• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 17 Mei 2024

Syiar

Makna Hari Raya Idul Fitri Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Makna Hari Raya Idul Fitri Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Makna Hari Raya Idul Fitri Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani (Foto: NU Online)
Makna Hari Raya Idul Fitri Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani (Foto: NU Online)

Pada hari ini umat Islam merayakan Idul Fitri setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Semua bersuka cita merayakan hari kemenangan dengan caranya masing-masing.


Namun apa makna Hari Raya Idul Fitri menurut ulama Syekh Abdul Qadir Al-Jailani? Dalam Al-Ghuniyah li Thalibi Tariqil Haq Azza wa Jalla fil Akhlaq, wat Tashawwuf, wal Adabil Islamiyah, Syekh Abdul Qadir memaknai hari Idul fitri sebagai berikut:


ليس العيد بلبس الناعمات وأكل الطيبات ومعانقة المستحسنات والتمتع باللذات والشهوات. ولكن العيد بظهوره علامة القبول للطاعات وتكفير الذنوب والخطيئات وتبديل السيئات بالحسنات والبشارة بارتفاع الدرجات والخلع والطرف والهبات والكرامات وانشراح الصدر بنور الإيمان وسكون القلب بقوة اليقين وما ظهر عليه من العلامات وانفجار بحور العلوم من القلوب على الألسنة وأنواع الحكم والفصاحة والبلاغة


Artinya: Idul Fitri itu bukan mengenakan pakaian bagus, mengonsumsi makanan enak, memeluk orang-orang tercinta, dan menikmati segala kelezatan duniawi. Idul Fitri adalah kemunculan tanda penerimaan amal ibadah, pengampunan dosa dan kesalahan, penghapusan dosa oleh pahala, kabar baik atas kenaikan derajat di sisi Allah, “pakaian” pemberian, “harta benda” baru, aneka pemberian, dan kemuliaan, kelapangan batin karena cahaya keimanan, ketenteraman hati karena kekuatan keyakinan, tanda-tanda Ilahi lain yang tampak, pancaran lautan ilmu dari dalam sanubari melalui ucapan, pelbagai kebijaksanaan, kafasihan, dan kekuatan retoris (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghuniyah li Thalibi Tariqil Haq Azza wa Jalla, Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1997 M/1417 H, juz II, halaman 34).


Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak menolak hal-hal yang bersifat lahiriyah-material. Tetapi ada yang tidak kalah dari unsur material, yaitu aspek non-material. Baginya, ketakwaan dan penerimaan amal-ibadah jauh lebih penting dari semua yang bersifat lahiriyah.


Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengutip riwayat Sayyidina Ali ra yang memakan roti dengan kualitas rendah di Hari Raya Idul Fitri. Betapa terkejutnya seorang sahabat yang mendapati Sayyidina Ali ra sedang memakan roti dengan kualitas rendah di hari raya tersebut.


“Bukankah ini hari raya wahai Amirul Mukminin? Kenapa baginda memakan roti seperti itu?”


“Hari Raya Idul Fitri itu bagi mereka yang puasanya diterima, amal ibadahnya diterima, dan dosanya diampuni. Bagiku, hari ini Hari Raya Idul Fitri. Begitu juga esok hari. Setiap hari aku tidak bermaksiat kepada Allah, dan itu artinya setiap hari adalah Hari Raya Idul Fitri bagiku,” jawab Sayyidina Ali ra.


Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Hari Raya Idul Fitri bukan soal mudik atau tidak mudik, bukan masalah pakaian baru-tidak baru, bukan perkara pakai dresscode atau tidak, bukan perihal berbagi uang receh-atau tidak. Hari Raya Idul Fitri adalah ketakwaan, kebijaksanaan, dan perbaikan hidup beragama ke depan di bawah cahaya iman dan kekuatan keyakinan kepada Allah swt.


Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan teladan dari kisah tersebut sebagaimana disarikan dari NU Online. Selamat merayakan hari kemenangan Idul Fitri 1444 H.
 


Syiar Terbaru