• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 6 Mei 2024

Syiar

Keutamaan Hari Raya Idul Fitri, Sejarah dan Maknanya

Keutamaan Hari Raya Idul Fitri, Sejarah dan Maknanya
Keutamaan Hari Raya Idul Fitri, Sejarah dan Maknanya (Foto: NU Online)
Keutamaan Hari Raya Idul Fitri, Sejarah dan Maknanya (Foto: NU Online)

Alhamdulillah, kita sudah hampir selesai menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1444 H ini. Kita sebagai umat Muslim pun bersiap untuk melaksanakan shalat Idul Fitri dan merayakan lebaran, bersilaturahim serta bermaaf-maafkan.


Shalat sunnah yang dilakukan pada Hari Raya Idul Fitri merupakan penutup dan ungkapan syukur atas selesainya ibadah puasa yang dilakukan selama satu bulan penuh. Hari Raya Idul Fitri merupakan suatu perayaan yang dilakukan umat Islam atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum, serta berbagai hal lain yang dapat merusak puasa.


Sejarah dan Asal Usul Hari Raya Idul Fitri 


Dilansir dari NU Online, sejarah Hari Raya Idul Fitri tidak bisa lepas dari dua peristiwa, yaitu peristiwa perang badar dan hari raya masyarakat jahiliyah. 


Pertama, awal mula dilaksanakannya Hari Raya Idul Fitri pada tahun ke-2 Hijriah. Saat itu bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang badar. Kemenangan itu menjadi sejarah bahwa di balik perayaan Idul Fitri ada histeria dan perjuangan para sahabat untuk meraih kemenangan dan menjayakan Islam. 


Oleh karenanya, setelah kemenangan diraih umat Islam, secara tidak langsung mereka merayakan dua kemenangan, yaitu kemenangan atas dirinya yang telah berhasil berpuasa selama satu bulan, dan kemenangan dalam perang badar.   


Kedua, sebelum Islam datang, kaum Arab jahiliyah mempunyai dua hari raya yang dirayakan dengan sangat meriah. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa asal-usul disyariatkannya hari raya ini tidak lepas dari tradisi orang jahiliyah yang mempunyai kebiasaan khusus untuk bermain dalam dua hari, yang kemudian dua hari itu oleh Rasulullah saw diganti menjadi hari yang lebih baik, dan perayaan yang lebih baik pula, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. 


Rasulullah saw bersabda:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى


Artinya: Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad saw datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: Kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i).


Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah fil Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh kaum jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Marjaan. Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora, dan diisi dengan mabuk-mabukan dan menari. 


Nairuz dan Marjaan merupakan hari raya orang Persia kuno. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah saw mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah swt (Risalah fil Aqaid, juz 3, halaman 68).


Begitupun Imam al-Baihaqi dalam kitab as-Sunanul Kubra, menampilkan bunyi haditsnya secara jelas. Rasulullah saw bersabda: 


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : مَنْ بَنَى فِى بِلاَدِ الأَعَاجِمِ فَصَنَعَ نَوْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


Artinya: Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa membangun negeri kaum ajam (selain Arab), kemudian meramaikan hari-hari nairuz dan mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat (Imam al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, juz 9, halaman 234).


Keutamaan Hari Raya Idul Fitri 


Hari Raya Idul Fitri tidak hanya sebuah momentum atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa mencederai pahala puasa. Lebih dari itu, Idul Fitri merupakan suatu hari yang harus dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah shalat Hari Raya Idul Fitri.


Rasulullah saw bersabda: 


عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَ صَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيُنَادِي مُنَادٍ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ. فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِيْ صُمْتُمْ لِيْ وَأَفْطَرْتُمْ لِيْ فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ.  


Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad saw, bahwa Nabi bersabda: Ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: Wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, Wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan. Maka Allah swt berfirman: Wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.


Makna dan Esensi Idul Fitri


Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam kitab Hasiyah al-Bujairami alal Khatib menjelaskan, esensi hari raya bukan sekadar tentang pakaian baru dan sesuatu yang serba baru, meski pada dasarnya dianjurkan menggunakan pakaian baru.  


Syekh Sulaiman mengatakan:


 فائدة: جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب. 


Artinya: Faidah: Allah swt menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu Hari Raya Jumat, Hari Raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.


Meski begitu, sah-sah saja kita menggunakan pakaian baru untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Karena, pakaian baru bagaikan simbol dari bersihnya hati, dan sebagai syiar Islam ketika hari raya Fitri. Namun, tentu akan lebih baik jika dilakukan setelah menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dengan penuh khidmat.
 


Syiar Terbaru