Syiar

Tata Cara Mengganti Puasa hingga Ramadhan Tahun Berikutnya

Sabtu, 18 Januari 2025 | 11:00 WIB

Tata Cara Mengganti Puasa hingga Ramadhan Tahun Berikutnya

Ilustrasi puasa. (Foto: NU Online)

Hukum mengqadha (mengganti) puasa Ramadhan yang ditinggalkan adalah wajib. Pelaksanaannya, sesuai fiqih Islam, harus ditunaikan sebelum datangnya bulan Ramadhan berikutnya. 


Namun karena berbagai sebab, mungkin ada yang tidak melaksanakannya sesuai ketentuan. Apabila sudah melewati waktu tersebut, ada beberapa tata cara qadha puasa Ramadhan yang perlu dilakukan. 


Ketika sudah datang Ramadhan berikutnya, tetapi seseorang masih memiliki tanggungan utang puasa maka yang harus ia lakukan adalah dengan cara berpuasa dan ditambah membayar fidyah sebesar satu mud (kurang lebih tujuh ons bahan makanan pokok seperti beras, untuk setiap satu hari yang ditinggalkan). Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan.


Berikut ketentuannya, dilansir dari NU Online:


وَمَنْ) أَيْ وَكَمَنْ (قَدْ أَمْكَنَهُ) قَضَاءُ مَا فَاتَهُ مِنْ رَمَضَانَ (وَأَخَّرَ الْقَضَاءَ عَنْ كُلِّ سَنَةٍ) إلَى رَمَضَانَ ثَانٍ فَإِنَّهُ يَلْزَمُهُ لِكُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ بِمُجَرَّدِ دُخُولِ رَمَضَانَ لِخَبَرِ أَبِي هُرَيْرَةَ: مَنْ أَدْرَكَهُ رَمَضَانُ فَأَفْطَرَ لِمَرَضٍ، ثُمَّ صَحَّ وَلَمْ يَقْضِهِ حَتَّى أَدْرَكَهُ رَمَضَانُ آخَرُ صَامَ الَّذِي أَدْرَكَهُ ثُمَّ يَقْضِي مَا عَلَيْهِ، ثُمَّ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا. رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ وَالْبَيْهَقِيُّ


Artinya: Orang yang memungkinkan qadha puasa yang ia tinggalkan (tetapi) ia tunda hingga bulan Ramadhan berikutnya, maka dia terkena kewajiban fidyah satu mud tiap satu hari disebabkan sudah masuk bulan Ramadhan (yang kedua) dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah. “Barang siapa yang menemui bulan Ramadhan, dan ia tidak berpuasa karena sakit, kemudian ia sembuh dan tidak mengganti (qadha) puasanya hingga menemui bulan Ramadhan berikutnya, maka ia harus (tetap) menggantinya dikemudian hari serta memberi makan orang miskin (membayar fidyah) tiap satu hari (satu mud).” Diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dan Imam Baihaqi (Zakariya Al-Anshari, Al-Ghurarul Bahiyyah, [Mesir, Al-Mathba'ah Al-Maimuniyyah], jilid II, halaman 234). 


Meski begitu, seseorang tidak wajib membayar fidyah jika tidak memiliki kesempatan mengganti (qadha) puasa sebelum datang bulan Ramadhan berikutnya.


Termasuk dalam kategori tidak berkesempatan, seperti orang yang bekerja menjadi sopir (terus menerus menjadi musafir), orang yang sakit menahun hingga datang bulan Ramadhan berikutnya, hamil atau menyusui hingga masuk Ramadhan berikutnya, orang yang menunda karena lupa, maka tidak mempunyai kewajiban membayar fidyah. 


وَخَرَجَ بِالْإِمْكَانِ الْمَزِيدِ عَلَى الْحَاوِي مَا إذَا لَمْ يُمْكِنْهُ الْقَضَاءُ بِأَنْ اسْتَمَرَّ مُسَافِرًا، أَوْ مَرِيضًا حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ بِالتَّأْخِيرِ


Artinya: Dikecualikan dari orang yang berkesempatan yang ditambahkan dalam redaksi kitab Al-Hawi yakni orang yang tidak berkesempatan mengqadhanya sebagaimana orang yang terus-terusan bepergian, orang yang sakit hingga datang bulan Ramadhan (berikutnya), maka mengakhirkannya tidak wajib membayar fidyah (Al-Anshari, II/234).


Bacaan Niat Membayar fidyah

Pada saat akan membayar fidyah, kita perlu membaca lafal niat berikut:


نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu an ukhrija hādzihil fidyata ‘an ta’khiri qadhā’I shaumi Ramadhāna fardhan lillâhi ta‘âlâ.


Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardhu karena Allah.


Fidyah bagi yang Menunda Qadha hingga Bertahun-tahun

Fidyah itu akan terus muncul seiring dengan pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang berutang (sebelum dilunasi). Bagi yang belum membayar fidyah hingga sampai melewati beberapa kali Ramadhan (bertahun-tahun), menurut pendapat al-Ashah, fidyah kategori ini menjadi berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun.


Dilansir dari NU Online, misal orang punya tanggungan qadha puasa sehari di tahun 2023, ia tidak kunjung mengqadha sampai masuk Ramadhan tahun 2025, maka dengan berlalunya dua tahun (dua kali putaran Ramadhan), kewajiban fidyah berlipat ganda menjadi dua mud.  


Syekh Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan: 


 (ومن أخر قضاء رمضان مع إمكانه) بأن كان مقيما صحيحا. (حتى دخل رمضان آخر لزمه مع القضاء لكل يوم مد) وأثم كما ذكره في شرح المهذب وذكر فيه أنه يلزم المد بمجرد دخول رمضان، أما من لم يمكنه القضاء، بأن استمر مسافرا أو مريضا حتى دخل رمضان فلا شيء عليه بالتأخير، لأن تأخير الأداء بهذا العذر جائز فتأخير القضاء أولى بالجواز.


Artinya: Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan padahal imkan (ada kesempatan), sekira ia mukim dan sehat, hingga masuk Ramadhan yang lain, maka selain qadha ia wajib membayar satu mud makanan setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan orang tersebut berdosa seperti yang disebutkan al-Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzab.


Di dalam kitab tersebut, beliau juga menyebut bahwa satu mud makanan diwajibkan dengan masuknya bulan Ramadhan. Adapun orang yang tidak imkan mengqadha, semisal ia senantiasa bepergian atau sakit hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya dengan keterlambatan mengqadha. Sebab mengakhirkan puasa ada’ disebabkan uzur baginya adalah boleh, maka mengakhirkan qadha tentu lebih boleh.


 (والأصح تكرره) أي المد. (بتكرر السنين) والثاني لا يتكرر أي يكفي المد عن كل السني


Artinya: Menurut pendapat al-ashah, satu mud menjadi berlipat ganda dengan berlipatnya beberapa tahun. Menurut pendapat kedua, tidak menjadi berlipat ganda, maksudnya cukup membayar satu mud dari beberapa tahun yang terlewat (Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, halaman 87).