• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Syiar

Ini Perbedaan Antara Karomah dan Mukjizat

Ini Perbedaan Antara Karomah dan Mukjizat
foto ilustrasi net
foto ilustrasi net

MUKJIZAT dan karomah merupakan kejadian di luar nalar atau logika manusia yang pernah terjadi di muka bumi, khusus diberikan oleh Allah Swt kepada hambanya yang terpilih dan dicintai-Nya. Ini merupakah hak mutlak prerogatif Allah, tidak semua manusia mendapatkan keistimewaan tersebut.  

 

Kata mukjizat berasal dari bahasa Arab yaitu mukjiz, yang artinya melemahkan atau mengalahkan. Istilah mukjizat merupakan sesuatu kejadian yang diberikan kepada para nabi dan rasul. Hal ini bertujuan untuk melemahkan musuh-musuh para nabi dan rasul, juga orang-orang yang meragukan kerasulan seorang nabi.

 

Sedangkan karomah juga berasal dari bahasa Arab, yang secara berarti kehormatan atau kemuliaan. Karomah merupakan kejadian yang diberikan kepada para waliullah, dengan tujuan untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa syareat Nabi Muhammad Saw, yang diajarkan dan disebarkan olehnya merupakan suatu kebenaran.

 

Dari pemaparan kedua istilah di atas, sudah jelas masing-masing memiliki perbedaan yang signifikan. Jika nabi dan rasul merupakan pembawa syareat, sedangkan wali merupakan penerus syareat para nabi dan rasul.

 

Habib Luthfi bin Hasyim bin Yahya Pekalongan, membedakan keduanya dari dasar genetik dan sejarah masa lampau. Beliau mengatakan, perlu diingat bahwa banyak yang menafsirkan sesungguhnya karomah itu bagian dari mukjizat.

 

Padahal, mukjizat tidak bisa disamakan dengan karomah. Al Mukjizah thahara min rijalin man lahul ismah min shahiri, yang namanya mukjizat keluar dari seseorang yang telah mendapatkan maksum sejak di dalam perut ibunya. Sedangkan karomah tidak.

 

Habib Luthfi yang merupakan Ketua Forum Sufi Internasional itu mengungkapkan, ada orang yang memiliki karomah awalnya berlatar belakang manusia yang buruk perilakunya. Setelah mendapat taufik dan hidayah dari Allah, dengan taubat nasuha yang sungguh-sungguh, hingga akhirnya diangkat menjadi wali dan diberikan karamoh oleh Allah Swt.

 

Semua nabi dan rasul yang dianugerahi mukjizat, memiliki genetik atau garis keturunan yang baik. Mereka sejak kecil sampai diangkat menjadi rasul juga memiliki perilaku yang baik.

 

Dari segi tauhid para nabi dan rasul tidak ada yang menyembah berhala. Bahkan ketika keluarga, tetangga dan masyarakat sekitarnya menyembah berhala, mereka justru mempunyai naluri untuk menentangnya, meski mereka tidak tahu jika kelak ke depannya akan diangkat menjadi nabi dan rasul.

 

Seperti Nabi Ibrahim ketika kecil yang menentang ayah angkatnya, Azhar, membuat berhala, hingga memikirkan bentuk Tuhan yang sesungguhnya, dengan cara mendialetikkan alam semesta dengan pikirannya.  

 

Atau Nabi Musa ketika kecil yang menentang pemerintahan ayah angkatnya, Fir’aun, yang lalim dan menganggap dirinya seperti Tuhan dan harus disembah. Juga Nabi Muhammad ketika kecil  meragukan berhala yang disembah paman-pamannya dan masyarakat sekitarnya di dekat Ka’bah. Ini merupakan pertentangan naluri keilahian dari manusia istimewa yang kelak diberikan mukjizat oleh Allah.

 

Berbeda lagi dengan para wali yang memiliki karomah, mereka seperti manusia biasa yang kadang salah dan berdosa, dengan latar belakangnya juga beragam. Ada yang baik, ada pula yang buruk, karena mereka tidak maksum (dijaga dari dosa) seperti para nabi dan rasul.

 

Ada beberapa wali yang memiliki karamoh, namun awalnya mempunyai latar belakang yang kurang baik, seperti Sunan Kalijaga alias Raden Syahid, yang semasa mudanya sering merampok harta orang kaya untuk dibagikan kepada warga yang miskin, yang menurutnya perilaku tersebut merupakan baik kala itu.

 

Ada juga kisah seorang yang bertaubat dari minum-minuman keras dan diangkat wali oleh Allah, yakni Bisyir bin Harits. Sedangkan Ibrahim bin Adham merupakan Raja Balkh yang gundah karena kemewahan duniawi yang dimilikinya. Ia resah hidup dengan kecukupan namun banyak rakyat yang menderita dan kelaparan, hingga ia meninggalkan istananya, mengembara untuk menjauhkan dirinya dari kemewahan duniawi hingga Allah mengangkatnya menjadi wali.

 

Begitulah perbedaan diberikannya mukjizat dan karamah, dilihat dari segi sejarah masa lalunya. Dari kisah di atas mengajarkan bahwa menjaga genetik yang baik itu wajib, karena akan melahirkan keturunan yang baik pula. Jika memang tidak baik, kita bisa bertaubat nasuha dan memperbaiki perilaku, karena pintu taubat tidak akan tertutup dari hidayah Allah.

 

(Yudi Prayoga/ santri alumni Pondok Pesantren Al Wafa, Cibiru Hilir, Bandung)

 


Syiar Terbaru