• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Rabu, 8 Mei 2024

Syiar

Seandainya di Dunia Tidak Ada Musibah

Seandainya di Dunia Tidak Ada Musibah
foto ilustrasi (net)
foto ilustrasi (net)

KETAHUILAH bahwa kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Keleluasaan itu bersama kegelisahan. Sedangkan kemudahan itu bersama dengan kesulitan (Riwayat Tirmidzi).

 

Musibah adalah hilangnya sesuatu yang kita cintai, sayangi, seperti harta, rumah, kendaraan, atau pekerjaan. Bisa juga berupa hilangnya orang yang kita cintai, seperti kematian ayah, ibu, atau anak. Bisa juga berupa hilangnya kesehatan, jabatan, kehormatan dan harga diri.
 

Sebagaimana sifatnya dunia, semua yang ada di atas bumi adalah fana. Hanya sementara. Tak ada yang abadi. Orang-orang yang kita cintai suatu saat pasti akan mati meninggalkan kita. Atau justru sebaliknya, kita yang akan meninggalkan mereka. Ini adalah musibah yang tidak bisa dihindari.
 

Kehilangan pekerjaan, jabatan, atau harta benda bisa menimpa siapa saja dan terjadi kapan saja. Tidak seorangpun yang hidup di dunia ini bisa menghindarinya. Jika hari ini selamat dari musibah, mungkin besok atau lusa tidak. Jika hari ini yang tertimpa musibah adalah teman kita mungkin besok atau lusa adalah giliran kita.
 

Seandainya saja Allah SWT tidak menurunkan musibah kepada manusia di bumi ini mungkin kita akan menjadi manusia yang sombong, menjadi orang-orang yang bangkrut dan merugi.
 

Seperti kata beberapa ulama salaf mengatakan, “Jika saja tidak ada musibah di dunia, di akhirat kelak kita akan menjadi orang-orang yang bangkrut dan merugi (dosanya lebih banyak daripada pahalanya).”
 

Arhiyah ibn Qais mengatakan “Ka’ab sedang sakit. Kemudian sekelompok orang dari Damsyiq datang menjenguknya. Para penjenguk itu bertanya kepadanya,
‘Bagaimana keadaanmu wahai Abu Ishaq? Ka’ab pun menjawab ‘Aku baik-baik saja. Dosa-dosa akan diangkat dari tubuh. Sesungguhnya Allah berkehendak untuk mengazab tubuh ini dan Dia juga berkehendak untuk merahmati tubuh ini. Jika kelak Dia membangkitkannya kembali, Dia akan membangkitkannya sebagai tubuh yang baru, yaitu tubuh yang telah bersih dari dosa”.
Dan juga apa yang seperti Ma’ruf Al-Khari ungkapkan tentang ujian musibah kepada orang beriman yaitu: “Sesungguhnya Allah akan menurunkan ujian kepada hamba-Nya dengan penyakit dan kelaparan. Hamba-Nya itu lalu mengadu kepada sesamanya.

 

Allah kemudian berkata kepada hamba-Nya itu, ‘Demi kekuasaan dan keagungan-Ku, sesungguhnya tidaklah Aku menurunkan musibah kepadamu berupa penyakit dan kelaparan, kecuali untuk membersihkanmu dari dosa-dosa. Maka janganlah engkau mengeluh tentang-Ku”.
Ulah Manusia Sendiri
 

Jika mau mengevaluasi diri secara jujur, tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya musibah datang jelas karena ulah kita sendiri. Kesalahan tidak mengindahkan aturan dan hukum-hukum Allah SWT, baik yang bersifat amaliah maupun sosial (kauniyah) dan juga hukum Al Qur’an (qauliyah).
 

Seperti dalam QS. Ar-Rum: 30. ” Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
 

Sementara Wahab Ibn Minbah menyebutkan, “Tidaklah seorang yang berilmu itu sempurna keilmuannya sebelum dia menerima ujian sebagai nikmat dan nikmat sebagai ujian. Orang yang ditimpa ujian itu sesungguhnya sedang menanti datangnya nikmat, sedangkan orang yang dikaruniai nikmat sesungguhnya dia sedang menanti datangnya ujian”.
 

Jadi, bagaimanakah seharusnya kita sebagai orang beriman  dalam menyikapi musibah yang tengah melanda ini seperti wabah Covid 19 yang saat ini terus berlanjut? Yaitu dengan sabar dan ridha.
 

Apa itu sabar?
 

“Sesungguhnya kesabaran dalam keimanan itu seperti kepala bagi jasad manusia. Jika kepala terlepas dari jasadnya matilah jasad”.(Ali bin Abi Thalib).
 

Ali bin Abi Thalib kemudian berkata lagi dengan nada suara yg tinggi “Tidaklah seseorang disebut beriman apabila dia tidak bisa bersabar!”
 

Sulaiman Ibn al-Qasim berkata,”Setiap kebaikan bisa diketahui ganjarannya kecuali kesabaran.”
Allah SWT berfirman,”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”(QS.Al-Zumar: 10).


Ibnu Atha’ berkata: Sabar adalah tetap dalam malapetaka dengan perilaku adab. Sabar adalah fana’jiwa dalam cobaan tanpa keluhan. Menjalani cobaan dengan sikap yang sama seperti menghadapi kenikmatan (abu Utsman).
 

Ada pula menyebutkan bahwa kesabaran itu bagaikan air yang mengalir deras. Seseorang bertanya kepada Luqman Al-Hakim “apakah sesuatu yg paling baik itu?”
Luqman menjawab,”Kesabaran yang tidak diiringi keluhan dan penyesalan.” Kemudian dia ditanya lagi, manusia seperti apakah yang paling baik itu?” Luqman menjawab,”Manusia yang ridha dengan apa yang ditetapkan Allah untuknya.”
 

Apakah Ridha itu?
 

Allah SWT berfirman : “Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya”(QS. Al-Maidah: 119; Al-Bayyinah:8).


Ridha adalah “apabila baginya penderitaan sama menggembirakannya dengan anugrah nikmat (Rabi’ah Al-adawiyah).
 

Contohnya seperti disebutkan dalam sebuah kabar bahwasannya Nabi Musa as, memohon kepada Allah SWT. “Wahai Tuhan tunjukkanlah kepadaku suatu perkara yang mengandung ridha-Mu agar aku bisa mengerjakannya. “Serta merta Allah menurunkan wahyu kepadanya,

*Sesungguhnya ridha-Ku ada dalam sesuatu yang tidak kau suka, dan kau tidak akan bisa sabar menghadapi apa yang tidak kau suka.”


Musa terus memohon,”Wahai Allah, tunjukkanlah kepada hamba apa itu?  “Allah menjawab, “Sesungguhnya keridhaan-Ku tersimpan dalam keridhaanmu menerima qadha ketetapan-Ku”. (Qut Al-Qulub,II/81).
 

Maka bagi orang beriman musibah adalah ujian. Untuk itu bersabarlah dan ridhalah atas segala yang Allah tetapkan. Allah Maha Adil. Setiap musibah pasti ada hikmah bagi orang-orang yang meyakininya.
 

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim yang tertimpa suatu kesakitan, baik itu tertusuk duri atau lebih dari itu, niscaya Allah mengampuni kesalahab-kesalahannya dan menghapuskan dosa-dosanya, sebagimana daun-daun berguguran dari pohonnya. (HR:Bukhari dan Muslim).
 

Ketahuilah, Allah SWT tidak akan pernah mengambil dari diri kita kecuali Dia telah menyiapkan penggantinya yang lebih baik bagi kita. Asal kita bersabar, ikhlas, dan tawakal dalam menerimanya.


Subhanallah, orang yang beriman akan tersenyum manakala mendapatkan musibah. Mereka tidak marah dan tidak bosan menghadapinya. Sebab mereka yakin bahwa di balik kesulitan yang dihadapinya saat ini pasti ada kebaikannya.
 

Wallahu bishawab.


(Yulia Ulfah/ Alumni Pondok Pesantren Ashiqiyyah Pusat, Jakarta)

 


Editor:

Syiar Terbaru