Puasa dan Kebeningan Hati
Oleh: Rudy Irawan, S.PdI, M.S.I (*
RASULULLAH SAW mengingatkan kepada kita bahwa di dalam diri kita terdapat segumpal darah, yang apabila baik maka seluruh fungsi anggota tubuh yang lainnya akan berjalan dengan baik. Dan apabila segumpal darah tersebut tidak baik, maka seluruh fungsi anggota tubuh lainnya tidak baik juga. Ingat, itu adalah hati (HR.Bukhari Muslim).
Setiap kita pada saat dilahirkan kita berada dalam kondisi fitrah (suci, baragama tauhid,Islam). Karena itu Rasulullah menegaskan bahwa :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : “ Setiap anak yang dilahirkan atas fitrah (kesucian agama sama dengan naluri), sehingga lancar lidahnya, maka orang tuanyalah yang menjadikan beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Dari hadits tersebut tidak ada kata yuslimaanihi atau mengislamkannya. Ini menunjukkan bahwa makna fitrah dalam sabda Rasul tersebut adalah Islam.
Seorang filosof muslim Ibnu Sina mengatakan, fitrah itu adalah angan, dorongan, keinginan, pemikiran dan kesengajaan hati untuk melaksanakan sesuatu yang baik, benar dan indah. Karena itu, mari kita renungkan dan rasakan, sebenarnya hati kecil kita, hati nurani kita atau hati bening kita akan selalu protes manakala akal, emosi, atau jasmani kita melakukan kesalahan yang berujung tidak baik, tidak benar dan tidak indah.
Misalnya kita berbicara yang menusuk perasaan atau hati seseorang lain, maka hati bening kita itu merasa tidak nyaman. Bahasa jawanya “Nyesek” di dada.
Atau misalnya relasi kerja kita, atau katakanlah anak buah kita mendapatkan kesempatan untuk suatu kebaikan yang itu boleh dikatakan tidak akan datang dua kali. Kemudian kita tidak bisa membantu dengan alasan yang tidak jelas, maka hati kita juga “protes” atau setidaknya merasa tidak nyaman. Pertanyaannya mengapa?
Karena naluri kita, tabiat dan karakter kita sebagai manusia adalah ingin menolong, membuat orang lain senang dan bahagia. Namun karena pertimbangan emosional kita, kemudian merasa lebih senang ketika kita bisa mempersulit orang lain.
Dari sinilah kemudian muncul ungkapan tidak enak serasa “ledekan” atau “olok-olok” kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah. Padahal kata Rasulullah, “Tolonglah dan mudahkanlah orang lain, maka Allah akan menolong dan memudahkanmu”.
Laksana kaca cermin, puasa Ramadhan adalah proses untuk membersihkan kotoran dan debu yang menempel di kaca cermin kita itu. Jika selama setahun kita tidak pernah bersihkan dan sucikan, maka tidak lagi mampu mencerminkan diri kita dengan kebeningan. Akan tetapi yang tampak adalah wajah buruk cermin itu ke wajah kita. Karenanya, marilah di awal Ramadhan atau tepatnya sepuluh hari yang pertama ini, kita niatkan betul hati kita untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dengan selalu senantiasa memohon bimbingan dari Allah SWT.
Allah SWT, memberikan kesempatan kepada kita supaya bisa menjadi hamba-hamba yang baik, yang pandai bersyukur, dan memiliki hati yang bening. Agar kita bisa menjaganya dari berbagai kotoran, debu, dosa-dosa baik dosa vertikal antara kita dan Allah, maupun dosa-dosa sesama hamba disebabkan kesombongan, iri hati, keserakahan, pamer diri dan menyimpan dendam kepada orang lain.
Kunci agar seorang hamba memiliki kebeningan hati terutama selama melaksanakan puasa ramadhan, bisa kita renungi dan resapi syair tombo ati yang digubah oleh Sunan Kalijaga:
“Tombo ati iku limo perkarane, sing pertomo moco qur’an lan maknane. Kaping pindo sholat wengi lakonono. Kaping telu wong kang sholeh kumpulono. Kaping papat kudu weteng ingkang luwe, kaping limo dzikir wengi ingkang suwe”
Obat hati ada lima perkara, pertama membaca qur’an dan meresapi maknanya. Kedua, menjalankan sholat malam (tahajjud dan qiyamul lail). Ketiga berteman dan berkumpul dengan orang-orang yang shalih. Keempat perbanyak puasa, dan kelima dzikir, mujahadah dan bermunajat di waktu malam yang lama
Akhirnya, marilah kita perbanyak zikir dan munajat kepada Allah, agar di ramadhon kali ini kita benar-benar diberikan kekuatan, ketabahan, ketenangan dan kesabaran dalam menjalankannya.
Kita berharap Allah memberikan kasih sayang-Nya kepada kita yang tak terbatas, agar hati kita mendapatkan kebeningan yang mampu menjadi penyuluh, pelita penerang kita, untuk tetap istiqomah dijalan yang diridlai-Nya. Waallahua’lam
*) Penulis adalah Dosen UIN Raden Intan/ Sekretaris Komisi SBI MUI Lampung/ Wakil Ketua PCNU Kota Bandar Lampung
Terpopuler
1
Kita Sedang Membangun Apa? Ini Renungan Mendalam dari QS At-Taubah: 109
2
Ngaji AD/ART dan Perkum PCNU Pringsewu, Ini Pesan PWNU Lampung pada Pengurus NU
3
Ngati, Ngaji, Ngopi: Cara PCNU Pringsewu Perkuat Silaturahmi dan Konsolidasi
4
Khutbah Jumat: Hidup Harus Bermanfaat Bagi Umat Manusia
5
3 Tipe Orang dalam Organisasi menurut Rais dan Ketua PCNU Pringsewu
6
BWI Pringsewu Terbitkan Buku Panduan Lengkap Wakaf, Penting untuk Nadzir!
Terkini
Lihat Semua