecuali dengan salam. Dan ia wajib melaksanakannya sebagai zuhur, karena ia tidak menemui satu rakaat bersama imam (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz.4, hal. 363-364).
Dalam komentarnya atas kitab di atas, Syekh Mahfuzh al-Termasi menjelaskan:
(قَوْلُهُ وَصَلَّاهَا ظُهْرًا) اَيْ يُتِمُّ صَلَاتَهُ عَالِمًا كَانَ أَوْ جَاهِلًا بَعْدَ سَلَامِ الْإِمَامِ ظُهْرًا مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِ تَعْبِيْرُهُمْ بِيُتِمُّ
Artinya: Ucapan Syekh Ibnu Hajar, Dan ia wajib melaksanakannya sebagai zuhur, maksudnya ia wajib menyempurnakan shalatnya sebagai zuhur setelah salamnya imam, baik orang yang mengetahui atau orang yang bodoh, hal tersebut dilakukan tanpa harus niat zuhur sebagaimana yang ditujukan oleh redaksi para ulama dengan bahasa “yutimmu”, menyempurnakan”.
Syekh Mahfuzh juga menegaskan, bila setelah menyempurnakan zuhurnya, masbuq jenis kedua ini menemukan jamaah shalat jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat bersama mereka. Sedangkan shalat zuhur yang sudah ia lakukan, dengan sendirinya berstatus shalat sunah.
Pakar fiqih dan hadits asal Pacitan-Jawa Timur ini menegaskan:
وَلَوْ أَدْرَكَ هَذَا الْمَسْبُوْقُ بَعْدَ صَلَاتِهِ الظُّهْرَ جَمَاعَةً يُصَلُّوْنَ الْجُمُعَةَ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيَهَا مَعَهُمْ كَمَا قَالَهُ فِي النِّهَايَةِ وَيَتَبَيَّنُ انْقِلَابُ الظُّهْرِ نَفْلًا لِأَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْوُجُوْبِ وَبَانَ عَدَمُ الْفَوَاتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الْكَلَامَ عِنْدَ جَوَازِ التَّعَدُّدِ.
Artinya: Apabila setelah shalat zuhur masbuq jenis ini menemui kelompok yang melaksanakan Jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat bersama mereka seperti yang dikatakan Imam al-Ramli dalam kitab al-Nihayah. Dan telah nyata zuhur yang dilakukannya berubah menjadi sunah, sebab ia tergolong orang yang berkewajiban Jumat, sementara nyatanya Jumat tidak terlewatkan untuknya. Dan merupakan hal yang maklum, dalam hal ini konteksnya adalah saat diperbolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat dalam satu desa.
Demikian penjelasan dan panduan shalat Jumat bagi seseorang yang terlambat datang di tempat pelaksanaan shalat Jumat. Semoga kita dapat menjalankan ibadah Jumat dengan istiqamah dan tepat waktu, karena banyaknya hikmah yang terkandung dalam shalat Jumat.
Terpopuler
1
Perkuat Konsolidasi Organisasi, MWCNU Pringsewu Gelar Turba
2
Pernikahan, Ibadah Paling Panjang dalam Kehidupan Manusia
3
PCNU Pringsewu Imbau Masyarakat Senantiasa Menjaga Kondusifitas Daerah
4
Ubah Generasi Strawberry Jadi Kelapa, Ketua PCNU Pringsewu: Pesantren Tempatnya!
5
Gelar Musker, Ranting NU Bandungbaru Adiluwih Tajamkan Program untuk Wujudkan Target
6
Lampung-In, Aplikasi Pintar untuk Warga Lampung yang Aktif dan Peduli, Diluncurkan
Terkini
Lihat Semua