• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Syiar

Tata Cara I’tikaf dan Keutamaannya di 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Tata Cara I’tikaf dan Keutamaannya di 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan
Tata Cara I’tikaf dan Keutamaannya di 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan (Ilustrasi gambar: NU Online)
Tata Cara I’tikaf dan Keutamaannya di 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan (Ilustrasi gambar: NU Online)

Salah satu amalan sunnah yang dianjurkan pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan adalah beri’tikaf. Meski i’tikaf bisa dilakukan kapan saja, namun pada 10 hari terakhir Ramadhan itu keutamaannya sangat besar, karena menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadar.


Pengertian kata  i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang disertai dengan niat. Tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah swt, dengan cara seperti dzikir, bertasbih, membaca Al-Quran, bermuhasabah, mengingat hari akhir, mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan sebagainya.  


Karena waktu Lailatul Qadar adalah rahasia Allah, maka i’tikaf dianjurkan pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan ini. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw menyatakan bahwa i’tikaf di 10 malam terakhir Ramadhan bagaikan beri’tikaf bersama beliau.     


 مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ 


Artinya: Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir (HR Ibnu Hibban).  


Rukun i’tikaf ada empat: 


1. Niat


2. Berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat

3. Masjid

4. Orang yang beri’tikaf.


Kemudian, syarat orang yang beri’tikaf adalah beragama Islam, berakal sehat, dan bebas dari hadas besar. Artinya, tidak sah i’tikaf dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.


Saat berniat, seorang yang beri’tikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila i’tikaf tersebut dinadzarkan. Dan berdasarkan pendapat kuat, seluruh i’tikaf itu menjadi fardhu, baik ditentukan lamanya maupun tidak. 


Kemudian, macam-macamnya ada tiga: 

1. I'tikaf mutlak

2. I'tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus

3. I’tikaf terikat waktu dan terus-menerus.


I’tikaf mutlak walaupun lama waktunya cukuplah berniat sebagai berikut:  


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى 


Artinya: Aku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.


Sedangkan i’tikaf yang terikat waktu, selama satu bulan misalnya, niatnya adalah sebagai berikut: 


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى   


Artinya: Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah.


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا 


Artinya: Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah.


Sementara niat i’tikaf yang dinadzarkan adalah sebagai berikut: 


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى


Artinya: Aku berniat i’tikaf di masjid ini fardhu karena Allah.


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى 


Artinya: Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah. 


Hanya saja, dalam i’tikaf mutlak, jika seseorang keluar dari masjid tanpa maksud kembali, kemudian kembali, maka ia harus berniat lagi. Dan i’tikaf keduanya dianggap sebagai i’tikaf baru. Berbeda halnya jika ia berniat kembali, baik kembalinya ke masjid semula maupun ke masjid lain, maka niat sebelumnya tidak batal dan tidak perlu niat baru.    


Adapun yang membatalkan i’tikaf ada sembilan: (1) berhubungan suami-istri, (2) mengeluarkan sperma, (3) mabuk yang disengaja, (4) murtad, (5) haidh, selama waktu i’tikaf cukup dalam masa suci biasanya, (6) nifas, (7) keluar tanpa alasan, (8) keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda, (9) keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keingingan sendiri.   


Kapan pun di antara kesembilan perkara itu menimpa seseorang yang beri’tikaf maka batallah i’tikafnya. Dan batal pula kelangsungan dan kelanggengan i’tikaf yang terikat dengan waktu yang berturut-turut. Sehingga seseorang harus mengawalinya dari awal, meskipun i’tikaf yang telah dilakukannya bernilai pahala selama yang membatalkannya bukan murtad. 


Sedangkan dalam i’tikaf yang terikat waktu yang tak berturut-turut, maksud batal di sana adalah waktu batal tidak dihitung sebagai bagian dari i’tikaf. Jika ia memulainya lagi, hendaknya memperbaharui niat dan menggabungkannya dengan i’tikaf sebelumnya.


Kemudian, dalam i’tikaf mutlak, maksud batal di sana hanya terputus kelangsungan i’tikafnya saja, sehingga tidak bisa disambungkan dengan i’tikaf sebelumnya, tidak pula bisa diperbaharui. Namun, i’tikaf itu dianggap sah dan berdiri sendiri-sendiri. 


Demikian tuntunan i’tikaf sebagaimana dilansir dari NU Online. Semoga kita dapat memanfaatkan 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya.
 


Syiar Terbaru